banner 728x250

Tersangka Pemalsuan Sertifikat Dibebaskan Karena Masa Penahanan Habis, Pakar Soroti Dugaan Persekongkolan Sistemik

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnews.com-Tanjungpinang.- Publik kembali digegerkan dengan kabar dibebaskannya enam tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah di Kota Tanjungpinang. Para tersangka yang sempat ditahan oleh penyidik Polresta Tanjungpinang kini dikabarkan telah bebas setelah masa penahanan mereka selama 60 hari habis, sementara pihak Kejaksaan belum menyatakan berkas perkara lengkap (P-21).

banner 325x300

Informasi pembebasan ini dibenarkan oleh sumber internal Polresta Tanjungpinang. Namun, hingga berita ini diterbitkan, Kapolresta Tanjungpinang Kombes Pol Hamam Wahyudi dan Kasat Reskrim AKP Agung Tri Poerbowo belum memberikan pernyataan resmi.

Kejaksaan Negeri Tanjungpinang juga masih enggan memberi penjelasan. Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum), Martahan Napitupulu, SH.M.H.tidak memberikan komentar. Sementara Kasi Intelijen Kejari, Senopati, menyebutkan bahwa pihaknya akan meneruskan konfirmasi kepada Kasipidum.

Sebelumnya, enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Tanjungpinang berinisial ES, KS, LL, AS, DS, dan Rb. Mereka diduga terlibat dalam praktik pemalsuan dokumen sertifikat tanah yang merugikan masyarakat dan mencoreng integritas pelayanan publik pertanahan. Polisi telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Tanjungpinang. Namun hingga akhir masa penahanan, Kejaksaan belum menyatakan berkas tersebut lengkap.

Menurut KUHAP, penyidik Kepolisian memiliki kewenangan menahan tersangka selama 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari. Bila dalam waktu tersebut berkas perkara belum dinyatakan lengkap oleh Jaksa, maka penahanan tidak dapat dilanjutkan, dan tersangka harus dibebaskan demi hukum.

Ahli hukum pidana dari Universitas Andalas, Dr. Yusril Rahmad, menyatakan bahwa pembebasan tersangka demi hukum memang merupakan bagian dari perlindungan hak asasi dan prinsip fair trial. “Namun, jika proses penanganan perkara berhenti tanpa alasan substansial, atau terlihat adanya kelambanan yang tidak wajar, hal itu bisa menimbulkan dugaan adanya penyalahgunaan kewenangan atau bahkan intervensi dari luar proses hukum,”

Lebih lanjut, Yusril mengingatkan bahwa dalam kasus pidana umum, terlebih dengan bukti-bukti yang cukup seperti dokumen dan saksi, proses pemberkasan semestinya tidak memakan waktu lama. “Jika SPDP telah dikirim dan penyidik meyakini telah memenuhi unsur pidana, maka pertanyaannya adalah mengapa Jaksa tidak segera memberi tanggapan yang tegas—apakah P19 atau P21? Jika berkali-kali dikembalikan, perlu dilihat apakah betul karena kekurangan materi atau karena tekanan eksternal.”

Pengamat hukum dan tata kelola pemerintahan dari Lembaga Transparency Indonesia, Riko Siregar, menilai bahwa kasus ini berpotensi mengarah pada dugaan persekongkolan sistemik antara oknum aparat dan pihak-pihak yang berkepentingan. “Pembebasan ini bisa menjadi preseden buruk jika tidak diikuti dengan penjelasan resmi dari pihak Kepolisian maupun Kejaksaan. Kita tidak sedang bicara soal pembebasan yang sah menurut KUHAP, tetapi soal keadilan substantif—bagaimana negara menjamin kepastian hukum dan menindak pelaku kejahatan dokumen pertanahan yang menyengsarakan masyarakat,”.

Minimnya transparansi dalam penanganan kasus ini. “Kita bicara tentang pemalsuan sertifikat tanah, salah satu akar konflik agraria di daerah. Jika kasus seperti ini tidak ditangani serius, publik akan kehilangan kepercayaan pada lembaga penegak hukum.”

Sementara itu, dari sumber-sumber lapangan diperoleh informasi bahwa barang bukti dalam kasus ini sudah sangat jelas dan cukup untuk menjerat pelaku. Terdapat kesaksian yang menunjukkan keterlibatan aktif para tersangka dalam proses pemalsuan dokumen, serta jejak administrasi yang mengindikasikan manipulasi prosedur secara sistematis.

Pembebasan ini menunjukkan lemahnya komitmen penegak hukum dalam memberantas mafia tanah. “Sudah terlalu banyak masyarakat yang menjadi korban akibat sertifikat palsu. Kalau dengan barang bukti dan saksi yang kuat saja bisa dibebaskan, ini pertanda bahwa sistem hukum kita sedang mengalami kemunduran moral dan keberanian,”

Presiden Prabowo Subianto dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan memantau kasus ini. Dugaan ada keterlibatan oknum lembaga vertikal dan pemerintah daerah dalam praktik mafia tanah yang merusak tatanan hukum dan administrasi negara.

Kasus ini kini tengah menjadi perhatian publik di Tanjungpinang dan sekitarnya. Masyarakat berharap agar lembaga penegak hukum dapat menjelaskan secara transparan dan menjamin bahwa proses hukum akan terus berjalan demi keadilan.

Jika tidak, maka pembebasan enam tersangka ini hanya akan menjadi bukti bahwa hukum masih dapat “dimainkan”, sementara korban pemalsuan dokumen pertanahan terus menanti keadilan yang entah kapan datangnya.”Redaksi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *