Polresta Barelang – sidikfokusnews.com – Polresta Barelang menggelar Upacara Kenaikan Pangkat bagi 82 personel yang mendapatkan promosi kenaikan pangkat terhitung mulai tanggal (TMT) 1 Juli 2025. Kegiatan ini dilaksanakan di Ruangan Aula Anindita Lantai 2 Polresta Barelang dan dilanjutkan dengan prosesi tradisi penyiraman di lapangan apel Polresta Barelang sebagai bentuk simbolik dan penghormatan atas dedikasi personel dalam menjalankan tugasnya. Senin (30/6/2025).
Hadir dalam kegiatan tersebut antara lain Kapolresta Barelang dan Ketua Bhayangkari Cabang Kota Barelang Ny. Utie Zaenal, Wakapolresta Barelang beserta Wakil Ketua Bhayangkari Ny. Lya Fadli Agus, Para Pejabat Utama (PJU) Polresta Barelang, Kapolsek jajaran, serta seluruh personel Polresta Barelang beserta anggota Bhayangkari. Kebersamaan ini menjadi cerminan kuatnya solidaritas internal Polri dalam menjaga marwah institusi dan membangun semangat kebersamaan.
Upacara tersebut dipimpin langsung oleh Kapolresta Barelang, Kombes Pol Zaenal Arifin, S.I.K., selaku Inspektur Upacara. Dalam amanatnya, beliau menyampaikan apresiasi atas pencapaian para personel serta mengingatkan bahwa kenaikan pangkat bukan sekadar peningkatan pangkat, melainkan tanggung jawab yang lebih besar terhadap institusi dan masyarakat.
Sebanyak 82 personel yang mengikuti upacara terdiri dari berbagai jenjang kepangkatan, dengan rincian: 1 personel dari IPTU ke AKP, 4 personel dari IPDA ke IPTU, 20 personel dari AIPDA ke AIPTU, 19 personel dari BRIPKA ke AIPDA, 20 personel dari BRIGADIR ke BRIPKA, dan 13 personel dari BRIPTU ke BRIGADIR. Sedangkan untuk 5 personel yang naik dari AKP ke KOMPOL mengikuti upacara di Mapolda Kepri.
Dalam kegiatan upacara tersebut, Polresta Barelang juga memberikan cinderamata kepada 7 (tujuh) purnawirawan yang telah memasuki masa purna tugas (pensiun) di tahun 2025. Pemberian cinderamata ini merupakan bentuk penghargaan dan rasa hormat atas dedikasi serta pengabdian para purnawirawan selama bertugas di lingkungan Polresta Barelang. Momen ini berlangsung dengan penuh haru dan penghormatan, menjadi simbol bahwa institusi tidak melupakan jasa-jasa anggotanya.
Dalam sambutannya, Kapolresta Barelang, Kombes Pol Zaenal Arifin, S.I.K., menyampaikan, “Kenaikan pangkat ini merupakan bentuk penghargaan dari negara atas dedikasi dan loyalitas saudara-saudara dalam bertugas. Namun lebih dari itu, ini adalah amanah yang harus dijaga dengan integritas, kedisiplinan, dan semangat pengabdian yang lebih tinggi untuk melayani masyarakat secara profesional. Begitu juga kepada para purnawirawan, kami ucapkan terima kasih atas pengabdian yang luar biasa. Semoga tetap menjadi teladan di tengah masyarakat.”
Susunan acara berlangsung khidmat, dimulai dari persiapan barisan, penghormatan pasukan, laporan kenaikan pangkat, hingga pembacaan doa dan amanat pimpinan. Kegiatan dilanjutkan dengan prosesi penyiraman sebagai bentuk tradisi penyemangat dan simbol perubahan tanggung jawab baru yang diemban oleh setiap anggota yang naik pangkat.
Kegiatan ini diharapkan menjadi motivasi bagi seluruh anggota Polresta Barelang untuk terus meningkatkan kinerja dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam semangat Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan) sebagaimana arahan pimpinan Polri. (Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 88