sidikfokusnews.com-Batam.– Sekitar pukul 15.30 WIB, di Morning Bakery Sekupang, Perkumpulan Muballigh Batam (PMB) menggelar rapat perdana bersama para pendiri, senior, dan pengurus inti. Rapat ini dipimpin langsung oleh Ketua Umum PMB, Ustadz Resdin Effendi Pasaribu, S.Pd., M.Pd.I, dan dihadiri sejumlah tokoh penting, antara lain Prof. Ir. Chabullah Wibisono, MM, KH Mustamin Husein, serta Syamsul Ibrahim. Pertemuan ini menjadi momentum awal untuk memperkuat kebersamaan dan menyusun arah gerak organisasi ke depan.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum PMB menyampaikan bahwa kepengurusan baru akan menjalankan program secara lebih terstruktur. Ia menegaskan akan ada pertemuan rutin dengan para senior dan pendiri untuk menjaga komunikasi, sementara pelantikan dan pelatihan pengurus akan dijadwalkan secara terpisah. Ia juga menekankan pentingnya soliditas organisasi serta meminta arahan dari para pendiri agar langkah PMB selalu terjaga dalam koridor visi dakwah. “Pengurus di tingkat kota tidak diperkenankan merangkap jabatan di kecamatan. Hal ini untuk menjaga profesionalitas dan fokus kerja masing-masing pengurus,” tegasnya.

Prof. Ir. Chabullah Wibisono, MM, dalam arahannya menekankan pentingnya merajut kembali kebersamaan pasca kompetisi pemilihan kepengurusan. Ia mengingatkan bahwa PMB tidak boleh terjebak dalam politik praktis, namun tetap harus memiliki pemahaman dan penguasaan terhadap dinamika politik agar mampu memberi kontribusi positif. “Kompetisi sudah selesai, saatnya kita kembali kompak dan bersatu. PMB tidak boleh berpolitik, tetapi harus memahami politik, terutama ketika berinteraksi dengan para politisi,” pesannya.
Sementara itu, KH Bustami Husein menyoroti pentingnya kualitas para muballigh. Menurutnya, apabila PMB mengadakan diklat, narasumber harus benar-benar berasal dari kalangan da’i yang berkompeten. Ia juga mengingatkan perlunya pembinaan terhadap penceramah pemula agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat yang heterogen. “Penceramah pemula perlu diberikan pemahaman yang tepat, agar dakwah mereka membawa kedamaian dan tidak memicu gesekan sosial,” ujarnya.
Arahan lainnya datang dari Syamsul Ibrahim yang menegaskan posisi hukum organisasi ini. Ia menyebut bahwa secara legal, nama organisasi adalah Perkumpulan Muballigh Batam. Ke depan, PMB akan memiliki sekretariat permanen dengan staf yang bekerja secara profesional dan mendapatkan honorarium. Selain itu, PMB juga merencanakan pembentukan badan usaha atau koperasi sebagai upaya kemandirian ekonomi organisasi. “Kami juga akan membentuk majelis pertimbangan yang terdiri dari para mantan ketua umum serta tokoh agama, sehingga PMB dapat mengambil keputusan dengan bijak,” jelasnya.
Dalam rapat tersebut juga dibahas mekanisme pengesahan pengurus. Struktur pengurus harian akan ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) badan pendiri, sementara bidang-bidang tertentu akan ditetapkan melalui SK Ketua Umum. Untuk menjaga efektivitas, ditegaskan kembali bahwa pengurus tidak diperbolehkan merangkap jabatan baik di tingkat kota maupun kecamatan.
Rapat perdana ini berlangsung penuh keakraban dan ditutup dengan komitmen bersama untuk menjadikan PMB sebagai wadah pengembangan dakwah yang profesional, moderat, dan berkontribusi nyata bagi masyarakat Batam. Dengan dukungan para pendiri, senior, dan pengurus inti, PMB diharapkan mampu melahirkan muballigh yang tidak hanya piawai berdakwah, tetapi juga mampu menjaga harmoni sosial di tengah masyarakat multikultural.”(Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 80