Batam — sidikfokusnews.com — Dalam suasana yang khusyuk dan sarat makna spiritual, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Batam menggelar peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah pada Jumat, 27 Juni 2025. Bertempat di Aula Kemenag Kota Batam, acara ini diwarnai dengan balutan pakaian serba putih sebagai lambang kesucian, keikhlasan, dan harapan baru untuk menapaki tahun yang penuh tantangan dengan hati yang lebih tenang dan niat yang lebih bersih.

Dengan mengusung tema “Damai Bersama Manusia dan Alam”, peringatan tahun baru ini menjadi momentum berharga untuk merefleksikan nilai-nilai keislaman yang damai, inklusif, dan sejuk. Acara diawali dengan istighasah bersama yang dipimpin langsung oleh Kepala Kantor Kemenag Kota Batam, H. Budi Dermawan, S.Ag., M.Sy., yang memimpin doa dan dzikir dengan penuh ketawadhuan. Lantunan istighfar “Astaghfirullāhal ‘Azhīm” menggema memenuhi ruangan, menyentuh hati setiap hadirin hingga membuat bulu roma merinding—sebuah simbol kuat dari kerinduan akan ampunan dan bimbingan Ilahi.
Istighasah kali ini menjadi wadah spiritual kolektif, tempat para ASN dan jajaran Kemenag Batam bersimpuh bersama memanjatkan harapan dan doa. Di antara dzikir yang dibaca secara berjamaah adalah:
“Astaghfirullāhal ‘Azhīm” yang dilantunkan sebanyak 100 kali sebagai wujud permohonan ampun kepada Allah Yang Maha Agung. Disusul dengan kalimat “Yā Ḥayyu Yā Qayyūm birahmatika astaghīth”, dibaca pula sebanyak 100 kali, sebagai ikrar permohonan pertolongan hanya kepada Allah Yang Maha Hidup dan Maha Menegakkan segala sesuatu. Dzikir selanjutnya, “Āmantu billāh” diucapkan sebanyak 100 kali untuk mempertegas iman dan keyakinan seluruh hadirin kepada Allah SWT.
Suasana menjadi semakin sakral saat hadirin membaca shalawat panjang kepada Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi:
“Allāhumma ṣalli ṣalātan kāmilatan wa sallim salāman tāmmā ‘alā Sayyidinā Muḥammad…”
Doa tersebut memohon agar Allah SWT melimpahkan shalawat dan salam yang sempurna kepada Baginda Nabi, sebagai jalan terbukanya berbagai simpul kesulitan, penghapus segala duka, penyempurna hajat, pencapai cita-cita, dan sebab datangnya hujan rahmat. Shalawat ini juga mengandung harapan agar Allah menurunkan husnul khatimah dan menebarkan keberkahan kepada keluarga serta sahabat-sahabat Rasulullah, dalam setiap denyut nafas dan kedipan mata sebanyak ilmu yang dimiliki Allah SWT.

Ayat suci dari Surah At-Taubah ayat 128 turut dibaca sebanyak tujuh kali:
“Laqad jā’akum rasūlum min anfusikum ‘azīzun ‘alayhi mā ‘anittum…”
Ayat ini mengingatkan umat akan kehadiran Rasul yang begitu mencintai dan peduli pada penderitaan umatnya, menjadi teladan kasih sayang dan kelembutan, terlebih di zaman penuh tantangan seperti saat ini.
Lantunan “Lā ilāha illallāh” yang diulang sebanyak 100 kali menjadi puncak dzikir yang mengakar dalam tauhid, meneguhkan hati seluruh hadirin untuk selalu kembali kepada satu-satunya Tuhan, Allah SWT, dalam segala urusan kehidupan.
Tidak hanya kegiatan ritual, acara ini juga menjadi cerminan dari komitmen Kemenag Batam dalam membumikan semangat Moderasi Beragama. Terlihat dari hadirnya para penyelenggara agama lintas iman yang berdiri bersama dalam harmoni: Made Karmawan, S.Ag. (Hindu), Franciscus Septadi S., SE (Katolik), Ester Sri Liasna, S.Si (Kristen), Supriyanto, S.Pd.B (Buddha), serta pejabat struktural lainnya seperti Magdalena Silfia, S.S., M.M., H. Syahbudi, S.Kom., dan Andika Setiawan, SH., MH. Hal ini menunjukkan bahwa kedamaian yang dibangun tidak hanya untuk umat Islam semata, tetapi untuk seluruh umat manusia dan alam semesta.
Momentum Tahun Baru Islam ini menegaskan bahwa hijrah bukan sekadar perpindahan waktu, tetapi sebuah proses spiritual yang mengajak manusia untuk berpindah dari kekacauan menuju keteraturan, dari perpecahan menuju persatuan, dari kerusakan menuju keberlanjutan lingkungan. Tema “Peaceful Muharram” atau “Muharram yang Damai” sangat kontekstual dengan realitas hari ini di mana krisis ekologi dan kemanusiaan membutuhkan lebih banyak ketenangan, kebijaksanaan, dan kepedulian lintas sektoral.
Dengan membawa semangat BerAKHLAK dan nilai-nilai luhur Islam yang rahmatan lil ‘alamin, Kementerian Agama Kota Batam kembali meneguhkan perannya sebagai pelayan umat yang adil dan membina kedamaian. Peringatan Tahun Baru Islam ini bukan hanya ritual tahunan, tetapi titik tolak menuju masa depan yang lebih bersih, damai, dan bersinergi dengan alam. Semoga Tahun Baru 1447 Hijriah menjadi awal kebangkitan spiritual, sosial, dan ekologis bagi masyarakat Batam dan seluruh umat.(Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 61