sidikfokusnews.com – Batam.– Suasana penuh kekeluargaan menyelimuti halaman Masjid An-Nur Villa Pesona Asri pada Senin malam, 29 September 2025. Ratusan jamaah dan anggota Persatuan Muballigh Batam (PMB) Kecamatan Batam Kota berkumpul dalam rangkaian acara Halaqoh Ilmiah yang rutin digelar setiap bulan. Acara kali ini terasa istimewa karena tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga forum diskusi terbuka mengenai keorganisasian, pembagian jadwal dakwah, serta perencanaan program untuk tahun mendatang.
Kegiatan dimulai dengan jamuan makan malam bersama. Menu yang disajikan begitu berkelas, hasil kerja keras panitia yang sejak pagi sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Informasi dari MC menyebutkan, Ustadz Bagus Mulyadi bahkan berangkat pagi-pagi sekali ke pasar Nagoya untuk memastikan kebutuhan konsumsi acara terpenuhi dengan baik. Usai makan malam, para muballigh kemudian menikmati kopi dan teh hangat yang menambah suasana keakraban.
Setelah santap malam, acara inti pun dimulai. Kyai Munhamir, Lc., muballigh asal Cilacap, membuka halaqoh dengan bacaan ayat suci Al-Qur’an. Lantunan ayat yang dibawakannya terdengar khas, dengan irama yang memadukan nuansa tradisional Cilacap, sehingga membuat seluruh hadirin terhanyut dalam kekhusyukan. Bacaan tersebut tidak hanya menambah semangat, tetapi juga memberikan ketenangan bagi para peserta yang hadir.
Rangkaian acara kemudian dipimpin langsung oleh Kuat Hasanuddin, tokoh yang sudah tidak asing lagi bagi kalangan muballigh Batam Kota. Dengan gaya khasnya yang lugas dan penuh semangat, beliau menyapa jamaah dan menyampaikan pentingnya menjadikan halaqoh ilmiah sebagai wadah musyawarah yang produktif. Tidak hanya itu, kehadiran Kyai Dr. Asmaldi turut memberikan warna, ditambah lagi dengan sapaan khas Kyai Hasanuddin kepada para hadirin yang membuat suasana semakin hangat.
Di tengah jalannya acara, hadir pula Sekretaris PMB Batam Kota, Kyai Robi Kurniawmemilik, yang langsung disambut dengan hangat. Kehadirannya semakin menambah semangat peserta karena beliau dikenal sebagai salah satu penggerak utama dalam menjaga soliditas organisasi PMB.
Dalam sesi pembahasan, Kyai Robi memaparkan secara tuntas berbagai isu penting terkait keberlangsungan organisasi. Salah satu fokus utama adalah penjadwalan muballigh di masjid-masjid yang masih menimbulkan keluhan. Sejumlah pengurus masjid, seperti Masjid Baitul Adzim dan beberapa masjid lain, meminta agar jadwal muballigh dari PMB disusun lebih fleksibel. Ada pula usulan agar jadwal dakwah diatur secara selang-seling agar seimbang dengan muballigh setempat.
“Saat ini kita memiliki 94 masjid binaan. Masalah penjadwalan jangan sampai mengganggu stabilitas organisasi. Mari kita duduk bersama, kumpulkan seluruh masjid dan muballigh agar ditemukan solusi yang terbaik,” ujar Kyai Robi dalam rapat, yang disambut anggukan setuju para peserta. Beliau juga menegaskan pentingnya koordinasi agar tidak terjadi lagi kasus di mana seorang muballigh datang ke masjid padahal tidak ada jadwal di hari tersebut.
Halaqoh ilmiah ini tidak hanya membahas teknis penjadwalan, tetapi juga membicarakan arah organisasi ke depan, termasuk peran PMB dalam menjaga kualitas dakwah, menguatkan ukhuwah Islamiyah, serta memastikan para muballigh berkontribusi positif bagi masyarakat Batam.
Acara yang dihadiri 81 orang muballigh ini ditutup dengan pesan kebersamaan. Sebelum pulang, peserta diajak untuk melakukan foto bersama di depan spanduk acara yang rencananya akan dijadikan spanduk permanen sebagai pengingat kebersamaan. Bahkan, ada rencana besar untuk menyusun kalender khusus PMB di akhir tahun, dengan menampilkan dokumentasi kegiatan dan profil muballigh.
Kebesaran Masjid An-Nur Villa Pesona Asri tidak hanya terletak pada bangunannya yang megah, tetapi juga pada aktivitas yang menghidupkan isi dan ruh masjid. Dengan suasana penuh semangat, halaqoh kali ini menjadi bukti nyata bahwa PMB Batam Kota tidak hanya menjaga tradisi silaturahmi, tetapi juga serius membangun peran organisasi sebagai pilar dakwah dan penguatan masyarakat.
Dengan semangat musyawarah, ukhuwah, dan kebersamaan, Halaqoh Ilmiah PMB Batam Kota kembali menegaskan perannya sebagai wadah strategis dalam memperkuat peran muballigh, menyatukan visi, serta meneguhkan langkah ke depan dalam menjaga keberlangsungan dakwah Islam di tengah masyarakat Batam yang dinamis.”(Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 44