banner 728x250
Hukum  

Penerapan Pasal TPPU dalam Kasus Mafia Tanah Tanjungpinang: Ujian Integritas Aparat Penegak Hukum

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnewa.com-Tanjungpinang. — Sorotan publik terhadap kasus dugaan mafia tanah di Kota Tanjungpinang kini kian tajam. Di tengah meluasnya keresahan masyarakat atas lemahnya penegakan hukum terhadap kejahatan pertanahan, Gerakan Bersama Rakyat Kepulauan Riau (Geber Kepri) menyerukan penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk membongkar jaringan yang diduga melibatkan kekuatan finansial dan aktor-aktor berpengaruh di balik layar.

banner 325x300

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selama ini telah menekankan pentingnya pendekatan multi-lapis dalam memberantas kejahatan ekonomi, khususnya TPPU. Tindak pidana ini bukan sekadar soal aliran uang gelap, tetapi juga menjadi sarana penyamaran hasil kejahatan yang sering kali merusak tatanan sosial dan menghancurkan hak-hak dasar masyarakat, termasuk dalam kasus perampasan hak atas tanah. Dalam konteks kejahatan kemanusiaan dan korupsi sistemik, TPPU menjadi pintu masuk untuk membongkar lebih dari sekadar pelaku lapangan.

Dalam pernyataan resmi sebelumnya, Polda Kepulauan Riau menyebutkan adanya indikasi kuat perputaran uang dalam kasus pemalsuan sertifikat tanah. Namun, Geber Kepri menilai bahwa hingga saat ini belum ada langkah konkret yang menunjukkan penerapan pasal TPPU dalam berkas perkara yang telah diajukan penyidik ke Kejaksaan Negeri Tanjungpinang.

Ketidakjelasan status pasal ini mengundang kecurigaan masyarakat, apalagi setelah dalam pertemuan terbuka antara perwakilan Geber dan pihak Kejari pada Jumat, 25 Juli 2025, terungkap bahwa pasal TPPU tidak dimasukkan dalam berkas perkara. Kejanggalan ini memunculkan pertanyaan kritis: apakah aparat penegak hukum benar-benar berkomitmen mengusut tuntas perkara ini, ataukah terjadi kompromi politik dan ekonomi dalam proses penyidikan dan penuntutan?

UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan tegas memberikan ruang bagi penegakan hukum secara independen terhadap tindak pidana pencucian uang. Pasal 69 dari UU tersebut menyatakan bahwa penuntutan terhadap TPPU dapat dilakukan tanpa menunggu putusan pengadilan atas tindak pidana asal. Mahkamah Konstitusi pun telah menguatkan hal ini dalam putusan yurisprudensialnya, memberikan wewenang bagi penyidik dan penuntut untuk menjerat pelaku TPPU secara terpisah dan lebih cepat.

Dr. Rista Wiryawan, SH., LL.M., ahli hukum pidana ekonomi dari Universitas Indonesia, menyebut bahwa penerapan TPPU dalam kasus kejahatan pertanahan sangat penting karena bentuk eksploitasi seperti ini hampir selalu melibatkan pengalihan dana, transaksi tersembunyi, dan penguasaan aset ilegal. “Pasal TPPU dirancang untuk menjangkau mereka yang berdiri di belakang kejahatan—mereka yang mungkin tak pernah muncul di lokasi kejahatan, tapi mengatur segalanya dari jauh. Tanpa itu, keadilan hanya menyentuh kulitnya saja,”

Lebih jauh, Taufik Kurniawan dari PAKRAP (Pusat Studi Anti-Korupsi dan Reformasi Peradilan) menyebut bahwa ketidakjelasan penerapan TPPU merupakan gambaran nyata tarik-menarik kekuasaan antara penyidik dan penuntut umum. “Jika ada penolakan diam-diam atau pembiaran dari Kejari terhadap penerapan pasal TPPU, itu pertanda buruk. Tapi jika sejak awal penyidik tak mencantumkan pasal itu, maka publik juga harus bertanya: ada apa di balik penyidikan ini?”

Menurut Taufik, TPPU bukan hanya alat hukum, melainkan sarana strategis untuk mengungkap jaringan yang lebih luas—termasuk pemilik uang, pemodal, pengelola dana, dan penerima manfaat dari hasil kejahatan. Penelusuran rekening, pembekuan aset, hingga pemanggilan terhadap pihak-pihak yang diduga menikmati hasil pemalsuan sertifikat seharusnya sudah dimulai sejak tahap awal.

Geber Kepri menganggap lambannya proses hukum sebagai bentuk ketidakberpihakan terhadap masyarakat kecil yang menjadi korban mafia tanah. Ancaman aksi turun ke jalan bahkan telah disuarakan dengan keras, termasuk rencana penyegelan Kantor Kejari Tanjungpinang menggunakan rantai dan gembok jika tidak ada kejelasan hukum yang transparan dalam waktu dekat.

Lailatul Muna dari LPKS (Lembaga Pemantau Keadilan Sipil) menilai bahwa pembiaran dalam kasus ini akan menciptakan preseden berbahaya. “Jika mafia tanah bisa membeli perlindungan hukum, maka pesan yang disampaikan negara kepada rakyatnya sangat jelas: keadilan hanya untuk yang punya kuasa,”

Menurut Lailatul, pemakaian pasal TPPU seharusnya menjadi tonggak untuk memulai audit menyeluruh terhadap aset-aset mencurigakan milik para terduga pelaku. Pembelian properti mewah, investasi dengan nama fiktif, rekening gendut, dan pengalihan aset melalui keluarga atau proxy bisa jadi bagian dari skema yang lebih besar. “Ini bukan sekadar pemalsuan surat. Ini soal monopoli atas ruang hidup masyarakat. Negara tidak boleh ragu untuk menyikat habis semua jaringan mafia.

Dari sisi kelembagaan, PPATK sebagai institusi strategis di bidang analisis transaksi keuangan telah menyatakan komitmennya untuk memutus jalur keuangan dari kejahatan berat, termasuk pencucian uang hasil korupsi, perdagangan orang, hingga kejahatan agraria. Namun kerja PPATK akan menjadi sia-sia jika tidak dibarengi oleh keberanian penyidik dan penuntut untuk menggunakan data intelijen keuangan sebagai alat bukti dan penyelidikan lebih lanjut.

Geber Kepri menutup sikapnya dengan pernyataan tegas: “Kami tidak akan berhenti hanya karena pelaku lapangan ditangkap. Yang kami lawan adalah sistem yang memungkinkan tanah rakyat dirampas dan hukum dijadikan tameng para elit. Negara harus berpihak, dan hukum harus tegas, atau rakyat akan mengambil langkah sendiri.”

Kasus mafia tanah di Tanjungpinang, dimana korbannya ada di Bintan dan Batam. kini menjadi cermin besar bagi aparat penegak hukum di Indonesia. Ini bukan hanya soal satu kasus, tetapi tentang keberanian negara menindak kejahatan yang dibungkus rapi oleh kekuasaan dan uang. Jika pasal TPPU tidak segera diterapkan, maka pesan yang dikirim kepada publik sangat jelas: hukum bisa dibeli, dan keadilan tetaplah sebuah kemewahan.” (Arf)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *