banner 728x250

Oknum ASN DLHK Kepri Diduga Telantarkan Perempuan Hamil, Aktivis Desak Penindakan Tegas

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnews.com-Dompak- Kepulauan Riau.— Kasus dugaan penelantaran perempuan hamil yang menyeret nama seorang pegawai Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memicu sorotan publik. Nadiawati, wanita hamil delapan bulan, mengaku diabaikan oleh E—oknum ASN DLHK Kepri—yang diduga merupakan ayah biologis anak yang dikandungnya.

banner 325x300

Perjuangan Nadia untuk memperoleh perlindungan hukum dimulai ketika ia melapor ke Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kota Tanjungpinang. Namun, lebih dari satu bulan berlalu tanpa respons memadai. Merasa tidak mendapat perhatian, Nadia mencari bantuan ke Bunda Anis Anorita Zaini, aktivis yang kerap mengedukasi publik soal perlindungan perempuan dan anak.

Bersama Bunda Anis, Nadia melayangkan surat pengaduan resmi ke DLHK Kepri dan mencoba menemui E. Upaya komunikasi via telepon dan WhatsApp selama sepekan tak membuahkan hasil. Saat akhirnya ditemui di kantor DLHK, E hanya mengaku hubungannya dengan Nadia sebatas teman dan menolak memberikan klarifikasi, meski ditunjukkan bukti rekaman video call.

Bunda Anis juga bertemu Kepala Bidang Umum dan Kepegawaian DLHK, Azika, yang berjanji akan memanggil E. Namun, janji tersebut tak kunjung terealisasi. Kunjungan kedua ke DLHK juga gagal menemui Kepala Dinas karena sedang dinas luar, sehingga hanya dibuat berita acara untuk dilaporkan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kepri.

Dalam keterangan kepada media, Nadia mengungkap awal hubungan dengan E berawal dari perkenalan di media sosial lebih dari setahun lalu. Ia mengetahui dirinya hamil pada 28 November 2024 dan langsung memberi tahu E. Namun, komunikasi terputus sejak Juni 2025 setelah istri E mengetahui kehamilan tersebut.

Ketegangan memuncak ketika Nadia dan Bunda Anis menemui E bersama istrinya. Istri E melarang perekaman, mengusir asisten pribadi Bunda Anis, serta meremehkan kehamilan Nadia. Ia bahkan menunjukkan surat dokter yang menyatakan kemungkinan kecil E menjadi penyebab kehamilan, lalu menuduh Nadia berhubungan dengan pria lain. Saat ditanya soal bantuan biaya persalinan dan kebutuhan bayi, istri E menegaskan tidak akan memberi dukungan apa pun.

Bunda Anis menilai kasus ini bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan masalah serius karena melibatkan dugaan pelanggaran etika dan hukum oleh seorang ASN. “Negara seharusnya hadir untuk melindungi perempuan hamil, apalagi jika pelakunya adalah aparatur negara yang punya tanggung jawab moral dan hukum,” tegasnya.

Pakar hukum administrasi negara, Dr. R. Yuliantho, menilai dugaan penelantaran perempuan hamil oleh ASN bisa dikenakan sanksi ganda: disiplin kepegawaian dan pidana umum. “Jika terbukti, pelaku bisa dijerat sanksi berdasarkan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, mulai dari penurunan pangkat hingga pemberhentian. Dari sisi pidana, KUHP dan UU Perlindungan Perempuan dan Anak juga dapat digunakan,” ujarnya.

Pengamat kebijakan publik, Fitria Maulida, menambahkan bahwa kasus ini mencoreng citra ASN yang seharusnya menjadi teladan. “DLHK dan BKD Kepri harus transparan dan proaktif. Diam atau lambat merespons justru memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi,” katanya.

Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi kepada E belum membuahkan jawaban. Kasus ini diperkirakan akan menjadi ujian serius bagi komitmen Pemprov Kepri dalam menegakkan disiplin ASN sekaligus melindungi hak-hak perempuan dan anak.”(arf)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *