sidikfokusnews.com.Tanjungpinang.- Usai penganugerahan Ingatan Budi oleh Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, publik kembali diingatkan akan pentingnya peran lembaga adat dalam menjaga warisan nilai, identitas budaya, dan kelestarian lingkungan. Di tengah perubahan zaman yang begitu cepat, LAM sebagai penjaga marwah Melayu, dituntut bukan hanya menjaga ritus dan simbol adat, tetapi juga menjadi aktor strategis dalam pembangunan yang berbasis kearifan lokal.
Kepulauan Riau sebagai wilayah maritim dengan sejarah panjang peradaban Melayu, tentu memiliki tanggung jawab besar. Di sinilah LAM Kepri mengambil posisi sentral—sebagai penjaga jati diri dan arah moral masyarakat di tanah Segantang Lada.
Dari Seremonial ke Substansial. Menurut Dr. Tengku Imran Zainal, budayawan dan pengajar adat di Universitas Maritim Raja Ali Haji, LAM Kepri tidak boleh hanya diposisikan sebagai pelengkap dalam agenda seremonial pemerintahan.
“LAM Kepri harus bangkit menjadi institusi moral bangsa Melayu Kepulauan, yang mampu berbicara soal etika bernegara, kelestarian budaya, sampai advokasi terhadap kerusakan lingkungan,” ujarnya.
Ia menyebut LAM Kepri memiliki potensi besar untuk menempati posisi strategis dalam pengambilan kebijakan lokal, seperti dalam pengelolaan ruang laut, perlindungan situs sejarah, hingga pelestarian bahasa dan manuskrip Melayu klasik.
Menjaga Kearifan Adat, Menyelamatkan Alam
Kepulauan Riau dikenal dengan kekayaan bahari dan hutan mangrovenya. Namun tekanan industri ekstraktif, ekspansi pariwisata massal, dan alih fungsi lahan terus mengancam ekosistem dan warisan ekologis masyarakat adat pesisir.
Yayasan Alam Melayu Hijau (YAMHI) mencatat bahwa dalam 10 tahun terakhir, Kepulauan Riau kehilangan lebih dari 6.500 hektare hutan mangrove, yang sebagian besar berada di wilayah yang dulunya dihuni oleh komunitas adat nelayan.
Nuraini Malik, aktivis lingkungan dan antropolog dari Batam, menilai bahwa LAM Kepri perlu menjadi garda terdepan dalam membangun narasi keberlanjutan berbasis adat.
> “Dalam tradisi Melayu lama, hutan itu bukan hanya sumber, tapi ibu yang dirawat. Laut itu bukan komoditas, tapi saudara yang dihormati. Nilai-nilai ini harus dimunculkan kembali, dan LAM Kepri punya otoritas moral untuk itu,” tegasnya.
Sinergi dengan Pemerintah: Bukan Sekadar Simbolik. Penguatan peran LAM Kepri juga diharapkan berjalan seiring dengan kebijakan pemerintah daerah. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah inisiatif kolaboratif mulai terbentuk, seperti:
Revitalisasi Kampung Adat Melayu di Pulau Penyengat dan Natuna
Pelibatan LAM dalam pengawasan tata ruang pesisir dan reklamasi
Kurikulum muatan lokal Melayu di sekolah dasar dan menengah yang dikembangkan bersama Dinas Pendidikan dan LAM
Namun, menurut Prof. Dr. Syaiful Azhar, ahli sosiologi budaya dari Universitas Andalas, sinergi ini belum cukup.
> “Masih banyak ruang untuk memperkuat peran LAM dalam pengambilan keputusan. Misalnya, LAM bisa terlibat aktif dalam memberi rekomendasi lingkungan sebelum izin tambang atau reklamasi diberikan,” tuturnya.
Ia mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Pelibatan LAM dalam setiap kebijakan strategis daerah yang menyentuh aspek sosial, budaya, dan ekologis masyarakat adat.
Membangun Generasi Baru Melayu Beradat. Tantangan lainnya adalah regenerasi. Banyak anak muda Melayu hari ini lebih mengenal budaya global ketimbang akar budayanya sendiri. LAM Kepri dituntut untuk tidak hanya menjadi penjaga masa lalu, tetapi pengarah masa depan.
Rizki Adnan, penggiat literasi Melayu dari komunitas Selat Kata, menekankan pentingnya transformasi digital LAM.
> “LAM Kepri harus masuk YouTube, TikTok, platform literasi. Perkenalkan adat bukan sebagai beban sejarah, tapi identitas masa depan. Ajarkan pantun bukan sekadar sastra, tapi sebagai logika berpikir yang cerdas dan beretika,” jelasnya.
Ia berharap ke depan akan lahir ‘Duta Budaya Melayu’ dari kalangan milenial yang tidak hanya mengenal tanjak dan gurindam, tetapi juga bisa berbicara adat dalam konteks demokrasi, hak perempuan, dan keberlanjutan alam.
Dalam prosesi adat LAM Riau yang dihadiri Kapolri, Kapolda Kepri Irjen Pol Asep Safrudin, S.I.K., M.H. turut menyampaikan komitmennya terhadap pelestarian adat dan budaya di wilayah Kepulauan Riau.
> “Kami di Polda Kepri berkomitmen untuk menjadikan nilai-nilai kearifan lokal sebagai fondasi kedekatan dengan masyarakat. Sebab adat bukan sekadar warisan, tapi panduan moral dalam pengabdian,” ungkapnya.
Hal ini menjadi sinyal positif bahwa pelestarian adat bisa bersanding dengan institusi negara—bukan dalam relasi subordinatif, tetapi sebagai kemitraan etis demi harmoni sosial.
Harapan Baru di Tengah Gelombang Zaman.LAM Kepri bukan sekadar lembaga adat. Ia adalah penjaga jati diri, pengawal marwah, dan penyambung napas peradaban Melayu di era modern.
Agar tidak menjadi menara gading yang hanya bergaung dalam upacara, LAM Kepri perlu hadir di tengah masyarakat—bersuara ketika hutan dibabat, ketika laut dicemari, dan ketika adat dilupakan.” (Arf)