banner 728x250
Batam  

Bima pun Bertakbir

banner 120x600
banner 468x60

Goresan Bima pun bertakbiran ini, akan bermulakan dengan kisah Khalid bin Walid, di dalam menumpas habis kemusyirikan dan dagelan dunguan oleh Wanita bertelanjangan dengan meliuk liukan bokongannya di dalam kesesatan nyata.

Kenyataannya, bila ditelusuri dengan Google atau Artificial Intelligence/AI/kecerdasan buatan, tentang kisah Khalid bin Walid yang menghancurkan patung Uzza di Thaif,  maka akan dikisahkan, sbb.

banner 325x300

“Ketika Khalid bin Walid menghancurkan patung Uzza, yang keluar bukanlah wanita hitam, melainkan sesosok jelmaan setan perempuan. Sosok ini memiliki rambut terurai, menaburkan debu di kepala, dan telanjang. Setelah Khalid menebasnya dengan pedang, ia kembali ke Rasulullah dan diberitahukan bahwa itulah jelmaan jin atau setan yang merupakan Uzza itu sendiri. ”

Kisah di atas, namun ada perberbedaan mengenai sosok wanita dimaksudkan, sebagaimana yang diuraikan di dalam buku “Muhammad Saw, My Beloved Prophet: teladan sepanjang Zaman, karya Syaikh Abu Bakar Kabur al_Jazairi. 2007: 490. Di dalam buku ini dikisahkan, ketika Khalid bin Walid sampai di tempat itu, sang penjaga berkata Khalid, “tahanlah separuh amarahmu”. Tiba tiba seorang wanita hitam dari Habasyah keluar dengan bertelanjang dan bergaya meliuk-liuk. Khalid membunuhnya dan menghancurkan tempat berhala dan beserta isinya.”

Terlepas dari konteks perbedaan sosok wanita yang ditumpas oleh Khalid bin Walid di atas, kelakuan liuk-liukan berotak isi ceboan bokongan, di era globalisasi seperti sekarang ini pun, direinkarnasi oleh para dagelan perdukunan dengan gaya super kedunguannya, termasuk oleh para penyanyi liaran dibayarin pula.

Bahkan, lebih dari itu di dalam ketransparan dengan ketelanjangannya, dan penggores diksi ini pun, sering berhadapan dengan reingkarnasi dagelan berotak isi ampas ceboan lebih super luar biasa kedunguan dalam kesesatannya.

Manakala, saya berhadapan dengan dagelan dunguan yang berkesesatan demikian, cukup saya senyum simpul sembari bercanda di hati, mungkin karena namaku terangkum dengan nama kakeku Binfas/binti Fatima bin A. Walid Daya and A Majid bin Syahri …😊.

Dan Penggores ini juga berasal dari Bima dengan berfarasakan sebagaimana lafaz pada akhir ayat 4 surah Al_Hadid; “Bima ta’maluna”. Diksi ini dalam bahasa Arab yang berarti “dengan apa yang kamu kerjakan” atau “apa yang kamu lakukan”.

Sesungguhnya, esensi dari frasa tersebut, sering muncul dalam Al-Quran dan digunakan untuk menunjukkan bahwa Allah Maha Mengetahui segala perbuatan manusia. Adapun, tafsiran lengkap dari ayat dimaksudkan, yakni:

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya, serta apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Akhir dari diksi ayat yang berlafazkan “bima ta’maluna /dengan segala apa yang kamu kerjakan.” Menurut para ahli tafsir, sesungguhnya esensi dari Lafaz tersebut, merupakan bagian dari ayat yang menekankan bahwa Allah mengetahui dan melihat segala perbuatan hamba-Nya, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun tersembunyi.

Hal demikian sebagai bentuk peringatan dan dorongan untuk selalu berada di jalan yang benar.

Tentu dengan kebenaran tulen, maka saya mesti dan akan terus berzikir dan bertakbir tentang “bima ta’maluna” menjadi keyakinan sejatiku yang tetap mengibarkan Allahu Akbar.

Ndonggo Kai Bertakbiran

Berawal dari Madina merupakan tahun pertama Hijriyah, dan atas perintah Rasulullah SAW dikumandakan Adzan sebagai tanda masuknya waktu salat oleh Bilal bin Rabah

Allahu Akbar

Hingga Bima beribukotakan Raba juga bertakbir Allahu Akbar

Berhingga kini
menggema suara merdu Adzan berkibar Allahu Akbar

Bahkan
ndandi Wokęna dana Mekah
mapoda ndi Ndonggo kai nan bersyahadatain

dan
diksi Ndonggo pun hingga kiamatan akan tetap bertakbir Allahu Akbar-

Jadi, esensi dari kata “Ndonggo” yang dibajak oleh lidah penjajah Belanda dengan ucapan ejaan Donggo. Dikarenakan pengaruh labiodental dari kebiasaan lidah penjajah Belanda yang tak dapat bersirkulasi menyebut huruf “Ndo”, tetapi hanya bisa berkonsonan “Do” sehingga menjadi diksi “Donggo” berhingga kini tanpa kesepakatan yang berarti untuk syahadatain guna ditakbirkan.

Syahadat Bertakbir

Sumpah
atau janji
bukan serapah

tatapi
bukti mesti nyata
dihadapan mata

bukan
soal angka
satu atau dua

tetapi
“lima taqụlụna mā lā taf’alụn”
bermata batin menjadi kenyataan

Tentu, agar tidak dimurkai hingga menjadi beban batin dunia berakhiratan

Dan Insyah Allah, memang jelas nyata di dalam QS Ash Shaff; 2-3 mesti jadi keyakinan yang berarti,

“Hai orang yang beriman; _Mengapa kalian mengaku beriman namun tidak kalian buktikan dengan perbuatan?

Sungguh besar kemurkaan Allah jika kali,an mengatakan sesuatu, namun kalian tidak menjalankannya.”

Bukan lagi bagai berkibar dan berkobar meronanya bendera kuning Kerajaan Bima, nan berlambang Burung Garuda berkepala dua sebagai bukti kiblatain telah berkalimatkan syahadatan tulen.

tetapi
Syahadat mesti berkibar
‘tuk takbirkan Allahu Akbar tanpa akhir untuk tetap berkalam “bima ta’maluna” dengan berkomitmen kepada akar “Ndonggo kai” yang berdiksi_”lima taqụlụna mā lā taf’alụn.” _Wallahu’alam.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *