sidikfokusnews.com. Batam.- Polda Kepri telah melaksanakan kegiatan Latihan Pra Operasi (Latpraops) Patuh Seligi Tahun 2025 yang berlangsung di Gedung Serba Guna Polda Kepri. Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian persiapan menjelang pelaksanaan Operasi Patuh Seligi 2025, yang akan digelar mulai tanggal 14 hingga 27 Juli 2025 di seluruh wilayah hukum Polda Kepri. Jumat (11/7/2025).
Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah pejabat dan personel yang terlibat langsung dalam pelaksanaan operasi, antara lain Karoops Polda Kepri Kombes. Pol. Taswin, S.I.K., M.H., Dirlantas Polda Kepri Kombes Pol Andhika Bayu Adhittama, S.I.K., M.H., Pejabat Utama Ditlantas Polda Kepri, Panitia Latpraops Patuh Seligi Tahun 2025, Instruktur Latpraops, serta seluruh peserta Latpraops Patuh Seligi Tahun 2025.
Dalam sambutannya, Karoops Polda Kepri Kombes. Pol. Taswin, S.I.K., M.H., menegaskan pentingnya pelaksanaan operasi ini sebagai wujud nyata komitmen Polri dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, khususnya di bidang lalu lintas.
“Operasi Patuh Seligi Tahun 2025 merupakan momen penting yang harus dilaksanakan secara optimal. Saya menekankan kepada seluruh personel, khususnya kepada masing-masing satgas, agar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, benar, dan penuh dedikasi,” tegas Karoops Polda Kepri Kombes. Pol. Taswin, S.I.K., M.H.
Karoops Polda Kepri Kombes. Pol. Taswin, S.I.K., M.H., juga menambahkan bahwa pelaksanaan Operasi Patuh Seligi tahun ini diharapkan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporan. Petunjuk dan arahan dari Mabes Polri menjadi dasar dalam penilaian kinerja operasi kewilayahan ini.
Adapun sasaran utama Operasi Patuh Seligi 2025 adalah berbagai bentuk pelanggaran lalu lintas yang berpotensi menyebabkan kecelakaan, di antaranya:
• Pengemudi atau pengendara kendaraan bermotor yang menggunakan ponsel saat berkendara;
• Pengemudi atau pengendara kendaraan bermotor yang masih di bawah umur;
• Pengendara sepeda motor yang berboncengan lebih dari satu orang;
• Pengendara sepeda motor yang tidak menggunakan helm berstandar SNI dan pengemudi kendaraan bermotor yang tidak menggunakan sabuk pengaman (safety belt);
• Pengemudi atau pengendara kendaraan bermotor dalam pengaruh atau mengonsumsi alkohol;
• Pengemudi atau pengendara kendaraan bermotor yang melawan arus lalu lintas;
• Pengemudi atau pengendara kendaraan bermotor yang melebihi batas kecepatan.
Mengakhiri sambutannya, Karoops Polda Kepri Kombes. Pol. Taswin, S.I.K., M.H., secara resmi membuka Operasi Patuh Seligi 2025 di wilayah hukum Polda Kepri dengan harapan kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar, tertib, dan memberikan dampak positif bagi keselamatan berlalu lintas di tengah masyarakat.
Kegiatan juga diisi dengan paparan dari para instruktur sebagai bentuk penyampaian strategi teknis dan taktis dalam mendukung suksesnya pelaksanaan operasi.” (Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 70