banner 728x250

Gelombang Penolakan Makin Menguat, Forum Peduli Ibu Kota Kepri Gelar Rapat Konsolidasi “Tolak Lelang Gurindam 12”

banner 120x600
banner 468x60

sidikfokusnews.com-Tanjungpinang.– Polemik pelelangan kawasan strategis Gurindam 12 belum menemukan titik reda. Alih-alih meredam, keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Riau bersama Pemerintah Provinsi Kepri untuk menunda proses lelang justru semakin memicu gelombang konsolidasi rakyat. Sejumlah elemen masyarakat menilai penundaan bukanlah solusi, melainkan sekadar “rem darurat” yang bisa sewaktu-waktu dilepas bila tekanan publik melemah.

Forum Peduli Ibu Kota (FPI) Kepulauan Riau resmi mengumumkan undangan rapat konsolidasi persiapan aksi rakyat dengan tajuk “Tolak Lelang Gurindam 12”. Agenda tersebut akan digelar pada Kamis, 2 Oktober 2025 pukul 10.00 WIB di Pujasera Pinang Harmoni KM.7, seberang SPBU Batu 7, Tanjungpinang. Dalam surat undangan yang ditandatangani langsung oleh Koordinator Utama FPI Kepri, Hajarullah Aswad, partisipasi masyarakat luas diharapkan menjadi penegasan sikap bersama bahwa Gurindam 12 tidak boleh jatuh ke tangan kepentingan segelintir pihak.

banner 325x300

“Partisipasi dan kehadiran Saudara/i sangat kami harapkan demi menjaga marwah Ibukota Provinsi Kepri dan hak publik yang sedang terancam,” tulis Hajarullah dalam seruannya.

Kawasan Gurindam 12 selama ini dikenal sebagai jantung ruang publik di Tanjungpinang, menjadi tempat warga berkumpul, beraktivitas budaya, sekaligus ruang ekonomi rakyat kecil terutama pelaku UMKM. Pelelangan yang digagas Pemprov Kepri disebut-sebut sebagai langkah optimalisasi aset daerah. Namun di balik narasi itu, kritik keras justru bermunculan karena status hukum Gurindam 12 sendiri belum sah sebagai Barang Milik Daerah (BMD).

Pakar hukum tata negara dari Universitas Maritim Raja Ali Haji menilai pelelangan ini bisa menabrak konstitusi. Menurutnya, Pasal 33 UUD 1945 jelas mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk dilelang dengan orientasi sempit pada pemasukan jangka pendek. Ia menambahkan, jika pelelangan dipaksakan, potensi pelanggaran Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juga terbuka lebar karena aspek keabsahan aset dan dasar hukum lelang belum jelas.

Pandangan serupa datang dari pengamat kebijakan publik di Kepri yang menilai bahwa lelang Gurindam 12 hanyalah bentuk pengabaian terhadap fungsi sosial sebuah ruang kota. Menurutnya, pemerintah seharusnya menempatkan Gurindam 12 sebagai etalase budaya, pusat interaksi warga, dan ruang tumbuhnya ekonomi kreatif lokal. Menjual hak kelola kepada investor melalui mekanisme lelang justru akan menyingkirkan masyarakat kecil yang selama ini bertahan hidup dari aktivitas di kawasan tersebut.

Lebih jauh, akademisi hukum administrasi negara mengingatkan bahwa penundaan lelang tidak otomatis menyelesaikan masalah. Ia menegaskan, selama tidak ada payung hukum yang jelas terkait status Gurindam 12 sebagai aset sah daerah, maka wacana lelang ini ibarat bom waktu yang bisa memantik konflik lebih luas. Ia menilai pemerintah dan DPRD harus transparan sejak awal dan melibatkan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk rapat dengar pendapat formal, tetapi dalam kerangka pengambilan keputusan yang partisipatif dan berkeadilan.

Gelombang penolakan yang semakin menguat memperlihatkan bahwa Gurindam 12 kini bukan lagi sekadar polemik administrasi aset. Ia telah menjelma simbol perlawanan rakyat terhadap kebijakan yang dianggap abai pada kepentingan publik. Isu ini juga menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintah daerah dalam menjalankan prinsip tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

Konsolidasi yang digelar FPI Kepri pada awal Oktober mendatang diperkirakan akan menjadi batu loncatan menuju aksi rakyat yang lebih besar. Semakin banyak elemen masyarakat yang bersatu menolak lelang Gurindam 12 menandakan bahwa ruang publik ini tidak bisa diperlakukan hanya sebagai objek transaksi aset, melainkan warisan kota yang harus dijaga untuk generasi mendatang.”arf-6

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *