banner 728x250

Keserentakan Dirombak, Peta Politik Diacak Ulang Bagaimana Putusan MK Memecah Pemilu, Memusingkan Regulasi, dan Menggeser Kekuatan Partai—dari Senayan hingga Kepulauan Riau

banner 120x600
banner 468x60

 

Jakarta, 1 Juli 2025 — Gelombang baru mengguncang politik nasional setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi dan memutuskan pemilu nasional (presiden, DPR, DPD) harus dipisahkan dari pemilu daerah (DPRD serta Pilkada). Mulai 2029, jeda antardua hajatan demokrasi itu boleh maksimal dua tahun enam bulan.

banner 325x300

Keputusan bernomor 135/PUU-XXII/2024 ini otomatis menabrak siklus jabatan legislatif di provinsi dan kabupaten/kota yang terlanjur “kepanjangan” akibat penjadwalan sebelumnya. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku masih menelaah aspek teknis—dari logistik surat suara hingga penataan ulang tahapan—sebelum merumuskan Peraturan KPU turunan.

Regulasi Tersendat di Senayan

Di DPR, pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu justru kian ruwet. Fraksi-fraksi terbelah: sebagian—terutama NasDem, Demokrat, PAN—menilai jeda dua pesta demokrasi bakal merugikan basis suara mereka; sebagian lain melihat momentum untuk menguatkan partai ber-“coat-tail” kuat. Lobi lintas-fraksi sudah dua kali menskors rapat Panitia Kerja RUU Pemilu pekan ini, pertanda tarik-menarik belum selesai.

Komisi II DPR RI berjanji “mengejar target” tetapi mengakui peta kepentingan berubah total pascaputusan MK. “Kami masih menyerap aspirasi publik sekaligus menghitung beban anggaran tambahan,” ujar Wakil Ketua Komisi II Aria Bima.

Apa Maknanya bagi Strategi Pemenangan?

Pengamat Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Jojo Rohi, menyebut pemisahan pemilu bakal mengakhiri pola “tandem” caleg pusat–daerah. “Selama ini caleg DPR RI menjadi sumber logistik bagi caleg DPRD. Tanpa pemilu serentak, aliran dana dan koordinasi kampanye terputus,” katanya.

Ahmad Sabiq dari Universitas Jenderal Soedirman menambahkan, ruang politik lokal justru berpeluang tampil lebih menonjol karena tidak lagi tertutup kampanye nasional. “Tokoh daerah dengan popularitas organik akan punya panggung sendiri, sekaligus memaksa partai memperbaiki kaderisasi,” ujarnya.

Yusak Farchan dari Citra Institute menilai keputusan MK “meredam wacana pilkada lewat DPRD, tetapi memaksa parpol membangun mesin grass-roots yang selama ini diabaikan.” Jika mesin itu tak lekas dibenahi—keanggotaan jelas, database pemilih terkelola—angka Party ID (afiliasi emosional pemilih ke partai) makin tergerus.

Parpol Tanpa “Ekor Jas” Terancam

Coat-tail effect—di mana popularitas capres mendongkrak suara partai koalisinya—akan berkurang drastis karena jarak pemilu. Partai ber-Party ID rendah tetapi selama ini menumpang elektabilitas figur nasional terancam terpental di Senayan. Sebaliknya, partai dengan jejaring akar rumput solid (PDIP, Golkar, Gerindra, PKB) dinilai lebih siap bertarung mandiri.

Kepri: Kursi Ketiga dan Keempat Diprediksi Bergeser

Dapil Kepulauan Riau selama ini hanya memperebutkan empat kursi DPR RI. Hasil Pemilu 2024 menampakkan satu petahana bertahan, tiga kursi diisi wajah baru. Dengan pemilu nasional terpisah, analis lokal memprediksi komposisi 2029 berubah lagi:

Kursi pertama diyakini tetap diperebutkan partai besar ber-basis massa tradisional.

Kursi kedua relatif aman bagi partai yang punya incumbent populer.

Kursi ketiga dan keempat paling rentan bergeser karena hilangnya “subsidi” suara dari caleg DPRD dan calon kepala daerah yang biasanya satu paket kampanye.

Di tingkat DPRD Provinsi serta kabupaten/kota, tim internal partai kini menyeleksi tokoh yang bukan sekadar kuat dana, tetapi sanggup menjadi “magnet elektoral lokal”—public figure, pemuka agama, atau aktivis UMKM—karena jadwal berdekatan dengan Pilkada.

Pilkada 2029: Kader Eksekutif jadi Penentu

Dengan Pilkada digelar berbarengan DPRD, jumlah figur partai yang menempati jabatan eksekutif akan berpengaruh langsung pada kesuksesan legislatif. “Kalau banyak kader parpol menduduki kursi bupati/wali kota, mereka otomatis jadi mesin kampanye permanen,” kata Aria Bima. Pengisian jabatan di birokrasi daerah, program bantuan sosial, hingga jaringan kepala desa diprediksi menjadi kanal popularitas instan. Ujar, chaidar pengamat politik Kepulauan Riau

Jalan Keluar: Paket Reformasi Terpadu

Para peneliti merekomendasikan revisi UU Pemilu dilakukan bersamaan dengan:

Pembenahan UU Parpol—memaksa transparansi keuangan, standardisasi rekrutmen, dan audit Party ID.

Skema pendanaan kampanye berbasis negara agar ketimpangan logistik antarcaleg tidak melebar.

Harmonisasi UU Pemerintahan Daerah untuk mencegah benturan jadwal dan mengatur transisi masa jabatan.

Tanpa paket terpadu, Indonesia berisiko terjebak dalam siklus “pemilu koreksi pemilu” yang melelahkan sekaligus mahal. Jojo Rohi mengingatkan, “Kita sudah beberapa kali merevisi UU Pemilu hanya untuk menambal lubang baru yang belum sempat muncul ketika pasal disusun.”
Putusan MK memang final dan mengikat, tapi implikasinya masih jauh dari kata final. Di Senayan, tarik-uluran pasal krusial berpotensi molor hingga tahun penyiapan tahapan 2027. Di KPU, tim teknis berkejaran dengan kalender; di daerah, partai berburu figur magnetik. Sembari menunggu regulasi turun, satu hal pasti: peta persaingan 2029 tak lagi mengikuti pola lama. Dalam lanskap baru yang dipisah jarak waktu, hanya partai dengan identitas kuat, kader tangguh, dan akar lokal rimbun yang mampu bertahan. (tim Redaksi SP)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *