banner 728x250

Bongkar Mafia Rokok Ilegal: Negara Dirampok, Rakyat Dikhianati

banner 120x600
banner 468x60

sidikfokusnews.com.Tanjungpinang. — Gelombang kemarahan publik kian menguat terhadap lemahnya penindakan aparat dalam memberantas peredaran rokok non-cukai di Kepulauan Riau. Kritik tajam diarahkan terutama kepada Bea Cukai, yang dinilai gagal menunjukkan keseriusan, sementara negara terus kehilangan potensi penerimaan dalam jumlah yang tidak sedikit.

Gerakan Bersama (Geber) menjadi motor kritik ini. Salah satu inisiatornya menegaskan bahwa upaya penindakan tidak boleh dilakukan dengan setengah hati. “Kerja jangan tanggung. Geber harus memiliki standar kerja yang terstruktur, dengan komitmen tinggi untuk menuntaskan gerakan. Yang penting jangan ada negosiasi di balik meja dan pencitraan. Kalau hanya pencitraan, gerakan Geber justru akan menjadi sumbu pembakar gerakan ini,” tegasnya

banner 325x300

Kekecewaan kian besar ketika data penindakan Bea Cukai ditampilkan. Hingga Agustus 2025, hanya sekitar 4 juta batang rokok ilegal yang berhasil diamankan, dan 2,5 juta di antaranya berasal dari operasi di Tarempa. Jumlah itu dinilai amat kecil, tidak sebanding dengan luasnya peredaran rokok non-cukai di Kepri. “Kalau media, wartawan, dan konten kreator serius membantu negara, seharusnya mereka ikut berkomitmen memberantas mafia rokok non-cukai. Karena itu, kami serukan: boikot pemberitaan Bea Cukai,” tegas seorang aktivis Geber.

Chaidarrahmat, salah satu penggerak gerakan ini, menambahkan hitungan sederhana. Dengan tarif cukai rata-rata Rp700 per batang, hasil penindakan setahun hanya menghasilkan potensi penerimaan kurang dari Rp3 miliar. “Angka ini sangat kecil dibanding realitas peredaran rokok ilegal. Artinya ada gap besar antara potensi peredaran dan hasil penindakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius soal kewenangan pengawasan dan kemungkinan penyimpangan di lapangan,” ungkapnya.

Sejumlah pengamat turut memperkuat kritik ini. Dari perspektif hukum dan tata kelola, lemahnya penindakan dapat dipicu dua faktor: minimnya transparansi aparat dan kuatnya jaringan mafia rokok non-cukai yang punya perlindungan berlapis. Seorang akademisi Universitas Airlangga menilai, “Jika aparat hanya bisa menunjukkan angka tangkapan kecil, wajar jika publik mencurigai ada permainan di balik layar. Ketidakseriusan ini bukan hanya soal hilangnya penerimaan negara, tetapi juga runtuhnya legitimasi dan kepercayaan publik pada institusi pengawasan.”

Dari sisi fiskal, bahaya rokok ilegal jauh lebih besar dari sekadar angka Rp3 miliar. Cukai rokok adalah salah satu tulang punggung penerimaan negara. Seorang ekonom fiskal mengingatkan, “Kerugian Rp3 miliar memang tampak kecil, tapi itu hanya dari hasil tangkapan. Angka riil yang tidak tersentuh pengawasan bisa mencapai ratusan miliar. Negara seolah dirampok di depan mata, sementara aparat sibuk dengan retorika.”

Yusli Sabli. Koordinator, aksi Geber juga menekankan dimensi daerah. Menurutnya, lemahnya penindakan rokok ilegal tidak hanya merugikan pusat, tetapi juga memukul Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kepri. “Jangan dilupakan target untuk Disperindag dan Dinas Pendapatan Daerah Kepri. Sebab hasil CHT itu 2% adalah Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Kepri sebagai daerah produsen mendapat alokasi 70% dari DBH itu untuk PAD. Jadi makin besar cukai yang diterima—kalau tidak ada rokok ilegal atau yang tidak bayar cukai—maka makin besar pula penerimaan APBD dari DBH-CHT,” paparnya.

Artinya, keberadaan rokok ilegal bukan hanya merampas kas negara, tapi juga langsung mengurangi kemampuan APBD Kepri membiayai layanan publik, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga pembangunan infrastruktur.

Geber menegaskan bahwa gerakan mereka bukan sebatas retorika. Saat ini mereka tengah menyiapkan aksi kreatif berupa kampanye visual dengan poster, spanduk, dan karton bertuliskan pesan perlawanan. Aksi damai akan menjadi titik awal, bukan puncak. “Permasalahan ini akan terus kita kawal. Selepas aksi, semua berita dan dokumentasi terkait rokok non-cukai di Kepri akan kita kirimkan langsung ke Menteri Keuangan, Dirjen Bea Cukai, dan Kapolri sebagai bentuk desakan agar ada langkah tegas di tingkat pusat,” tegas mereka.

Gelombang boikot ini, bagi aktivis, adalah alarm keras. Negara tidak bisa terus membiarkan peredaran rokok ilegal merongrong kedaulatan fiskal, sementara aparat hanya menampilkan capaian simbolis. Seruan itu jelas: hentikan permainan, buka transparansi, tindak mafia, atau publik sendiri yang akan menyalakan obor perlawanan.”(arf-6)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *