banner 728x250
Batam  

PHK Sepihak PT Allbets Marine Kian Panas: Intimidasi, Prosedur Cacat, dan Kesaksian Baru yang Mengguncang

banner 120x600
banner 468x60

sidikfokusnews.com.Batam —
Sengketa ketenagakerjaan di PT Allbets Marine terus memanas dan kini memasuki fase yang semakin krusial. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap seorang pekerja, Paizal, yang disebut dilakukan secara sepihak serta tanpa dasar hukum yang sah, berubah menjadi isu besar yang memantik sorotan publik. Persoalannya tidak lagi sekadar dugaan pelanggaran internal, tetapi merembet pada indikasi intimidasi, manipulasi proses pemeriksaan, hingga pengabaian prinsip kehati-hatian yang seharusnya menjadi standar perusahaan.

Kasus ini bermula dari komunikasi informal antara Paizal dan rekannya, Fajar, pada awal Oktober 2025. Dalam percakapan tersebut, Fajar menanyakan peluang kerja dan kemudian dikenalkan kepada atasan Paizal, Ferhad, yang dikenal memiliki jaringan luas di dunia galangan kapal. Tidak lama setelah itu, terjadi transfer dana sebesar Rp500.000 dari Fajar kepada Ferhad — sebuah transaksi personal yang belakangan dijadikan perusahaan sebagai dasar tuduhan bahwa Paizal terlibat praktik percaloan tenaga kerja.

banner 325x300

Namun Fajar memberikan pernyataan berbeda. Ia menegaskan bahwa uang tersebut dikirim atas permintaan Ferhad, bukan Paizal, dan tidak berkaitan dengan proses penerimaan kerja di PT Allbets Marine. Hal ini memperjelas bahwa tuduhan perusahaan sejak awal lemah secara substansi. Ironisnya, justru Ferhad— pihak yang menerima dana dan melakukan komunikasi — tidak pernah diperiksa oleh perusahaan, sementara Paizal menjadi pihak tunggal yang disalahkan.

Situasi memuncak pada 10 Oktober ketika Paizal dipanggil secara mendadak oleh pihak perusahaan tanpa surat resmi, tanpa berita acara, dan tanpa pendampingan. Dalam ruangan pemeriksaan internal itulah ia mengaku menerima ancaman verbal dari salah seorang staf, Jhoni, yang menyebut akan “melemparkannya ke parit” serta mengancam mengarahkan kasus ini ke kepolisian. Proses tekanan psikologis semacam ini dinilai para pemerhati hubungan industrial sebagai bentuk intimidasi yang bertentangan dengan prinsip dasar pemeriksaan objektif.

Ketika Paizal kembali ke kantor pada 17 Oktober untuk meminta penjelasan, HRD justru mengeluarkan dua dokumen sekaligus: Surat Panggilan 1 dan Surat PHK. Penerbitan ganda dalam waktu bersamaan ini dinilai sebagai pelanggaran serius karena mengabaikan tahapan prosedural, mulai dari klarifikasi, kesempatan membela diri, hingga pemeriksaan saksi.

Pertemuan lanjutan bersama Direktur Ronald dan delapan staf lainnya tidak membawa perubahan berarti. Paizal berkali-kali menegaskan bahwa ia tidak pernah menjanjikan pekerjaan kepada siapa pun, tetapi keputusan PHK tetap dipaksakan.

Setelah kasus ini dilaporkan ke Pengawasan Disnaker Provinsi Kepri, mediasi dilakukan pada 31 Oktober namun berakhir buntu. Paizal bahkan menyatakan bersedia kembali bekerja tanpa kompensasi, tetapi perusahaan tetap menolak. Mediasi kedua pada 3 November gagal berlanjut akibat perusahaan mempermasalahkan kehadiran pendamping keluarga dan meminta surat kuasa tambahan dari penasihat hukum.

Sejumlah pengamat hubungan industrial menilai kasus Paizal sebagai preseden buruk dalam tata kelola sumber daya manusia. Mereka menekankan bahwa perusahaan wajib menerapkan due process of law, yakni memeriksa seluruh pihak yang terlibat — dalam hal ini Ferhad secara khusus — sebelum menjatuhkan sanksi berat seperti PHK. Satu-satunya bukti berupa transfer dana tanpa investigasi menyeluruh dinilai jauh dari standar pembuktian.

Tekanan publik meningkat tajam setelah Ferhad akhirnya memberikan pernyataan tegas yang mengungkap fakta kunci. Melalui pesan yang dikirimkan kepada penasihat hukum perusahaan dan kemudian diteruskan ke media ini, ia menyatakan:

“Faisal (Paizal) sama sekali tidak ada hubungannya dengan uang yang diberikan oleh Fajar ke saya. Uang itu bukan untuk memasukkan Fajar bekerja di perusahaan tempat saya bekerja saat ini yakni PT Allbets Marine. Saya siap menjadi saksi, baik perdata maupun pidana. Tidak perlu lagi ada negosiasi dengan perusahaan karena sudah jelas: awak tak salah, Faisal.”

Pernyataan saksi utama ini melemahkan posisi perusahaan dan memperkuat dugaan bahwa PHK dilakukan berdasarkan asumsi, bukan fakta.

Media ini telah berupaya menghubungi Hanif, pihak HRD PT Allbets Marine, namun hingga berita ini disusun tidak ada respons atas panggilan maupun pesan WhatsApp. Pihak penasihat hukum perusahaan hanya memberikan keterangan singkat bahwa mereka “ minta Paizal hadir besok Jum’at Jam 9.30 di kantor pengacara, akan mengundang HRD” untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.

Sementara itu, Paizal menegaskan tengah menyiapkan langkah hukum berjenjang, mulai dari proses pengawasan Disnaker hingga gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Ia juga mempertimbangkan laporan pidana atas dugaan ancaman kekerasan yang diterimanya. Pendampingan dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) telah ia tempuh untuk memperkuat posisi hukumnya.

Keluarga Paizal di Tanjungpinang turut menyuarakan keprihatinan dan menilai tindakan perusahaan tidak hanya merugikan hak pekerja, tetapi juga mencoreng nama baik keluarga.

Media ini juga menghubungi Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kepulauan Riau melalui WhatsApp untuk meminta tanggapan, namun hingga berita ini ditayangkan belum ada jawaban.

Kasus Paizal kini menjadi cermin penting bagi dunia industri Batam. Para pengamat menegaskan bahwa ekosistem hubungan industrial yang sehat tidak dapat dibangun dengan intimidasi, prasangka, dan prosedur yang cacat. Publik menunggu apakah regulator dan pengadilan akan memulihkan hak Paizal, atau justru membiarkan kasus ini menjadi pesan kelam bagi masa depan pekerja di Kota Industri tersebut.

[ tim ]

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *