sidikfokusnews.com.Tanjungpinang.- Gubernur Provinsi Kepulauan Riau didampingi langsung oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) turun ke lokasi proyek lanjutan penataan Taman Gurindam 12 di Tepi Laut, Kota Tanjungpinang. Kunjungan mendadak ini dilakukan tidak lama setelah kritik keras disampaikan oleh Gerakan Anak Melayu Negeri Riau (GAMNR), yang menyoroti keberadaan tembok setinggi 1 meter di sepanjang kawasan taman tersebut.
Tembok itu, menurut GAMNR, menghalangi pandangan warga terhadap panorama pesisir dan cahaya matahari terbenam—dua elemen yang menjadi daya tarik alami utama kawasan Tanjungpinang. Kritik itu menggema ke berbagai lapisan masyarakat, terutama di media sosial dan forum warga, hingga kemudian mendorong respons cepat dari pimpinan tertinggi pemerintahan Kepri.
Ketua GAMNR, Said Ahmad Syukri atau yang lebih dikenal dengan nama Sas Joni, menyambut baik kehadiran langsung Gubernur Kepri di lapangan. Menurutnya, langkah ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Kepri tidak menutup diri terhadap masukan publik. “Ini bukan hanya soal estetika, tapi juga tentang rasa memiliki. Pemerintah yang turun langsung untuk mendengar dan melihat adalah bentuk penghormatan terhadap suara rakyat,” ujar Sas Joni kepada media.
Ia menekankan bahwa GAMNR pada dasarnya mendukung penuh pembangunan kawasan Taman Gurindam 12 sebagai ruang publik yang inklusif dan membanggakan. Namun, partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan menjadi hal yang tidak bisa ditawar. “Taman ini dibangun dengan dana publik. Maka, publik juga berhak terlibat dalam mengawasi dan mengarahkan desain serta fungsinya agar benar-benar mencerminkan kebutuhan bersama.
GAMNR sebelumnya telah mengajukan pandangan kritis bahwa penataan ruang publik, terutama di kawasan pesisir, harus mengedepankan keterbukaan visual dan kemudahan akses. Tembok yang terlalu tinggi bukan hanya mengganggu keindahan, tetapi juga dapat menciptakan kesan eksklusif dan tertutup. Hal ini bertentangan dengan semangat taman sebagai tempat rekreasi rakyat dari berbagai latar belakang sosial dan usia.
Kunjungan Gubernur ke lokasi proyek tidak dilakukan sendiri. Selain Kepala Dinas PU, terlihat pula sejumlah pejabat teknis dan kontraktor pelaksana hadir mendampingi. Dari pantauan di lapangan, Gubernur tampak berbincang langsung dengan para pekerja serta menerima penjelasan tentang rencana teknis dan desain lanjutan kawasan taman. Ia juga menerima masukan dari perwakilan masyarakat yang turut hadir dalam kunjungan tersebut.
Aliansi gerakan bersama Kepri Tanjungpinang yang selama ini aktif memantau pembangunan ruang terbuka di Tanjungpinang turut menyuarakan pentingnya menjaga keseimbangan antara estetika dan keamanan. “Kami tidak menolak pembangunan infrastruktur pengaman seperti tembok, tapi harus ada keharmonisan antara keselamatan dan estetika. Batas-batas ke laut harus dirancang dengan cerdas, tidak membentuk tembok yang membatasi interaksi dengan alam,” ujar salah satu anggota aliansi gerakan bersama yang enggan disebutkan namanya.
Langkah Gubernur yang cepat dan terbuka ini mendapat apresiasi luas. Namun publik berharap lebih dari sekadar kunjungan simbolik. Yang ditunggu-tunggu adalah tindak lanjut nyata—mulai dari penyesuaian desain hingga perubahan pelaksanaan teknis di lapangan agar lebih ramah terhadap fungsi taman sebagai ruang publik bersama. Desain ulang yang membuka kembali visual pesisir, menyediakan area teduh, tempat duduk publik, hingga jalur pedestrian yang inklusif diharapkan menjadi perhatian utama pemerintah.
Taman Gurindam 12 sendiri bukan sekadar kawasan hijau atau proyek infrastruktur biasa. Ia telah menjadi simbol dari wajah kota Tanjungpinang—tempat masyarakat melepas lelah, anak-anak bermain, dan seniman lokal mengekspresikan karya. Dengan letaknya yang menghadap langsung ke laut dan lanskap matahari terbenam yang menawan, taman ini telah menjadi bagian dari memori kolektif warga, sekaligus magnet wisata berbasis kearifan lokal.
Oleh karena itu, pembangunan taman harus mencerminkan semangat masyarakat pesisir yang terbuka, bersahaja, namun kaya nilai estetika. GAMNR dan komunitas budaya lain berharap agar semangat Gurindam—sebagai karya sastra warisan Raja Ali Haji yang sarat dengan nilai-nilai kebijaksanaan dan cinta akan tanah air—tidak luntur dalam proses pembangunan fisik yang justru melupakan ruh sosial dan kulturalnya.
Pemerintah Provinsi Kepri kini berada dalam momentum penting. Kunjungan lapangan ini menjadi bukti bahwa kritik publik bisa menjadi bagian dari proses perbaikan yang konstruktif. Tinggal bagaimana kesungguhan niat itu dijabarkan dalam kebijakan yang inklusif, desain yang adaptif, dan pelibatan warga dalam pengambilan keputusan pembangunan.
Jika semua ini ditindaklanjuti dengan komitmen dan konsistensi, maka Taman Gurindam 12 bukan hanya akan menjadi ikon kebanggaan kota, tetapi juga cermin dari tata kelola ruang publik yang demokratis—di mana rakyat tidak hanya diberi ruang untuk berjalan, tapi juga untuk bersuara.”(Arf)