sidikfokusnews.com – Batam, 19 Agustus 2025 – Suasana berbeda terasa di SMAN 28 Batam ketika PT Infineon Batam melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) bertema “Empowering AI and Sustainability Initiatives.” Tidak hanya memberikan bantuan perbaikan fasilitas sekolah, perusahaan multinasional semikonduktor ini juga membekali siswa dengan wawasan tentang kecerdasan buatan (AI) dan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Managing Director PT Infineon Batam, Poh Yong Chern, menegaskan bahwa generasi muda harus dipersiapkan untuk menghadapi perubahan besar di era digital. Melalui CSR ini, pihaknya ingin menghadirkan kontribusi yang lebih bermakna, bukan sekadar bantuan material, melainkan juga pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan zaman.
“Generasi muda perlu memahami bagaimana teknologi seperti AI berperan dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus memiliki kesadaran untuk menjaga bumi agar tetap berkelanjutan,” ujar Poh Yong Chern di hadapan jajaran guru dan siswa.
Perbaikan Fasilitas dan Aksi Hijau
Dalam kegiatan ini, Infineon Batam melaksanakan pengecatan dan perbaikan toilet sekolah, menyerahkan perlengkapan belajar, serta mengadakan penanaman pohon di lingkungan sekolah. Aksi tersebut disambut antusias siswa yang ikut terlibat secara langsung.
Selain itu, sesi berbagi ilmu tentang penerapan AI dalam industri modern menjadi daya tarik tersendiri. Siswa diajak memahami bagaimana teknologi mampu menciptakan efisiensi dan keamanan, serta mengapa keberlanjutan menjadi isu penting dalam industri global.
Membangun Kesadaran Baru
Poh Yong Chern menekankan, keberlanjutan bukan hanya tanggung jawab perusahaan besar. Anak-anak muda pun memiliki peran penting. Dengan membiasakan hal-hal sederhana, seperti hemat energi atau menanam pohon, mereka sudah ikut serta dalam menjaga masa depan bumi.
“Langkah kecil yang dilakukan siswa hari ini, jika konsisten, akan membawa dampak besar di masa depan,” ujarnya.
Apresiasi Sekolah
Kepala Sekolah SMAN 28 Batam, Bapak Harmen, menyampaikan rasa terima kasih atas program yang digelar Infineon. Menurutnya, kegiatan ini memberi pengalaman langsung yang berharga bagi siswa—belajar teknologi sekaligus praktik peduli lingkungan.
“Ini adalah kombinasi yang jarang ditemui: fasilitas sekolah yang lebih baik, wawasan tentang teknologi, dan aksi nyata untuk lingkungan. Kami sangat terbantu dan terinspirasi,” ungkap Harmen.
Komitmen Berkelanjutan
Infineon menegaskan bahwa kegiatan CSR ini bukan akhir, melainkan awal dari rangkaian kontribusi jangka panjang. Perusahaan ingin terus hadir sebagai mitra sekolah dan masyarakat untuk membangun generasi yang cerdas, inovatif, dan peduli lingkungan.
“Kami merasa bangga bisa menjadi bagian dari perjalanan pendidikan di Batam. Bersama-sama kita bisa mewujudkan masa depan yang lebih cerah,” tutup Poh Yong Chern.
Dengan hadirnya Infineon, SMAN 28 Batam tidak hanya mendapatkan sarana yang lebih baik, tetapi juga inspirasi untuk menyiapkan siswa menghadapi dunia digital sekaligus menumbuhkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. (Nursalim Turatea)
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 108