banner 728x250
Bintan  

Tambang Ilegal Bintan: Antara Sandiwara Hukum dan Pembiaran Sistemik

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnews.com-Bintan.- Penangkapan beberapa pelaku tambang pasir ilegal di Kabupaten Bintan pertengahan bulan ini justru membuka ruang kecurigaan publik yang lebih besar daripada rasa lega. Masyarakat mempertanyakan: mengapa penindakan dilakukan baru sekarang, setelah dua bulan lebih aktivitas penambangan liar berlangsung secara terbuka, masif, dan nyaris tanpa hambatan? Apakah ini penegakan hukum yang terlambat atau sebatas “drama penangkapan tumbal” untuk menenangkan kegelisahan publik?

banner 325x300

Aktivitas tambang ilegal di sejumlah wilayah seperti Malang Rapat, Kawal, Korindo, dan Kampung Banjar selama Mei hingga Juni 2025 disebut terjadi secara terang-terangan. Truk-truk pengangkut pasir tampak lalu lalang hampir setiap hari, alat berat bekerja leluasa di lapangan, dan bahkan beberapa titik yang sempat diberi garis polisi tetap beroperasi tanpa gangguan berarti. Bagi masyarakat lokal dan pengamat lingkungan, ini bukan sekadar pelanggaran hukum biasa—tetapi gambaran gamblang dari sebuah sistem yang rusak: di mana pengawasan lingkungan lemah, hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, dan pembiaran menjadi bagian dari rutinitas.

Sementara penangkapan dilakukan baru pada pertengahan Juli, publik justru mempertanyakan integritas langkah tersebut. Banyak yang menilai bahwa penindakan ini terlambat dan tidak menyentuh pelaku utama. Warganet menyuarakan keraguannya melalui media sosial, menyebut penindakan tersebut sebagai “penangkapan tumbal” yang hanya menjadikan sopir truk atau operator alat berat sebagai sasaran, sementara pemilik modal dan aktor pengendali jaringan distribusi pasir masih bebas berkeliaran. “Ikan besar-nya aman, yang dikorbankan cuma yang kelihatan,” tulis seorang pengguna platform X.

Tak hanya itu, meskipun ada klaim bahwa aparat telah bergerak, kenyataannya truk-truk pengangkut pasir masih tampak aktif hingga hari ini. Pasir dari lokasi-lokasi penggalian terus didistribusikan ke PT BAI yang ada di Desa Gunung Kijang Galang batang, serta toko-toko material bangunan di Tanjungpinang dan wilayah sekitarnya. Fenomena ini mengindikasikan bahwa penangkapan tersebut tidak benar-benar memotong jalur produksi dan distribusi tambang ilegal. Ini juga menjadi bukti bahwa operasi tersebut bukan insidental, melainkan sistematis dan terorganisir.

Dr. Zulfikar Hasan, pengamat sumber daya alam dari Universitas Maritim Raja Ali Haji, menyebut kondisi ini sebagai bentuk kegagalan tata kelola yang sudah akut. Menurutnya, tambang pasir ilegal tidak bisa berdiri sendiri. Ada rantai relasi yang menghubungkan pelaku tambang, pemodal, distributor, dan dalam banyak kasus, pihak yang seharusnya menegakkan hukum atau melakukan pengawasan.

“Kalau aktivitas ilegal berlangsung dua bulan lebih tanpa gangguan, itu bukan sekadar kelalaian. Kita bicara tentang sistem yang terkooptasi—antara pelaku lapangan dan pemilik kepentingan. Ada relasi ekonomi politik yang menopang itu semua,”

Pasir laut dan darat di Kepulauan Riau, terutama di Bintan, memiliki nilai ekonomis tinggi karena kualitasnya dan kedekatannya dengan proyek-proyek pembangunan besar. Namun alih-alih menjadi sumber pendapatan negara atau daerah, pasir ini justru menjadi sumber kerusakan dan ketimpangan. Ketika akses terhadap izin resmi dipersulit oleh birokrasi atau biaya tinggi, maka jalur ilegal menjadi pilihan, terlebih jika ada jaminan “keamanan” yang tak tertulis.

Dr. Retno Kurnia, dosen Hukum Lingkungan dari Universitas Indonesia, menambahkan bahwa problem utama bukan hanya soal praktik ilegalnya, tapi juga tentang minimnya transparansi dalam penindakan. “Publik tidak tahu siapa yang ditangkap. Apakah mereka ditahan? Apakah sudah ada penetapan tersangka yang jelas? Semua serba kabur. Dan celakanya, selama kabur itu, lingkungan terus dirusak,”

Retno mengingatkan bahwa kerusakan akibat tambang tidak hanya berdampak saat ini. Galian pasir bisa merusak resapan air, memicu abrasi, mencemari sumber air tanah, dan menghancurkan habitat pesisir. “Ini bukan sekadar soal pelanggaran izin. Ini soal warisan bencana bagi generasi yang akan datang.”

Di lapangan, warga merasa kecewa dan putus asa. Selama dua bulan terakhir mereka mengaku telah mengirimkan laporan ke berbagai pihak, namun tidak ada tindakan konkret. Banyak yang percaya bahwa laporan-laporan itu tidak sampai ke pengambil kebijakan atau sengaja diabaikan. Beberapa tokoh masyarakat bahkan menilai bahwa pemerintah daerah telah kehilangan kendali terhadap tambang-tambang liar yang ada di wilayahnya.

“Kalau rakyat kecil yang ambil pasir satu bak saja ditangkap, tapi yang tiap hari keluarin ratusan ton bisa jalan terus, itu bukan hukum. Itu pertunjukan,” ujar seorang tokoh masyarakat di Kawal, yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan.

Sebagian warga berharap agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun langsung ke Bintan. Mereka menuntut audit lingkungan, transparansi penindakan, serta pengungkapan semua aktor yang terlibat dalam jaringan tambang ilegal.

Masalah di Bintan sebetulnya bukan kasus yang berdiri sendiri. Ini adalah cerminan dari krisis nasional dalam pengelolaan sumber daya alam—di mana regulasi lemah, penegakan hukum selektif, dan kepentingan ekonomi sering kali mengalahkan keberlanjutan lingkungan. Saat hukum hanya dipakai untuk menakut-nakuti rakyat kecil, sementara pengusaha besar dilindungi oleh jaringan kuasa dan uang, maka yang terjadi bukanlah keadilan, melainkan karikatur penegakan hukum.

Pertanyaannya sekarang bukan hanya soal siapa yang ditangkap, tetapi siapa yang dibiarkan. Siapa yang selama ini menutup mata? Dan yang paling penting: apakah negara masih hadir untuk rakyat, atau hanya jadi pelayan bagi pemodal yang merusak bumi? Jika aparat tak segera membongkar aktor utama dalam tambang ilegal ini, maka penangkapan yang dilakukan tak lebih dari episode sementara dalam sandiwara panjang ketidakadilan lingkungan di negeri ini.”(TRSF)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *