banner 728x250

GEBER di Persimpangan Legitimasi: Aksi, Polemik, dan Perebutan Representasi Publik di Kepri

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnews.com-Tanjungpinang.– Suhu politik dan sosial di Kepulauan Riau kembali menghangat menjelang aksi unjuk rasa yang direncanakan oleh Aliansi Gerakan Bersama (GEBER) pada Senin, 6 Oktober 2025, di Kantor DPRD Provinsi Kepri. Rencana aksi yang diklaim akan melibatkan sekitar seribu peserta ini menjadi sorotan tajam publik, terutama terkait arah gerakan, kejelasan tuntutan, serta legitimasi representasi yang mereka usung.

banner 325x300

Aksi ini muncul setelah polemik audiensi antara Gubernur Kepulauan Riau, H. Ansar Ahmad, dengan para pelaku UMKM Taman Gurindam 12 pada 2 Oktober lalu. Dalam forum resmi tersebut, Gubernur secara tegas hanya membuka ruang dialog bagi pelaku usaha kecil yang benar-benar beraktivitas di kawasan Gurindam 12.

Namun, kehadiran kelompok GEBER yang berupaya ikut serta dalam audiensi yang bukan diperuntukkan bagi mereka memicu ketegangan dan berujung pada keputusan GEBER untuk melakukan aksi unjuk rasa di gedung DPRD.

Seorang pejabat Pemerintah Provinsi Kepri menjelaskan bahwa keputusan Gubernur tersebut bersifat administratif sekaligus substantif. “Audiensi itu murni untuk pelaku UMKM, bukan organisasi eksternal. Gubernur ingin mendengar langsung dari mereka yang memang beroperasi di lapangan, bukan pihak lain yang tidak memiliki dasar legal atau keterikatan dengan kawasan,” tegasnya.

Fenomena ini kemudian dibaca oleh sejumlah pengamat sebagai cerminan perebutan ruang representasi di tingkat lokal, langkah GEBER merupakan upaya memperluas pengaruh, meskipun dengan risiko kehilangan legitimasi publik. “Ketika ruang dialog dibatasi, kelompok yang merasa tersisih sering beralih ke jalur tekanan publik seperti demonstrasi. Tapi dalam politik representasi, yang paling penting adalah siapa yang sah mewakili isu itu. Legitimasi menjadi kuncinya.

Dari sisi substansi, arah tuntutan GEBER hingga kini masih belum sepenuhnya jelas. Beredar isu bahwa mereka akan mengangkat soal transparansi pengelolaan aset daerah dan mendesak DPRD Kepri membentuk panitia khusus (pansus) untuk meninjau kebijakan pengelolaan kawasan Gurindam 12. Namun, Perkumpulan UMKM Taman Gurindam 12 menegaskan bahwa dalam audiensi dengan Gubernur, mereka sama sekali tidak membahas pelelangan, tender, atau proyek apapun. Fokus utama UMKM, kata mereka, adalah kelangsungan usaha kecil dan keteraturan kawasan wisata sebagai ruang ekonomi rakyat.

“Jika GEBER membawa isu yang tidak terkait langsung dengan UMKM, maka akan muncul kesan mereka menunggangi momentum. Sebaliknya, jika mereka meniru agenda UMKM, gerakannya menjadi tidak orisinal,” kata seorang peneliti kebijakan publik dari Batam. Ia menambahkan bahwa dalam dinamika sosial Kepri, gerakan tanpa basis yang jelas mudah kehilangan kredibilitas di mata masyarakat.

Situasi semakin kompleks ketika beredar kabar bahwa salah seorang anggota UMKM bernama Maladi akan ikut serta dalam aksi GEBER. Pengurus resmi Perkumpulan UMKM Taman Gurindam 12 langsung menegaskan bahwa kehadiran Maladi bersifat pribadi dan tidak mewakili organisasi. Dalam rapat internal yang digelar Sabtu malam, 4 Oktober 2025, para pengurus memutuskan bahwa apabila yang bersangkutan mengatasnamakan UMKM atau menggunakan atribut organisasi dalam aksi tersebut, maka tindakannya dianggap sebagai provokasi dan pelanggaran terhadap kesepakatan hasil audiensi dengan Gubernur.

Keputusan itu bahkan telah dituangkan dalam surat resmi yang diserahkan kepada pihak kepolisian sebagai dasar untuk langkah pengamanan. Seorang pengamat organisasi menilai keputusan ini sebagai langkah penting untuk menjaga kredibilitas lembaga. “Organisasi yang sehat harus memiliki batas identitas yang tegas. Jika ada anggota yang bertindak di luar garis kebijakan kolektif dan membawa nama lembaga tanpa mandat, maka tindakan disiplin menjadi keniscayaan,” ujarnya.

Pihak kepolisian telah melakukan pemetaan terhadap potensi kerawanan dan menegaskan pendekatan persuasif dalam pengamanan aksi. Namun, mantan perwira intelijen daerah memperingatkan potensi provokasi tetap ada. “Aksi yang berisi campuran isu dan kepentingan pribadi sering sulit dikendalikan. Jika ada individu yang membawa agenda terselubung atau memanfaatkan nama lembaga, aparat harus bertindak cepat agar situasi tidak meluas,” katanya.

Dalam konteks sosial-politik Kepri, posisi GEBER kini berada di persimpangan antara konsolidasi dan fragmentasi. Jika mereka mampu menyusun tuntutan yang konkret, rasional, dan berpihak pada kepentingan publik luas, aksi mereka bisa menjadi sarana demokrasi yang sah. Namun, bila gerakan ini hanya menjadi ekspresi emosional akibat eksklusi politik tanpa arah strategis dan tanpa basis yang jelas, maka GEBER berisiko kehilangan relevansi di mata publik.

Seorang analis komunikasi politik di Tanjungpinang menutup dengan refleksi tajam: “Gerakan sosial yang kehilangan fokus ibarat kapal tanpa kompas—bisa berlayar jauh, tapi tak tahu ke mana akan berlabuh. Legitimasi dan arah perjuangan harus jelas. Jika tidak, publik hanya akan melihatnya sebagai drama politik yang berulang.”

Senin mendatang akan menjadi hari penentu. Publik Kepri menanti apakah GEBER mampu membuktikan diri sebagai gerakan aspiratif yang autentik, atau sekadar menumpang isu yang bukan miliknya. Dalam dinamika demokrasi daerah yang kian kompleks, arah gerak GEBER akan menjadi cermin apakah aspirasi rakyat benar-benar tumbuh dari akar, atau sekadar gema kepentingan di panggung politik sesaat.”tim

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *