banner 728x250
Daerah  

Kuliah Tamu Technopreneurship di ITS: Dari Digital Marketing ke Kedaulatan Data dan Model Bisnis Pancasila

banner 120x600
banner 468x60

sidikfokusnews.com-Surabaya.– Ada kebanggaan tersendiri ketika kembali ke kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), tempat lahirnya mata kuliah Technopreneurship. Dulu, mata kuliah ini hanya berupa eksperimen 2 SKS yang dirintis oleh IKA ITS bersama Dwi Sutjipto. Kini, setelah melewati perjalanan panjang, mata kuliah tersebut resmi menjadi mata kuliah wajib yang membekali mahasiswa agar siap menghadapi tantangan era digital.

Dalam kesempatan terbaru, Prof. Mukhtashor mengundang salah satu perintis program tersebut sebagai dosen tamu. Namun, materi yang disampaikan kali ini tidak lagi sebatas trik digital marketing seperti strategi konten, iklan berbayar, atau teknik membidik audiens. Ada pesan yang lebih fundamental: pentingnya kedaulatan digital dan model bisnis yang berpihak pada bangsa sendiri.

banner 325x300

Sang narasumber menegaskan bahwa “data adalah emas baru”, bahkan lebih berharga daripada minyak. Negara yang gagal menguasai dan melindungi datanya akan terjebak menjadi pasar yang dikuasai korporasi asing. Ia membandingkan tiga model besar yang selama ini memengaruhi perekonomian dunia: kapitalis yang agresif mengejar profit namun menciptakan ketimpangan, sosialis/komunis yang berfokus pada pemerataan tetapi kerap stagnan, serta Pancasila yang ditawarkan sebagai jalan tengah melalui semangat gotong royong, koperasi digital, dan partisipasi rakyat.

Menurutnya, tantangan terbesar generasi muda bukan sekadar mampu bersaing di pasar digital global, melainkan berani merancang ekosistem bisnis digital yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa. “Technopreneur muda jangan hanya jadi pemain kecil dalam ekosistem kapitalis global. Jadilah pelopor model bisnis digital berbasis Pancasila, agar bangsa ini tidak hanya jadi konsumen, tapi juga tuan rumah di tanah sendiri,” tegasnya.

Pakar ekonomi digital Universitas Airlangga, Dr. Rachmat Hidayat, menilai gagasan ini relevan di tengah tren platform economy. Ia menekankan bahwa dominasi raksasa teknologi asing di Indonesia bukan hanya soal bisnis, melainkan juga menyangkut kedaulatan negara. “Kalau data kita tidak dikuasai, algoritme yang mengendalikan perilaku masyarakat juga bisa dimonopoli pihak luar. Konsep koperasi digital ala Pancasila bisa menjadi jawaban, meski tentu butuh ekosistem regulasi dan insentif yang kuat,” ujarnya.

Sementara itu, pengamat teknologi informasi, Ir. Andi Susilo, menambahkan bahwa semangat gotong royong dalam model bisnis digital dapat mendorong startup lokal bertahan menghadapi kompetisi yang sangat ketat. “Anak muda harus diajarkan bukan hanya tentang bagaimana mencari keuntungan, tapi juga bagaimana usahanya membawa manfaat bagi masyarakat luas. Itulah yang membedakan technopreneur berbasis Pancasila dengan model lain,” katanya.

Kuliah tamu ini sekaligus menandai transformasi orientasi mata kuliah Technopreneurship di ITS. Jika dulu fokus pada keterampilan praktis pemasaran digital, kini mahasiswa diajak berpikir lebih luas: bagaimana membangun kemandirian ekonomi digital dengan filosofi bangsa sendiri.

Dengan semangat tersebut, ITS bukan hanya mencetak technopreneur yang pandai memasarkan produk, tetapi juga melahirkan generasi yang memiliki kesadaran geopolitik digital—bahwa kedaulatan data dan keadilan ekonomi harus menjadi fondasi dalam membangun Indonesia sebagai bangsa berdaulat di era teknologi.”(arf-6)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *