sidikfokusnews.com – Batam — Beredarnya informasi di media sosial terkait dugaan anak tenggelam di kolam renang Apartemen Pollux Mega Superblok Batam kembali diluruskan oleh pihak manajemen. Dalam klarifikasi resminya, pihak manajemen menegaskan bahwa insiden tersebut tidaklah seperti yang ramai diberitakan, apalagi sampai menyebabkan korban jiwa atau luka serius.
Robert Manurung, selaku General Manager Pollux Mega Superblok Batam, menyampaikan bahwa pihaknya sangat menyayangkan beredarnya kabar yang tidak sesuai fakta tersebut, karena menimbulkan keresahan di kalangan penghuni apartemen maupun masyarakat umum. Ia memastikan kejadian yang sebenarnya hanyalah peristiwa ringan yang sudah ditangani secara cepat dan profesional oleh petugas keamanan apartemen.
Peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 10.50 hingga 11.12 WIB, saat seorang ibu bersama dua anaknya, berusia 6 tahun dan 8 tahun, hendak menggunakan fasilitas kolam renang yang terletak di lantai 6. Mereka diketahui sebagai penyewa sementara di Tower 2, Unit 11-03.
Saat ibu dan anak laki-lakinya masih berganti pakaian sambil mengurus administrasi di pos keamanan, anak perempuan berusia 6 tahun secara tiba-tiba melompat ke kolam dewasa yang memiliki kedalaman melebihi tinggi badannya. Karena tidak mahir berenang, anak tersebut sempat meminta tolong.
Kejadian ini langsung ditangani dengan cepat oleh petugas keamanan yang sudah siaga di sekitar kolam, dibantu warga yang juga tengah berenang di lokasi tersebut. Anak tersebut segera dievakuasi ke koridor lantai 6 untuk diberikan pertolongan pertama. Setelah kondisinya dipastikan stabil dan mampu berbicara, pihak manajemen bersama orang tua membawa anak tersebut ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut guna memastikan keamanannya.
Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa anak tersebut sehat dan tidak mengalami cedera apapun. Heri Sinambela, anggota Buser Polsek Batam Kota, juga mengonfirmasi bahwa anak tersebut sudah sehat dan kembali beraktivitas seperti biasa.
Dalam proses klarifikasi kepada pihak Polsek Batam Center, orang tua korban menyampaikan bahwa kejadian ini murni karena kelalaian kecil yang langsung ditangani di tempat dan tidak berujung pada kejadian fatal.
Robert Manurung menegaskan, informasi yang beredar di media sosial tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Ia berharap masyarakat, khususnya pengguna media sosial, dapat lebih bijak dalam menyikapi informasi yang belum terverifikasi.
“Tidak benar ada korban tenggelam hingga fatal sebagaimana isu yang beredar. Semua sudah kami tangani dengan baik sesuai prosedur. Kami meminta masyarakat lebih cermat dalam menyebarkan informasi,” tegas Robert.
Manajemen juga mengimbau agar seluruh orang tua lebih memperhatikan anak-anak mereka saat beraktivitas di area kolam renang atau fasilitas umum lainnya demi menghindari kejadian serupa.
“Kolam renang memang penuh risiko jika tidak diawasi. Namun kami pastikan, semua fasilitas diawasi oleh petugas profesional demi kenyamanan dan keselamatan penghuni,” tambahnya.
Manajemen berharap dengan adanya klarifikasi ini, tidak ada lagi kesalahpahaman yang berlarut-larut dan masyarakat bisa memahami kejadian ini sebagaimana mestinya: bukan tenggelam, bukan fatal, dan sudah tertangani dengan baik.
“Anaknya kini sehat, aman, dan kembali beraktivitas seperti biasa,” pungkas Robert Manurung.” (Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 101