sidikfokusnews.com-Tanjungpinang- Kepulauan Riau.– Gelombang aspirasi masyarakat terkait maraknya peredaran rokok ilegal non cukai di Kepulauan Riau semakin menguat, menyusul berbagai temuan lapangan yang mengindikasikan adanya pola distribusi terstruktur. Para pengunjuk rasa menilai, Bea dan Cukai yang semestinya menjadi garda terdepan dalam pengawasan justru membuka celah akibat lemahnya kontrol, sehingga mafia rokok ilegal leluasa beroperasi.
Menurut salah satu koordinator aksi, persoalan ini bukan semata menyangkut pelanggaran peredaran rokok ilegal, melainkan juga lemahnya transparansi serta dugaan kolaborasi aparat penegak hukum dengan jaringan distribusi ilegal demi keuntungan finansial besar. “Kami melihat ada indikasi kuat bahwa praktik ini dibiarkan bahkan mungkin dipelihara. Itulah yang memicu keresahan masyarakat,” tegasnya.
Dalam audiensi yang direncanakan bersama pimpinan KPPBC Tanjungpinang, massa akan menuntut langkah konkret dari Bea Cukai. Mereka mendesak agar penindakan dilakukan tegas tanpa pandang bulu, dari hulu hingga hilir. Selama ini, operasi penindakan kerap hanya menyasar pengecer kecil, sementara jalur distribusi besar nyaris tak tersentuh.
Mereka juga meminta agar pintu masuk rokok dari kawasan Free Trade Zone (FTZ) ke wilayah kepabeanan diperketat. Lemahnya pengawasan di jalur ini diduga menjadi penyebab utama membanjirnya rokok ilegal di pasar lokal, khususnya di Tanjungpinang dan wilayah Kepri lainnya.
Keterbukaan informasi juga menjadi sorotan utama. Publik berhak mengetahui jumlah kasus penindakan, proses penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Bea Cukai, hingga sejauh mana tindak lanjut hukumnya. “Transparansi ini bukan hanya soal laporan formal, tapi pembuktian bahwa Bea Cukai benar-benar bekerja,” lanjut beserta aksi dalam penyampaian sikapnya.
Selain itu, massa menuntut pengawasan ketat terhadap kuota produksi rokok non cukai di pabrik-pabrik kawasan FTZ Batam–Bintan–Karimun (BBK). Kuota yang tidak diawasi dengan baik dinilai rawan disalahgunakan untuk memasok pasar ilegal di luar kawasan FTZ.
Ahli kepabeanan menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki kewenangan penuh sesuai Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai untuk melakukan pemeriksaan, penindakan, hingga penyidikan tindak pidana penyelundupan dan peredaran barang ilegal. Di bidang cukai, kewenangan itu mencakup penetapan, pemungutan, pengawasan cukai hasil tembakau, hingga pencabutan izin usaha pabrik yang melanggar ketentuan.
Pengamat kebijakan publik menilai, jika kewenangan tersebut dijalankan optimal dan transparan, peredaran rokok ilegal di Kepri bisa ditekan signifikan. Sebaliknya, lemahnya pengawasan hanya akan memperkuat dugaan adanya kolaborasi oknum aparat dengan jaringan mafia rokok ilegal, merugikan penerimaan negara, dan merusak iklim usaha yang sehat di daerah.
Aliansi gerakan bersama Kepri yang terdiri dari beberapa organisasi perkumpulan memastikan, inisiasi kolaborasi masyarakat melalui Gerakan Bersama (Gober) adalah bukti keseriusan mereka memperjuangkan masalah ini. Mereka menolak segala bentuk negosiasi yang berpotensi menghentikan aksi dengan alasan kepentingan pihak tertentu. “Kami akan terus bersuara sampai ada tindakan nyata, bukan janji kosong,” tegasnya.”(timredaksiSF)