banner 728x250
Batam  

Perjalanan Jurnalisme di Era Digital: Suara Nursalim dari Kepulauan Riau

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnews.com.Jakarta.-Dunia jurnalistik telah mengalami perubahan yang sangat signifikan dalam dua dekade terakhir. Dari era cetak ke era digital, dari ruang redaksi ke ruang virtual. Di tengah dinamika ini, Nursalim, Ketua Wartawan Online Indonesia Provinsi Kepulauan Riau, menjadi saksi sekaligus pelaku yang hidup dan tumbuh bersama arus perubahan tersebut. Dalam wawancara eksklusif yang dilakukan di Ruang Diskusi Pascasarjana UHAMKA Jakarta pada 7 Juli 2025, beliau membagikan kisah inspiratif tentang perjalanan panjangnya sebagai jurnalis serta pandangannya terhadap tantangan dan tanggung jawab dunia media hari ini.

banner 325x300

Nursalim memulai kariernya sebagai jurnalis sejak tahun 998. Awalnya, ia hanya menulis berita-berita lokal untuk buletin komunitas di daerahnya. Meski tampilannya sederhana dan jangkauannya terbatas, ia menyebut masa itu sebagai titik awal yang membuatnya jatuh cinta dengan dunia jurnalistik. Ia merasakan kepuasan tersendiri saat tulisannya mampu menyuarakan suara masyarakat kecil yang selama ini jarang terdengar. Dari buletin kecil itu, jalannya terbuka menuju media yang lebih besar, hingga akhirnya ia aktif menulis untuk media online yang menjangkau pembaca lintas daerah.

Ketika ditanya tentang ketertarikannya menjadi jurnalis, Nursalim menjawab dengan mantap bahwa keinginannya untuk menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat menjadi alasan utama. Di tengah membanjirnya informasi yang belum tentu benar, ia merasa profesi jurnalis memiliki posisi penting dalam memberikan pencerahan. “Saya ingin membantu mereka yang tidak punya suara agar didengar,” ujarnya. Dunia jurnalistik, baginya, adalah ruang belajar tanpa batas dan wadah untuk terus berinteraksi dengan berbagai lapisan masyarakat.

Dalam perjalanannya, Nursalim banyak terinspirasi oleh jurnalis-jurnalis hebat Indonesia. Rosihan Anwar, misalnya, menjadi sosok yang ia kagumi karena keberanian dan kejujurannya dalam menulis. Tak ketinggalan, Najwa Shihab juga menjadi panutannya karena konsistensi dan keberaniannya mengangkat isu-isu penting di ruang publik. Dari mereka ia belajar bahwa integritas adalah napas seorang jurnalis.

Berbicara tentang dinamika bekerja di media online, Nursalim menggambarkan situasi yang sangat cepat dan penuh tantangan. Tidak ada jam kerja tetap, karena berita bisa datang kapan saja. Dari pagi hingga tengah malam, seorang jurnalis harus siap kapan pun dibutuhkan. Ia mengungkapkan bahwa proses kerja di media online lebih cepat dan menuntut ketelitian yang tinggi. Setelah liputan, jurnalis dituntut langsung menulis dan mengunggah berita ke portal berita tanpa jeda waktu cetak. Kecepatan itu menjadi kekuatan sekaligus risiko, karena sedikit saja kesalahan bisa berdampak besar. Ia teringat betul pengalamannya saat meliput bencana alam. Di saat itu, masyarakat sangat bergantung pada media untuk mengetahui informasi terkini, dan ia merasa perannya sebagai jurnalis sangat dibutuhkan.

Terkait transformasi dari media konvensional ke media digital, Nursalim menyampaikan bahwa perubahan ini tidak bisa dihindari. Kini, masyarakat lebih memilih membaca berita lewat telepon genggam daripada membaca koran. Oleh karena itu, jurnalis dituntut untuk terus beradaptasi. Mereka tidak hanya harus menulis dengan baik, tetapi juga memahami cara membuat berita yang menarik di dunia digital, seperti penggunaan judul yang kuat, gambar yang relevan, hingga video yang mendukung isi berita. Meski demikian, ia menegaskan pentingnya menjaga etika jurnalistik. “Jangan sampai demi viral kita korbankan kebenaran,” pesannya.

Dalam memastikan akurasi informasi, Nursalim menekankan pentingnya konfirmasi. Ia dan rekan-rekan sesama jurnalis selalu berusaha menghubungi langsung narasumber atau pihak yang terlibat dalam suatu peristiwa sebelum menayangkan berita. Selain itu, jaringan komunikasi antarjurnalis juga berperan penting dalam menyaring dan memverifikasi informasi. Menurutnya, sumber resmi seperti data dari lembaga pemerintah dan badan hukum juga wajib dijadikan rujukan untuk menghindari kekeliruan.

Saat ditanya tentang pemilihan narasumber, Nursalim menjelaskan bahwa seorang jurnalis harus memilih narasumber yang tepat, relevan, dan memahami topik yang dibahas. Ia menyebutkan bahwa kredibilitas narasumber sangat menentukan kualitas berita. Lebih dari itu, jurnalis juga harus mampu menggali informasi dengan cara yang jujur, sopan, dan tidak memaksa.

Dalam menjelaskan prosedur penerbitan berita di media online, Nursalim menyebutkan bahwa meskipun prosesnya cepat, setiap berita tetap harus melewati tahapan yang terstruktur. Setelah meliput dan menulis berita, jurnalis menyerahkan naskah kepada editor. Editor akan memeriksa kesalahan penulisan, kebenaran isi berita, serta kelayakan tayang. Bila sudah dinyatakan layak, barulah berita diterbitkan secara online. Proses ini bisa berlangsung dalam hitungan jam, terutama jika menyangkut breaking news yang ditunggu masyarakat.

Ia juga menguraikan perbedaan antara berita online dan berita cetak. Menurutnya, berita online harus ringkas, langsung ke inti, dan disajikan dengan tampilan yang menarik. Ini karena pembaca online cenderung tidak menyukai bacaan yang panjang. Berbeda dengan media cetak yang menyajikan berita lebih mendalam dengan struktur yang lebih panjang dan analitis. Di media online, kecepatan dan visualisasi menjadi kekuatan utama.

Menyoroti isu sosial yang sedang hangat, Nursalim turut menyampaikan pandangannya mengenai kasus perundungan (bullying) di sekolah yang marak diberitakan di media online. Ia menilai bahwa media memiliki peran penting dalam mengangkat isu ini ke permukaan, agar masyarakat menyadari bahwa perundungan bukan hal yang sepele. Namun, ia juga mengingatkan agar jurnalis tetap berhati-hati dan menjaga etika, terutama dalam melindungi identitas anak-anak yang menjadi korban. “Media bukan tempat sensasi, tapi tempat edukasi,” ujarnya. Ia berharap pemberitaan tentang kasus-kasus sosial seperti ini bisa menggugah hati para pembuat kebijakan dan memicu perubahan yang lebih baik.

Wawancara ini menunjukkan bahwa profesi jurnalis bukan sekadar menyampaikan berita, tetapi juga menyuarakan nurani masyarakat. Jurnalis dituntut untuk tidak hanya cerdas dan cepat, tapi juga jujur dan bertanggung jawab. Sosok seperti Nursalim menjadi cerminan dari dedikasi seorang jurnalis yang tidak hanya berpikir tentang hari ini, tetapi juga masa depan bangsa melalui kekuatan kata-kata dan kejujuran informasi. (Nursalim Turatea).

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *