sidikfokusnews.com-Tanjungpinang — Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar, Rizki Faisal, angkat bicara menanggapi proses hukum yang menjerat warga Tanjungpinang bernama Deis, yang kini menjalani persidangan atas dugaan perusakan plang milik Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kanwil Kepri dengan nilai kerugian yang disebut hanya sebesar Rp 1,2 juta.
Rizki menyayangkan sikap aparat dan lembaga pemerintah yang dianggap kurang bijak dalam menangani perkara kecil semacam ini. Ia menegaskan, persoalan hukum seharusnya disikapi dengan hati nurani dan proporsionalitas keadilan.
“Kasus seperti ini seharusnya disikapi dengan hati nurani. Jangan sampai hukum terasa tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Untuk perkara plang dengan nilai yang sangat kecil, apalagi tanpa bukti kuat kepemilikan resmi, mestinya tidak perlu sampai menyeret warga ke penjara,” ujar Rizki Faisal dalam keterangannya di Tanjungpinang, Sabtu (9/11).
Politisi Golkar dari Daerah Pemilihan Kepulauan Riau ini juga menyoroti aspek hukum formal dalam kasus tersebut. Menurutnya, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 dengan jelas mengatur bahwa perkara dengan nilai kerugian di bawah Rp 2,5 juta termasuk kategori tindak pidana ringan (Tipiring). Oleh karena itu, Rizki menilai bahwa penerapan hukum dalam perkara ini telah keluar dari semangat keadilan substantif.
“Kalau benar nilai kerugian hanya Rp 1,2 juta seperti yang disebutkan dalam persidangan, maka secara hukum seharusnya perkara ini tidak bisa diproses dengan prosedur pidana umum. Saya mendorong agar aparat penegak hukum—baik Kejaksaan maupun Pengadilan—mengutamakan keadilan substantif dan kepatutan hukum,” tegasnya.
Lebih jauh, Rizki meminta agar BPN Kanwil Kepri menempuh langkah yang lebih bijak dan humanis dalam menyikapi persoalan masyarakat, terutama warga kecil yang sudah lama bermukim dan menggantungkan hidupnya di lokasi yang dipersoalkan.
“Kalau warga sudah puluhan tahun tinggal dan membuka usaha di sana, mestinya BPN mengedepankan dialog, bukan langsung menempuh jalur pidana. Negara hadir untuk melindungi rakyat, bukan menakut-nakuti,” tambah Rizki.
Kasus yang dikenal sebagai “Perkara Plang Rp 1,2 Juta” itu bermula pada tahun 2024. Deis, seorang warga yang sudah lama menempati dan menjalankan usaha bengkel di sebuah ruko di Tanjungpinang, tiba-tiba dipermasalahkan setelah BPN Kanwil Kepri memasang plang bertuliskan “Milik BPN” di area tersebut. Plang tersebut kemudian diklaim rusak, dan pihak BPN melaporkan Deis ke aparat penegak hukum atas dugaan perusakan barang milik negara.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, saksi dari pihak BPN menyebutkan bahwa nilai kerugian dari plang yang rusak itu hanya Rp 1.200.000. Nilai tersebut jelas berada di bawah batas perkara yang dikategorikan Tipiring, sebagaimana diatur dalam Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Sidang lanjutan dijadwalkan pada Selasa, 11 November 2025, dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Hingga berita ini diturunkan, pihak BPN Kanwil Kepri belum memberikan keterangan resmi kepada media mengenai alasan pelaporan maupun dasar hukum yang digunakan dalam perkara tersebut.
Pengamat, menilai kasus ini menunjukkan lemahnya penerapan asas proporsionalitas dalam penegakan hukum di daerah.
“Ketika aparat lebih cepat menjerat warga kecil dalam perkara kecil, tapi lamban menangani kasus besar yang melibatkan korporasi atau pejabat, maka publik berhak mempertanyakan arah moral hukum kita. Kasus seperti ini seharusnya menjadi koreksi bagi institusi negara agar tidak kehilangan kepekaan sosial,” ujarnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan memantik perdebatan luas tentang wajah penegakan hukum di daerah. Banyak pihak menilai bahwa jika perkara bernilai Rp 1,2 juta bisa berujung ke penjara, maka citra hukum Indonesia sedang menghadapi krisis keadilan yang serius.
Seperti disampaikan Rizki Faisal, “Keadilan sejati tidak lahir dari teks undang-undang, melainkan dari nurani penegak hukum yang mampu menempatkan manusia di atas pasal.” arf-6

















