sidikfokusnews.com. Tanjungpinang — Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau kembali menegaskan komitmennya dalam menerapkan pendekatan Restorative Justice (RJ) sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana yang mengedepankan pemulihan, bukan pembalasan. Pada Rabu, 26 November 2025, Kejati Kepri menyelesaikan empat perkara sekaligus dari Batam dan Karimun melalui mekanisme penghentian penuntutan berbasis keadilan restoratif.
Ekspose perkara berlangsung di Kejati Kepri, dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri J. Devy Sudarso, didampingi Wakajati Kepri, Aspidum, Koordinator, dan para Kasi pada Bidang Pidum. Proses ini juga diikuti secara daring oleh Kepala Kejaksaan Negeri Batam I Wayan Wiradarma dan jajaran, serta Kepala Kejaksaan Negeri Karimun Dr. Denny Wicaksono.
Turut hadir secara virtual Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Dr. Undang Magopal, yang memberikan persetujuan atas penghentian penuntutan untuk empat perkara tersebut.
Empat Perkara yang Diselesaikan
Empat kasus yang disetujui dihentikan melalui RJ terdiri dari:
- Hendra Syahputra alias Hendra dan Rizky Handika Mulia – dugaan pencurian (Pasal 363 Ayat 2 KUHP)
- Muhammad Putra Ramadhan – dugaan penganiayaan (Pasal 351 Ayat 1 KUHP)
- Rosma Yulita, S.E. – laporan palsu (Pasal 220 KUHP)
- Agil Haikal Maulana, Aidil Fitra Sawaludin, dan Muhammad Azhar – pencurian (Pasal 363 Ayat 1 Ke-4 jo Pasal 53 Ayat 1 KUHP)
Tiga perkara berasal dari Kejaksaan Negeri Batam, sementara satu perkara diajukan oleh Kejaksaan Negeri Karimun.
Alasan Penghentian Penuntutan
Jampidum Kejagung RI menyetujui penghentian penuntutan karena seluruh perkara telah memenuhi syarat Restorative Justice sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022. Beberapa pertimbangan utama meliputi:
- Tersangka dan korban telah mencapai kesepakatan damai
- Para tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana
- Ancaman hukuman masing-masing perkara tidak lebih dari lima tahun penjara
- Para tersangka mengakui kesalahan dan korban memberikan maaf
- Pertimbangan sosiologis: masyarakat memberikan respons positif demi menjaga harmoni sosial
Dengan terpenuhinya seluruh persyaratan tersebut, proses hukum formil dinilai tidak lagi diperlukan dan dapat digantikan dengan pemulihan hubungan secara damai.
Menuju Penerbitan SKP2
Kajati Kepri J. Devy Sudarso menyampaikan bahwa setelah persetujuan ditetapkan oleh Jampidum, Kepala Kejaksaan Negeri Batam dan Karimun akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).
“Semua proses dilakukan sesuai ketentuan regulasi untuk memastikan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum,” ujarnya.
Penegakan Hukum Humanis
Kejati Kepri menyatakan bahwa penerapan keadilan restoratif merupakan bagian dari pembaruan sistem peradilan yang menekankan pemulihan keadaan, perlindungan bagi korban, serta pembinaan bagi pelaku, tanpa mengedepankan pendekatan represif.
Pendekatan RJ dinilai lebih sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, terutama untuk perkara-perkara ringan yang berpotensi mencederai rasa keadilan jika diproses dengan penuh secara litigatif.
“Kami memastikan penegakan hukum yang humanis, sederhana, cepat, dan berbiaya ringan,” kata Devy.
20 Perkara Diselesaikan Sepanjang 2025
Selama Januari hingga November 2025, Kejati Kepri telah menyelesaikan 20 perkara melalui mekanisme Restorative Justice. Jumlah ini menunjukkan adanya peningkatan pemanfaatan RJ sebagai solusi penyelesaian perkara yang berorientasi pada pemulihan hubungan sosial.
“Melalui kebijakan RJ ini, kami berharap tidak ada lagi warga kecil yang merasa diperlakukan tidak adil,” tegas Devy.
Kejati Kepri menegaskan bahwa penggunaan pendekatan RJ bukan berarti mengendurkan penegakan hukum, melainkan memastikan hukum bekerja secara proporsional, manusiawi, dan sesuai kebutuhan masyarakat.
Sumber: Kejati Kepri melalui Kasi Penkum Yusnar Yusuf, S.H., M.H.
[ arf-6 ]

















