banner 728x250
Natuna  

Ngopi Pagi Bupati Aneng di Natuna: Hangat Bersama Insan Pers, Wacana Otonomi Baru Butuh Kajian Serius dan Realisme Pemerintahan

banner 120x600
banner 468x60

sidikfokusnews.com-Natuna.—
Dalam suasana santai yang penuh keakraban, Bupati Kepulauan Anambas, Aneng, meluangkan waktu bersua dengan para insan pers Natuna di sela agenda kunjungan kerjanya. Pertemuan berlangsung hangat di Rumah Makan Pagi Sore, Jalan Pramuka, Ranai. Didampingi sang istri, Bupati Aneng tampak menikmati teh telur khas Ranai sembari berbincang ringan tentang dinamika pembangunan di daerah kepulauan perbatasan utara Indonesia itu.

Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam tersebut, Aneng menekankan pentingnya kolaborasi dan kemitraan antara pemerintah daerah dan media massa. Ia menilai, media bukan sekadar penyampai informasi, tetapi mitra strategis dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.

banner 325x300

“Kita ini satu keluarga. Pemerintah dan media itu mitra dalam membangun daerah. Tanpa publikasi dan komunikasi yang baik, pembangunan tidak akan dirasakan masyarakat,” ujar Aneng dengan nada bersahabat namun tegas.

Menurutnya, setiap keberhasilan pembangunan di Anambas tidak akan berarti jika masyarakat tidak mengetahui dan memahami prosesnya. Ia juga menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan bentuk pertanggungjawaban moral sekaligus instrumen pendidikan politik yang sehat bagi masyarakat.

Suasana santai “ngopi pagi” itu menjadi ruang diskusi terbuka antara kepala daerah dan jurnalis dua kabupaten kepulauan terluar Indonesia tersebut. Para wartawan tampak antusias bertanya seputar arah pembangunan, sinergi antar daerah, hingga isu yang belakangan ramai diperbincangkan—wacana otonomi baru bagi Kepulauan Anambas.

Bupati Aneng tidak menampik bahwa dorongan untuk memperkuat otonomi daerah muncul dari semangat mempercepat pemerataan pembangunan dan pelayanan publik. Namun, wacana ini memunculkan beragam respons dari kalangan akademisi dan pengamat kebijakan daerah yang menilai perlunya kajian lebih mendalam sebelum melangkah lebih jauh.

Tokoh Mayarakat Anambas yang minta namanya tidak di sebutkan, menegaskan bahwa wacana pembentukan daerah otonomi baru (DOB) atau otonomi khusus (Otsus) perlu ditempatkan dalam kerangka hukum dan teknokrasi yang jelas.

“Kita perlu berpijak pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta regulasi turunannya. Pembentukan daerah otonomi baru tidak bisa sekadar didorong oleh keinginan politik atau romantisme identitas daerah. Ada prasyarat administratif, teknis, dan fiskal yang sangat ketat,” paparnya.

Ia menambahkan bahwa tantangan utama bagi daerah seperti Anambas bukan semata pada pembentukan entitas pemerintahan baru, melainkan pada penguatan tata kelola di tingkat kabupaten yang sudah ada.

“Kalau bicara soal Anambas, idealnya perkuat dulu kapasitas pemerintahan, efisiensi pelayanan publik, dan daya saing ekonomi lokal. Kalau langsung bicara otonomi khusus, itu langkah besar yang harus disertai kesiapan matang, bukan hanya semangat politik,” tegasnya.

Lanjutnya juga mengingatkan bahwa hingga kini pemerintah pusat masih menerapkan moratorium pemekaran daerah otonomi baru, sehingga langkah paling realistis bagi daerah-daerah kepulauan adalah memperkuat kolaborasi antarwilayah, terutama dalam konteks pembangunan maritim, perikanan, dan konektivitas logistik.

“Pendekatan yang bijak adalah memperkuat kerja sama regional antara Anambas dan Natuna, membangun pusat-pusat ekonomi baru, serta memastikan setiap kebijakan pembangunan memiliki manfaat langsung bagi masyarakat pesisir,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat politik lokal Natuna–Anambas menilai bahwa pernyataan Bupati Aneng soal wacana otonomi baru sebaiknya ditafsirkan sebagai bentuk aspirasi, bukan keputusan politik.

“Semangat beliau untuk memperjuangkan kepentingan daerah patut diapresiasi. Tapi harus hati-hati agar tidak menimbulkan ekspektasi berlebihan di masyarakat. Isu pembentukan provinsi atau otonomi baru sering kali muncul menjelang momentum politik tertentu,” katanya.

Menurutnya, transparansi dalam setiap wacana kebijakan menjadi penting agar masyarakat memahami konteks dan batasan yang ada, bukan sekadar terbawa euforia politik daerah.

Meski perbincangan di meja sarapan itu dibalut suasana santai, pertemuan tersebut merefleksikan dua wajah kepemimpinan daerah: satu sisi penuh semangat membangun dan menjaga harmoni sosial, di sisi lain menuntut kemampuan berpikir rasional dalam membaca arah kebijakan nasional.

Dalam pandangan banyak pihak, kehadiran Bupati Aneng di Natuna bukan hanya ajang silaturahmi antardaerah perbatasan, tetapi juga momentum memperkuat jalinan kolaborasi lintas kabupaten di gugusan terluar Nusantara.

“Semangat otonomi itu bagus,” tutup dari tokoh Masyarakat lainnya, menuturkan “tapi otonomi sejati lahir dari kesiapan dan kapasitas daerah. Cita-cita besar tak akan berarti tanpa fondasi yang kokoh.”

Ngopi pagi di Natuna pun akhirnya menjadi lebih dari sekadar temu santai — ia menjadi simbol dialog terbuka antara idealisme pembangunan daerah dan realitas kebijakan nasional. Sebuah refleksi bahwa membangun dari pulau-pulau terdepan bukan hanya soal semangat, tapi juga tentang menyiapkan arah, strategi, dan pijakan yang matang.”arf-6

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *