banner 728x250
Budaya  

Jejak Nakhoda Alang dan Warisan Siantan: Menelusuri Sejarah Maritim Anambas yang Terlupakan

banner 120x600
banner 468x60

 

Anambas, sidikfokusnews.com_Di tengah geliat pembangunan pariwisata dan peningkatan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA), ada satu titik sejarah yang terus memanggil untuk diungkap lebih dalam: Makam Keramat Siantan, yang dipercaya sebagai peristirahatan terakhir seorang tokoh penting bernama Nakhoda Alang—seorang kapten bajak laut yang menjadi tangan kanan tokoh besar kerajaan Johor-Riau, Datok Kaye Dewa Perkase.

banner 325x300

Cerita tentang makam ini bukan sekadar legenda lokal, tetapi fragmen dari sejarah maritim Melayu yang sangat kaya namun masih belum sepenuhnya dipublikasikan ke khalayak. Inilah kisah panjang yang disampaikan oleh Dato’ Raja Amurullah, tokoh pendiri K3A (Kerukunan Keluarga Kepulauan Anambas), yang mengangkat kembali sejarah yang nyaris dilupakan ini, dan menyerukan agar masyarakat—khususnya generasi muda—mulai mengenali dan membanggakan warisan leluhur mereka.

Dari Makam Keramat ke Peta Kekuasaan Laut

Nama Nakhoda Alang mungkin asing bagi sebagian orang, tapi dalam narasi lisan masyarakat Siantan, ia dikenal sebagai seorang pemimpin armada laut yang gagah berani, dan dipercaya menjadi salah satu tokoh pelindung Kerajaan Johor pada masa keemasannya. Perannya bukan sekadar bajak laut, tapi lebih tepat disebut sebagai “kapten perang” yang menguasai jalur-jalur perdagangan strategis di Laut Cina Selatan, termasuk wilayah Siantan dan pulau-pulau sekitarnya.

Datok Kaye Dewa Perkase, yang diyakini sebagai salah satu tokoh bangsawan dari cabang kekuasaan Johor-Riau, menjadikan Siantan sebagai pangkalan penting. Nakhoda Alang kemudian diutus memimpin kawasan ini sebagai “mata dan tangan” kerajaan, menjaga jalur laut dari para perompak asing dan menjadi jembatan antara pusat kekuasaan di Johor dengan gugusan pulau-pulau yang kini masuk wilayah Anambas.

Asal Usul Nama “Siantan”, Palmatak, dan Jemaja

Sejarah lisan yang dituturkan dari generasi ke generasi menyebut bahwa nama Siantan berasal dari kata “Santan”, yakni tanaman kelapa yang melimpah di wilayah ini, atau bisa juga dari istilah “Santan” yang dalam logat Melayu tua berarti pelabuhan singgah. Siantan sejak abad ke-17 menjadi tempat persinggahan penting para pedagang, pelaut, dan utusan kerajaan yang hendak ke Natuna, Kalimantan, atau Semenanjung Malaya.

Adapun Palmatak dan Jemaja, dua pulau besar lain di Anambas, memiliki akar toponimi yang juga menarik. “Palmatak” diyakini berasal dari kata “Palma” dan “Tatak” (bermakna ‘tertanda’), merujuk pada pulau yang dahulu menjadi titik navigasi laut. Sementara “Jemaja” berasal dari istilah “Jemaat Raja” atau “Jamah Raja”, tempat berkumpulnya pasukan atau panglima kerajaan sebelum ekspedisi laut.

Upaya Menjadikan Makam Keramat Sebagai Wisata Religius

Kini, pemerintah daerah berencana mengangkat Makam Keramat Nakhoda Alang sebagai salah satu destinasi wisata religi dan sejarah di Anambas. Namun upaya ini membutuhkan lebih dari sekadar infrastruktur fisik. Butuh narasi sejarah yang kuat dan dapat diakses masyarakat luas.

“Kita harus mulai menulis sejarah kita sendiri. Jangan menunggu orang luar untuk menggali dan mengklaim warisan ini,” tegas Dato’ Raja Amurullah. Ia berharap akan ada sejarawan lokal, jurnalis, atau peneliti muda yang tergerak mendokumentasikan kisah Nakhoda Alang secara lebih akademis dan bisa menjadi bagian dari literatur sejarah maritim Melayu.

Seruan untuk Masyarakat Anambas: Waktunya Bangkitkan Sejarah Kita

Sejarah bukan hanya milik masa lalu—ia adalah fondasi jati diri. Bagi masyarakat Anambas, kisah Nakhoda Alang dan peran strategis Siantan adalah bukti nyata bahwa wilayah ini bukanlah “pinggiran” sejarah, tetapi bagian penting dari jalur emas perdagangan Asia Tenggara.

Menjadikan Makam Nakhoda Alang sebagai titik awal kebangkitan kesadaran sejarah bukan hanya langkah pelestarian budaya, tapi juga strategi pariwisata yang autentik dan berkelanjutan. Wisatawan tidak hanya datang untuk melihat pantai dan terumbu karang, tetapi juga untuk menyentuh kisah manusia dan kepahlawanan yang tertanam di tanah ini.

Makam Keramat Siantan adalah simbol. Ia mewakili keberanian, loyalitas, dan strategi. Ia adalah pengingat bahwa di balik tiap pulau kecil, ada kisah besar. Maka tugas kita hari ini adalah menyelamatkan cerita itu dari senyap dan menjadikannya bahan bakar kebanggaan bagi generasi mendatang.

Seperti kata Dato Raja Amurullah, “Kalau kite tak tulis sejarah kite, siapa lagi yang mau peduli?” (arf)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *