sidikfokusnews.com-Tanjungpinang- Kepulauan Riau.– Gelombang protes besar dipastikan akan kembali menghantam Kantor Bea Cukai Tanjungpinang pada 10 September 2025. Aliansi Gerakan Bersama (Geber) menegaskan bahwa aksi jilid kedua ini akan melibatkan massa yang jauh lebih besar, terdiri dari mahasiswa, ormas lokal, hingga elemen masyarakat sipil yang menuntut pemberantasan rokok ilegal serta transparansi kinerja Bea Cukai yang selama ini dianggap penuh tanda tanya.
Namun di tengah rencana aksi yang masif itu, gelombang dinamika internal justru membuat suasana semakin panas. Sejumlah kelompok dalam aliansi melontarkan kekecewaan keras terhadap serangkaian manuver tertutup yang memicu kecurigaan luas. Sumber internal menyebut pemicu utama kemarahan itu adalah audiensi mendadak pada 25 Agustus 2025 yang digelar lebih awal dari kesepakatan semula. Audiensi yang seharusnya berlangsung pukul 09.00 tiba-tiba dimajukan menjadi pukul 08.00, disertai kemunculan surat pembatalan aksi yang ditandatangani penanggung jawab tanpa koordinasi menyeluruh dengan semua elemen aliansi.
Kekecewaan semakin menebal setelah kabar pertemuan inisiator Batam–Tanjungpinang terungkap ke publik. Pertemuan yang berlangsung tanpa melibatkan elemen Geber jilid pertama itu dinilai sebagai langkah sepihak yang merusak semangat persatuan. Beberapa tokoh aliansi bahkan menyebut langkah itu sebagai “tusukan dari dalam” yang berpotensi memecah belah gerakan.
Situasi semakin liar ketika isu kepemimpinan eks Front Pembela Islam (FPI) mencuat sebagai figur yang disebut-sebut bakal memimpin aksi. Spekulasi ini memantik perdebatan sengit di internal aliansi sekaligus menarik perhatian publik, mengingat rekam jejak kelompok tersebut dalam menggerakkan aksi besar di berbagai daerah kerap memicu kontroversi nasional.
Pengamat politik dan kebijakan publik Universitas Indonesia, Dr. Rahmat Hidayat, menilai bahwa dinamika yang terjadi di tubuh aliansi ini adalah potret klasik bagaimana sebuah gerakan rakyat bisa terjebak dalam pertarungan kepentingan internal.
“Masalahnya bukan hanya soal rokok ilegal. Begitu ada manuver tertutup, muncul pertanyaan: siapa yang bermain di balik layar? Apakah ada kepentingan politik? Apakah ada campur tangan mafia rokok yang merasa terganggu dan mencoba mengendalikan arah gerakan? Jika hal ini tidak diselesaikan, geber tidak ubahnya patung jalanan, bisa kehilangan legitimasi moral di mata publik,” tegas Rahmat.
Masyarakat menilai, bahwa rencana aksi 10 September ini bukan sekadar protes, tetapi juga ujian persatuan bagi seluruh elemen gerakan.
Ia menambahkan bahwa kehadiran isu mafia rokok membuat dinamika semakin kompleks. “Ketika ada desakan kuat untuk memberantas rokok ilegal, wajar jika mafia yang selama ini menikmati keuntungan besar merasa terancam. Maka muncul dugaan bahwa mereka mencoba memecah gerakan dari dalam agar tuntutan utama tidak pernah sampai ke sasaran,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Bea Cukai Tanjungpinang masih belum mengeluarkan pernyataan resmi. Namun sumber di internal lembaga tersebut menyebut mereka siap menghadapi gelombang aspirasi selama dilakukan sesuai aturan hukum.
Aksi Geber Jilid II kini bukan hanya soal desakan memberantas rokok ilegal. Ini adalah panggung besar yang akan menentukan: apakah aliansi Gerakan Bersama mampu menjaga persatuan, atau justru runtuh di bawah bayang-bayang manuver gelap, kepentingan politik, dan mafia rokok yang terusik kepentingannya.”(timredaksiSF)