banner 728x250
Batam  

Tengku Muhammad Fuad Kuasakan Advokat Ahmad Joni Tangani Gugatan Terhadap BP Batam: Seruan Adat dan Hukum atas Tanah Warisan Melayu

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnews.com, Batam,- Tengku Muhammad Fuad, tokoh adat dan pewaris sah Kesultanan Riau-Lingga, mengambil langkah hukum yang tegas dalam upaya memperjuangkan dan melindungi hak-hak adat atas tanah warisan leluhur di wilayah Batam. Melalui Surat Kuasa Khusus yang ditandatangani pada 19 Juli 2025, beliau resmi menunjuk Advokat Ahmad Joni, SH dari Kantor Advokat & Pengacara Ahmad Joni, SH & Rekan, untuk mewakilinya dalam perkara perdata terhadap Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam).

banner 325x300

Langkah ini diambil sebagai bentuk perlawanan hukum terhadap keputusan yang dianggap mencederai hak sejarah dan adat masyarakat Melayu, khususnya yang berkaitan dengan tanah-tanah bersejarah di kawasan Sungai Carang dan wilayah lainnya yang masuk dalam zona warisan budaya Kesultanan Riau-Lingga. Tengku Muhammad Fuad, yang juga menjabat sebagai Pemangku Adat di Lembaga Kesultanan Riau-Lingga, memandang bahwa penguasaan sepihak atas tanah wakaf dan situs leluhur oleh institusi negara harus ditinjau ulang melalui jalur hukum formal dan adat yang berlaku.

Dalam surat kuasa bernomor 38/SK/Pdt/VII/2025, disebutkan secara rinci bahwa kuasa hukum diberikan penuh kepada Ahmad Joni, SH untuk mengajukan permohonan banding dan menangani seluruh proses hukum, termasuk mengajukan memori banding dan menerima kontra memori banding atas nama Presiden Republik Indonesia cq Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang juga merupakan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Objek sengketa adalah perkara yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri Batam dengan nomor perkara 38/Pdt.G/2025/PN.Btm.

Langkah ini merupakan babak baru dalam perlawanan masyarakat adat Melayu atas proses-proses pengambilalihan tanah yang selama ini berlangsung tanpa musyawarah adat atau konsultasi publik. Menurut Tengku Muhammad Fuad, perjuangan ini bukan semata soal kepemilikan fisik, melainkan menyangkut martabat dan keberlangsungan warisan sejarah yang harus dijaga untuk generasi masa depan.

“Tanah ini bukan hanya milik kami sebagai ahli waris, tetapi milik sejarah, milik bangsa Melayu yang telah membangun peradaban sejak ratusan tahun lalu. Jika hari ini situs budaya dan tanah wakaf itu diabaikan atau dikapling-kapling tanpa restu adat, maka itu adalah bentuk kecelakaan budaya. Kami tidak tinggal diam,” ujar Tengku Fuad dalam pernyataan resminya.

Advokat Ahmad Joni, SH menyatakan siap memperjuangkan keadilan hukum bagi kliennya dengan mengedepankan pendekatan hukum yang kuat dan berdasar pada bukti otentik. “Kami akan menempuh semua tahapan hukum, dari pengadilan tingkat pertama, banding, hingga kasasi dan peninjauan kembali jika diperlukan. Ini bukan sekadar soal sengketa tanah, tetapi menyangkut prinsip perlindungan hak-hak masyarakat adat yang dijamin dalam konstitusi,” tegasnya.

Dalam surat kuasa tersebut juga ditegaskan bahwa Ahmad Joni memiliki hak retensi dan substitusi, yang berarti dapat menugaskan atau mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada pihak lain yang memiliki kompetensi hukum untuk turut serta membela perkara ini. Surat kuasa ini tidak dapat dicabut sepihak tanpa persetujuan bersama antara pemberi dan penerima kuasa, menunjukkan keseriusan perjuangan ini sebagai bentuk advokasi kolektif bagi pelestarian warisan budaya.

Relevansi Hukum dan Kebudayaan, Sengketa tanah yang melibatkan BP Batam dan pihak Kesultanan Riau-Lingga ini merepresentasikan konflik laten antara modernisasi kawasan industri dan perlindungan nilai-nilai tradisi. Penguasaan lahan yang dianggap sebagai tanah adat dan wakaf tanpa partisipasi masyarakat adat tidak hanya menyisakan luka sejarah, tetapi juga berpotensi menjadi preseden buruk bagi hubungan negara dan masyarakat adat di Indonesia.

Sejumlah ahli warisan budaya dan sejarawan turut menyatakan dukungan terhadap langkah hukum yang diambil oleh Tengku Muhammad Fuad. Menurut Dr. Ramli Baharuddin, pakar sejarah Melayu dari Universitas Riau, “Pulau Penyengat dan kawasan sekitarnya bukan sekadar situs geografis, tetapi adalah halaman pertama dari kitab sejarah bangsa ini. Menyentuhnya tanpa kearifan adat adalah kekeliruan fatal.”

Dengan semakin kuatnya gerakan kesadaran budaya dan hak adat, perjuangan hukum ini diharapkan menjadi titik balik dalam penataan ulang kebijakan penguasaan tanah di kawasan yang sarat dengan nilai sejarah. Pemerintah daerah, lembaga adat, dan masyarakat sipil didorong untuk duduk bersama dan mencari solusi yang tidak hanya berpijak pada hukum positif, tetapi juga memuliakan nilai-nilai warisan leluhur.

Tengku Muhammad Fuad bukan hanya sedang berjuang untuk tanah, tetapi untuk harga diri sejarah. Melalui jalur hukum yang sah dan advokat yang mumpuni, ia menunjukkan bahwa adat dan modernitas bisa berdialog—asal masing-masing ditempatkan pada porsinya. Ini bukan perlawanan semata, tetapi panggilan untuk menegakkan keadilan bagi sejarah yang tak boleh dilupakan.”(Arf)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *