sidikfokusnews.com.Batam.-Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Amsakar Achmad, membuka Batam Investment Forum 2025 yang digelar di Balairungsari, BP Batam, Kamis (17/7/2025).
Forum ini diinisiasi Bisnis Indonesia bersama BP Batam dengan didukung Bank Mandiri, Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia dan Apindo Batam.
Mengangkat tema Menjaga Daya Saing Batam: Mengurai Tantangan, Menata Strategi Pertumbuhan, forum bergengsi ini menjadi ajang strategi lintas sektor untuk bertukar gagasan dan merumuskan upaya strategis dalam mendorong daya saing investasi dan memperkuat posisi Batam sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi.
Dalam kesempatan tersebut, Amsakar Achmad bersama Li Claudia Chandra mengajak seluruh pihak untuk tetap optimis terhadap pertumbuhan ekonomi Batam di tengah dinamika global.
Menurut Amsakar, ada tiga alasan utama Batam harus optimis menatap masa depan. Pertama, secara historis, Batam didesain sebagai kawasan investasi.
Kedua, indikator makro ekonomi yang terus menunjukkan trend positif. Realisasi investasi tahun 2024 sebesar Rp 43,26 triliun atau mencapai 108,15 persen, dan tahun yang sama, surplus neraca perdagangan Batam sebesar USD 6,82 miliar serta kunjungan wisatawan hingga 1,32 juta orang.
Ketiga, Batam didukung infrastruktur dan ekosistem bisnis. Ada 31 kawasan industri, 135 industri shipyard, empat Kawasan Ekonomi Khusus dan tiga Proyek Strategis Nasional.
“Ekosistem bisnis di sini (Batam) memberikan kontribusi nyata terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. Maka, penting bagi kita untuk terus memperkuat daya saing, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga regional dan internasional,” jelasnya.
Lebih lanjut, Amsakar menambahkan perhatian pemerintah terhadap Batam begitu besar, dengan keluarnya dua regulasi strategis untuk memperkuat peran BP Batam dalam mengelola investasi, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 dan 28 Tahun 2025. Regulasi itu mendelegasikan kewenangan dari kementerian/lembaga kepada BP Batam.
Hal itu, diyakini akan mempercepat proses investasi dan menyederhanakan birokrasi yang selama ini kerap menjadi kendala.
Amsakar beharap pentingnya Batam untuk aktif merespons dinamika regional, termasuk kebijakan tarif resiprokal 19% dari Amerika Serikat yang dikhawatirkan dapat memberikan dampak kurang menguntungkan bagi iklim investasi.
“Mari kita kuatkan barisan, kita bangun energi positif untuk saling memperkuat satu sama lain,” pungkasnya.
Turut hadir Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra dan seluruh Deputi BP Batam serta lebih dari 150 peserta forum dari pelaku usaha, asosiasi, kawasan industri, akademisi, pemerintah dan perbankan.
Batam Investment Forum 2025 menghadirkan 4 narasumber dan menyampaikan perspektif strategis dalam memperkuat arah pertumbuhan ekonomi Batam yaitu Achmad Ma’ruf Maulana selaku Ketua Umum HKI Indonesia; Fary Francis selaku Anggota/Deputi Investasi dan Pengusahaan BP Batam; Dendi Ramdani sebagai Head of Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk serta Firman Sumabrata selaku Vice President PT Bank Mandiri (Persero).”(Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 66