sidikfokusnews.com-Tanjungpinang.– Perantau asal Anambas di Kepulauan Riau kembali membuktikan bahwa ikatan persaudaraan tidak pernah bisa diputus oleh jarak. Melalui acara Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 Hijriyah, DPP-K3A Provinsi Kepri bersama Ikatan Keluarga Siantan (IKS) dan Ikatan Keluarga Jemaja (IKKAJA) sepakat menggelar peringatan hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW di Aula Mini Asrama H, Minggu 14 September 2025, pukul 08.00 WIB hingga selesai.
Bukan sekadar acara seremonial, peringatan ini dimaknai sebagai ruang untuk mempererat silaturahmi keluarga besar Anambas yang kini hidup dan menetap di Tanjungpinang, Bintan, dan sekitarnya. Lebih dari itu, momentum Maulid dijadikan titik temu, titik pulang, dan titik bangkit bagi orang Anambas di rantau.
Yang membuat acara ini berbeda adalah nuansa kebersamaan yang sengaja dihidupkan kembali. Panitia tidak sekadar menunggu anggaran, tetapi menggerakkan tradisi lama: “kue kita bawa masing-masing”. Setiap orang hadir dengan sumbangan khas, dari bubur pedas, lakse, epok-epok, mie tiaw, dodol, hingga gulai pasir. Sumbangan kecil dan sederhana ini justru menghadirkan makna besar: rasa kebersamaan, rasa kampung, rasa sekolah, dan rasa pulang.
Di balik sederhananya daftar sumbangan, tersimpan filosofi mendalam. Bahwa perantau tidak kehilangan jati diri, tidak lupa cita rasa, tidak abai pada persaudaraan. Semua yang hadir bukan tamu, melainkan keluarga yang membawa bagian dari dirinya untuk dikongsi bersama.
Seorang tokoh Anambas di Tanjungpinang menegaskan, “Anambas adalah kita. Maulid ini bukan hanya ibadah, tapi juga ladang amal. Kita mesti kembali menghidupkan budaya saling peduli, saling berbagi, dan saling menguatkan, agar orang Anambas di perantauan tidak tercerai-berai.”
Acara ini menjadi ekstrem dalam makna: sebuah kebangkitan kultural sekaligus kritik sosial. Ketika banyak acara besar hanya berhenti pada seremonial penuh pidato, Maulid Nabi ala keluarga Anambas di rantau justru tampil dengan kejujuran tradisi. Tidak ada sekat kelas, tidak ada panggung eksklusif. Yang ada hanyalah meja panjang penuh hidangan kampung dan hati yang lapang untuk berbagi.
Momentum ini sekaligus menjadi pesan politik kultural. Bahwa orang Anambas, di mana pun berada, tetap satu tubuh. Mereka sadar bahwa kepedulian terhadap sesama perantau adalah wajah asli dari masyarakat Anambas yang peduli, guyub, dan religius.
Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H di Tanjungpinang bukan sekadar acara keagamaan, melainkan sebuah pernyataan keras: persatuan hanya bisa tumbuh jika dihidupi dengan tradisi kebersamaan, bukan dengan diam dan acuh tak acuh.”redaksiSF