sidikfikusnews.com – Batam.– Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, Imigrasi Batam kembali berinovasi dengan menghadirkan layanan izin tinggal Reach Out atau metode jemput bola bertajuk Immicare. Inovasi ini dilaksanakan dengan petugas Imigrasi Batam yang turun langsung ke kawasan ekonomi khusus (KEK) Kota Batam dan kawasan industri untuk memberikan layanan izin tinggal.
Layanan ini sejalan dengan upaya Imigrasi Batam mendorong pertumbuhan investasi di wilayah Batam melalui kemudahan perizinan bagi investor asing dan Tenaga Kerja Asing (TKA), serta pemberian penyuluhan keimigrasian di pusat kegiatan ekonomi.
Bertempat di Batamindo Industrial Park, layanan izin tinggal reach-out resmi diluncurkan oleh Kepala Kantor Imigrasi Batam, Hajar Aswad. Acara tersebut turut dihadiri oleh Kepala Ombudsman Perwakilan Kepulauan Riau, Dr. Lagat Parroha Patar Siadari; Kepala Bidang Dokumen Perjalanan Izin Tinggal dan Status Keimigrasian Kantor Wilayah Ditjenim Kepulauan Riau, Wira Zulfika; Kasubdit Promosi dan Investasi BP Batam, Kristina; serta Executive Director PT. Batamindo Investment Cakrawala, Mook Sooi Wah.
Kepala Kantor Imigrasi Batam, Hajar Aswad, menyebut Batamindo, Panbil, dan Kabil sebagai tiga lokasi awal layanan jemput bola ini. Ke depan, layanan akan terus diperluas ke kawasan industri lainnya. Metode reach-out ini diinisiasi dari keberhasilan program Eazy Paspor yang sebelumnya melayani WNI, namun kali ini diarahkan untuk menjawab kebutuhan TKA dan investor yang beraktivitas di kawasan industri dan KEK, dengan lokasi yang relatif jauh dari kantor layanan izin tinggal Imigrasi Batam.
Selain layanan izin tinggal, Imigrasi juga menghadirkan Coaching Clinic sebagai sarana informasi terkait izin tinggal, keimigrasian, dan kemudahan layanan perusahaan di kawasan. Edukasi ini mencakup aturan dan fasilitas, termasuk skema jangka panjang seperti Golden Visa 5 tahun bagi pimpinan perusahaan dan keluarganya.
“Uji coba layanan ini dapat menjadi pijakan awal menuju layanan yang lebih prima, serta mampu memberikan dampak positif dalam meningkatkan daya saing Batam sebagai kawasan strategis investasi global,” ujar Hajar Aswad. Ia menambahkan bahwa evaluasi dari tiga lokasi awal akan menentukan apakah Immicare akan diperluas ke seluruh kawasan industri dan KEK. “Harapannya Batam bisa menjadi pilot project bagi seluruh Indonesia,” tambahnya.
Rangkaian kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi penguatan layanan keimigrasian dalam program akselerasi yang dicanangkan oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto. Ke depannya, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam akan terus berinovasi dan adaptif terhadap kebutuhan pengguna jasa keimigrasian di wilayah Batam. Inovasi ini juga sejalan dengan semangat Ease of Doing Business (EoDB) yang menjadi prioritas nasional dalam meningkatkan iklim investasi.
General Manager PT Batamindo, Mook Sooi Wah, turut mendukung penuh layanan jemput bola ini. Ia menyebut program tersebut mampu mengurangi hambatan investasi dan mempercepat produktivitas.
“Semoga program ini menjadi tonggak penting bagi pertumbuhan ekonomi Batam dan Indonesia,” ujarnya. Dengan menciptakan akses langsung terhadap layanan keimigrasian di pusat kegiatan ekonomi, Imigrasi Batam berperan strategis sebagai fasilitator pertumbuhan investasi dan penguatan ekosistem industri di wilayah perbatasan.”(Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 106