banner 728x250

Kisruh Internal FPK Kepri: Mbok Yuni Pertanyakan SK Pergantian Mendadak, Pengamat Soroti Krisis Moral Organisasi

banner 120x600
banner 468x60

sidikfokusnews.com-Tanjungpinang —
Riak persoalan internal kembali mengguncang tubuh Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Salah satu pengurus aktif, Mbok Yuni, yang dikenal sebagai figur perempuan aktif di lingkungan Paguyuban Warga DKI Jakarta di Tanjungpinang Kepri, mengungkap adanya pergantian jabatan yang dilakukan secara mendadak tanpa penjelasan resmi — dan dinilainya sebagai bentuk pelanggaran terhadap etika organisasi.

Yuni mengaku baru enam bulan menjabat dalam periode ketiga kepengurusan FPK, namun tiba-tiba mendengar kabar bahwa posisinya telah digantikan melalui Surat Keputusan (SK) perubahan yang tidak pernah ia terima atau ketahui sebelumnya.

banner 325x300

“Saya ini baru enam bulan di periode ketiga. SK saya masih berlaku, tapi katanya sudah diganti. Saya tidak tahu posisi saya sekarang sebagai apa di FPK. Pernah dijanjikan oleh Kaban akan direview, akan dicari jalan tengahnya, tapi sudah hampir dua bulan saya menunggu — belum juga ada pemanggilan,” ujar Yuni kepada media ini dengan nada kecewa.

Menurutnya, dirinya berasal dari suku Betawi dan aktif dalam Paguyuban Warga DKI Jakarta yang sah berdomisili di Tanjungpinang. Namun, penggantinya disebut berasal dari forum lain bernama Forum Silaturahmi Warga DKI Jakarta (Fosiwaja), yang memiliki atribut dan struktur berbeda dari paguyuban tempatnya bernaung.

“Yang menggantikan saya katanya dari forum Fosiwaja. Tapi saya tidak tahu prosesnya bagaimana. Bendera yang diakui itu yang mana, saya juga kurang tahu. Yang jelas saya bukan dari forum itu, dan tidak pernah ada rapat atau musyawarah sebelumnya,” tegas Yuni.

Ia menilai langkah tersebut bukan hanya mencederai proses administratif, tetapi juga menimbulkan kebingungan di kalangan anggota. “Tidak ada klarifikasi resmi dari pengurus provinsi. Semuanya seolah berjalan diam-diam,” tambahnya.

Menanggapi kisruh ini, pengamat organisasi dari Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA), menilai bahwa persoalan yang dialami Yuni Betawi mencerminkan lemahnya sistem komunikasi dan tata kelola di banyak organisasi kemasyarakatan tingkat daerah.

“Masalah seperti ini sering muncul karena tidak ada kejelasan mekanisme penggantian pengurus. Padahal, dalam lembaga seperti FPK yang membawa semangat kebangsaan, setiap perubahan struktur harus melalui musyawarah dan transparansi,” tegasnya.

Ia menilai bahwa pergantian jabatan tanpa pemberitahuan formal dapat menggerus kepercayaan internal dan mencoreng kredibilitas lembaga.

“Ini bukan semata soal administrasi, tapi soal marwah. Jika seseorang diganti tanpa dasar dan penjelasan yang jelas, itu pelanggaran terhadap etika organisasi,” ujarnya.

Menurutnya, FPK sejatinya adalah wadah pemersatu — tempat berbagai etnis, paguyuban, dan komunitas bertemu dalam semangat kebhinekaan. Namun, realitas di lapangan justru menunjukkan adanya pergeseran nilai, dari pembauran menuju dominasi kelompok tertentu.

“FPK bukan alat politik atau forum perebutan posisi. Jika lembaga ini malah memunculkan konflik internal, maka makna ‘pembauran’ itu sendiri hilang. Pemimpin FPK harus hadir sebagai perekat, bukan sumber perpecahan,” tambahnya.

Yuni menuturkan agar polemik ini bisa diselesaikan secara musyawarah dan adil. Ia menunggu realisasi dari janji Kepala Badan Kesbangpol yang sebelumnya berkomitmen meninjau ulang SK pergantian tersebut.

“Saya tidak mencari jabatan. Saya hanya ingin ada kejelasan dan keadilan. Kalau memang ada perubahan, bicarakan secara terbuka. Saya sudah menunggu hampir dua bulan, tapi belum juga ada panggilan atau kejelasan,” ungkapnya.

Ia menambahkan, ketidakjelasan ini juga membuat rekan-rekan sesama pengurus di Paguyuban DKI Jakarta bingung dengan status keanggotaan mereka di tubuh FPK.

“Teman-teman di lapangan pun bertanya-tanya, siapa yang sah? Karena tidak ada surat resmi yang menjelaskan,” ujarnya.

Menurut Tokoh Masyarakat dan pengamat sosial yang enggan disebutkan namanya, akar dari permasalahan ini bukan semata soal SK atau jabatan, melainkan krisis nilai dan arah moral berorganisasi.

“Banyak organisasi daerah hari ini kehilangan arah moral. Padahal organisasi bukan tempat mencari posisi, tapi wadah menanam pengabdian. Jika nilai ini hilang, maka perpecahan adalah konsekuensi logisnya,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa FPK Kepri harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap struktur internal dan proses kepemimpinannya, serta membentuk tim mediasi independen yang dapat menengahi pihak-pihak yang berselisih.

“Pemimpin sejati bukan yang lihai mengganti orang, tapi yang berani menjaga kepercayaan dan marwah lembaganya,” tegasnya.

Kini, FPK Kepri berada di titik krusial — antara memperbaiki citra dengan menegakkan etika organisasi, atau membiarkan konflik personal merusak keutuhan forum pembauran yang semestinya menjadi simbol harmoni antarsuku di daerah.

Publik kini menanti sikap tegas dari Ketua FPK Kepri, Nazaruddin, SH., M.H., yang disebut-sebut belum memberikan klarifikasi terbuka atas polemik tersebut. Dalam situasi yang kian sensitif, sikap diam hanya akan memperdalam krisis kepercayaan di tubuh organisasi.

Sebagaimana dikatakan salah satu aktivis Lokal, yang turut hadir pada saat media ini mewawancarai Mbok Yuni menuturkan

“Ketua FPK seharusnya jadi penengah, bukan justru bersembunyi di bawah meja seolah tidak tahu persoalan. FPK dibentuk untuk membaurkan perbedaan, bukan menambah perpecahan.”

Dan di tengah penantian panjang Mbok Yuni, terselip pesan yang menggugah nurani organisasi mana pun:
lembaga tanpa kejujuran dan moral, akan kehilangan arah — betapapun megah strukturnya di atas kertas.”arf-6

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *