sidikfokusnews.com-Soppeng, Sulawesi Selatan – Kasus penganiayaan terhadap seorang wartawan di Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, memicu kecaman keras dari berbagai kalangan. Pasalnya, penyidik Polsek Liliriaja hanya menjerat pelaku dengan Pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan biasa, meski korban mengalami luka sobek di dahi hingga membutuhkan lima jahitan.
Pakar Hukum Internasional sekaligus ekonom, Prof. Dr. Sutan Nasomal, SH., MH., mengecam keras langkah tersebut. “Kami mendesak Kapolres Soppeng untuk segera bertindak tegas! Jangan biarkan premanisme merajalela dan kebebasan pers diinjak-injak,” tegasnya di Jakarta, Kamis (28/8).
Menurut Prof. Sutan, penggunaan Pasal 351 ayat 1 KUHP jelas menimbulkan tanda tanya besar. Luka serius yang dialami korban semestinya mendorong aparat hukum menjerat pelaku dengan pasal yang lebih berat, termasuk mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Undang-undang tersebut, khususnya Pasal 8, menegaskan bahwa wartawan berhak atas perlindungan hukum ketika menjalankan tugas jurnalistik. Sementara Pasal 18 ayat (1) menyebutkan, siapa pun yang menghalangi atau mempersulit kerja wartawan dapat dipidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
“Ini bukan sekadar persoalan pidana umum. Ada hak kebebasan pers yang dilindungi konstitusi. Aparat penegak hukum wajib melihat kasus ini dari semua sisi hukum, bukan hanya pasal ringan yang seolah mengabaikan profesi wartawan,” jelas Prof. Sutan.
Ia juga menekankan agar aparat mendalami pasal-pasal lain seperti Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, hingga Pasal 368 KUHP tentang pemerasan atau pengancaman jika ditemukan unsur-unsur yang memenuhi ketentuan tersebut.
Masyarakat dan kalangan media kini mendesak aparat kepolisian untuk tidak hanya berhenti di pasal penganiayaan biasa. Mereka meminta pelaku dijerat dengan pasal yang sepadan dengan tindakan dan dampaknya, agar memberi efek jera sekaligus menjaga marwah kebebasan pers di Indonesia.
“Kasus ini akan terus kami kawal hingga tuntas. Keadilan bagi wartawan adalah keadilan bagi demokrasi itu sendiri. Aparat harus menunjukkan keseriusan, dan publik berhak mengawal prosesnya,” pungkas Prof. Sutan penuh keyakinan.”(arf-6)