sidikfokusnews.com-Jakarta.– Gelombang kemarahan publik semakin mengguncang Ibu Kota. Di tengah derita rakyat yang meluap dalam aksi-aksi demo menolak kebijakan pemerintah yang kian mencekik, para anggota DPR RI justru memilih menghilang. Tidak ada satu pun yang berani menemui massa di depan Gedung Parlemen.
Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH, MH, pakar hukum internasional sekaligus ekonom terkemuka, mengecam keras sikap bungkam parlemen. “Kemana kalian para anggota DPR RI, wakil rakyat yang digaji besar, ketika rakyat datang mengadu, memohon keadilan, dan menyampaikan aspirasi? Bukannya menemui dan menenangkan rakyat, justru kalian menghilang, kabur ditelan bumi!” tegas Prof. Sutan, menjawab pertanyaan para pemimpin redaksi salah satu Sidikfokus news lewat telepon dari kantornya di Jakarta.
Ia menilai diamnya DPR RI dan DPRD bukan hanya soal hilangnya moralitas politik, tapi juga pengkhianatan terhadap amanah demokrasi. “Sejarah panjang perjuangan kemerdekaan Indonesia tak pernah mencatat pemimpin yang lari dari rakyatnya. Tapi hari ini, di gedung yang dibiayai uang pajak rakyat, wakil rakyat justru bersembunyi, meninggalkan penderitaan di luar pagar,” ujarnya dengan nada getir.
Sementara ribuan mahasiswa, buruh, dan masyarakat menuntut keadilan atas kebijakan-kebijakan kontroversial—dari kenaikan PPN 12%, pemblokiran 122 juta rekening rakyat, hingga pencabutan izin gas melon yang memicu kelangkaan energi—yang mereka dapatkan bukan dialog, melainkan gas air mata dan pentungan aparat.
Tragedi mencapai puncak ketika kendaraan taktis Brimob melindas seorang pengemudi ojek online usai demo di Jakarta, Kamis (28/8) malam. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hanya menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf, sambil berjanji mencari korban. Bagi publik, pernyataan itu terdengar seperti menabur garam di luka yang menganga. “Bagaimana mungkin sebuah tragedi kemanusiaan dibalas hanya dengan ‘penyesalan’? Di mana tanggung jawab politik DPR yang diam seribu bahasa ketika rakyatnya dilindas di jalan?” seru Prof. Sutan.
Ia menyebut tragedi ini sebagai bukti betapa rapuhnya komunikasi antara rakyat dan pemimpinnya. “Demo bukan kriminalitas. Demo adalah suara sah konstitusi. Kalau rakyat marah, bukalah pintu dialog. Jangan malah biarkan peluru gas air mata dan ban rantis yang bicara,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prof. Sutan menilai DPR RI dan DPRD telah kehilangan legitimasi moral ketika memilih diam di tengah gelombang kebijakan kontroversial: kenaikan pajak gila-gilaan, PHK massal, konflik pertanahan, hingga utang luar negeri yang menjerat. “Lihatlah ironi ini: gaji anggota DPR naik drastis di saat rakyat memikul beban hidup yang kian menghancurkan tulang punggung mereka,” tambahnya.
Dengan suara bergetar menahan amarah, Prof. Sutan menegaskan: “Rakyat bukan musuh negara. Mereka hanya meminta hak yang dijamin UUD 1945. Tapi DPR RI dan DPRD bersembunyi di balik pagar beton. Sejarah tak akan pernah ampuni pengkhianatan seperti ini. Hari ini rakyat dicambuk kebijakan, besok para pemimpin akan diadili sejarah.”(timredaksiSF)