Oleh Dr. Nursalim Tinggi Turatea, S. Pd., M. Pd
Ketua Afiliasi Pengajar, Penulis, Bahasa, Sastra, Seni dan Desain Provinsi Kepulauan Riau
Sulawesi, pulau berbentuk unik yang membentang di jantung Indonesia, bukan hanya terkenal karena panorama alamnya yang memesona, tetapi juga karena kekayaan sejarah dan budaya yang dimilikinya. Di balik megahnya pegunungan, lebatnya hutan, dan ramainya pesisir pantai, tersimpan kisah panjang tentang leluhur purba yang pernah mendiami pulau ini. Semua bermula dari sebuah peradaban kuno yang dikenal dengan nama ToAla, berpusat di kawasan Leang-Leang, Maros, dan Pangkep.
Bagi para arkeolog, Leang-Leang adalah saksi bisu peradaban awal Sulawesi. Lukisan tangan berusia ribuan tahun yang terpatri di dinding gua menjadi bukti bahwa kawasan ini pernah menjadi rumah bagi komunitas manusia purba. Mereka bukan sekadar pemburu dan pengumpul, tetapi juga pelukis sejarah yang meninggalkan jejak budaya. Dari komunitas inilah, berbagai suku besar Sulawesi lahir dan berkembang.
Toraja: Penjaga Ritual di Atas Awan
Sebagian kelompok ToAla bergerak menuju utara, menapaki Pegunungan Latimojong yang megah. Di sinilah lahir Suku Toraja atau ToRaya, yang kini terkenal dengan rumah adat Tongkonan, pemakaman tebing, dan upacara kematian yang spektakuler. “Toraja adalah salah satu kelompok yang paling berhasil mempertahankan warisan leluhur,” ujar seorang peneliti budaya Sulawesi, menggambarkan betapa kuatnya ikatan mereka terhadap tradisi dan struktur sosial yang kompleks.
Suku Da’a: Penjelajah yang Setia pada Alam
Kelompok ToAla lainnya memilih bergerak ke arah barat, menjalani hidup sebagai komunitas nomaden yang dikenal sebagai Suku Da’a. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain, hidup selaras dengan alam, dan mempertahankan sistem sosial yang sederhana namun kuat. Sejarawan meyakini, Suku Da’a adalah salah satu kelompok tertua yang masih bertahan di Sulawesi hingga kini.
Mandar: Para Pelaut dan Pedagang Ulung
Dari garis keturunan Da’a yang menetap di pesisir barat Sulawesi, lahirlah Suku Mandar. Proses akulturasi dengan masyarakat pesisir melahirkan identitas baru yang dikenal piawai dalam seni pelayaran dan perdagangan. Perahu Sandeq, simbol kejayaan maritim Mandar, hingga kini tetap menjadi kebanggaan dan bukti keahlian mereka menaklukkan lautan.
ToUgi dan Makassar: Jejak Migrasi Asia Daratan
Wilayah asal ToAla juga mengalami gelombang perubahan ketika pendatang dari Asia daratan—menurut sebagian teori, dari wilayah Yunnan—membawa sistem tulisan dan tata bahasa baru. Dari interaksi ini lahirlah kelompok ToUgi, yang memiliki gaya bicara tegas dan lugas. Sebagian kelompok Da’a yang bermigrasi ke selatan kemudian berkembang menjadi Suku Makassar, suku besar yang sejak lama dikenal sebagai pusat perdagangan dan pelaut tangguh di Indonesia timur.
Warisan yang Menyatukan
Sejarah panjang ini menegaskan bahwa pembentukan identitas suku-suku di Sulawesi bukanlah proses yang instan. Ia adalah hasil dari migrasi, adaptasi, percampuran budaya, dan inovasi. Dari ToAla hingga Toraja, Da’a, Mandar, ToUgi, dan Makassar, setiap suku adalah lembaran cerita yang memperkaya mozaik kebudayaan Nusantara.
“Sejarah ini bukan hanya milik orang Sulawesi, tetapi milik kita semua sebagai bangsa Indonesia,” kata seorang sejarawan Universitas Hasanuddin. “Memahami akar budaya berarti memahami siapa kita hari ini.”
Di era modern, warisan ini tidak hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga sumber inspirasi untuk merajut kembali persatuan di tengah keberagaman. Sulawesi, dengan segala kisah dan sukunya, adalah bukti hidup bahwa perbedaan bukan untuk memisahkan, melainkan untuk memperkuat.”redaksi SF