sidikfomusnews.com-Batam.– Dalam rangka memperkuat tali silaturahmi sekaligus meningkatkan soliditas organisasi, Persatuan Mahasiswa Batam (PMB) Kecamatan Batam Kota menggelar kegiatan Halaqoh Ilmiah. Acara ini dilaksanakan pada Senin, 29 September 2025 bertempat di Masjid An-Nur, Villa Pesona Asri, dengan melibatkan seluruh anggota serta pengurus PMB Batam Kota.
Halaqoh ilmiah ini bukan sekadar ajang berkumpul, tetapi juga menjadi forum penting untuk membicarakan berbagai aspek keorganisasian. Tema besar yang diangkat mencakup silaturahmi seluruh anggota, pembahasan arah organisasi, pembagian buku jadwal, penjadwalan kegiatan untuk periode 2026, serta pembahasan iuran dan hal-hal penting lainnya.
Acara dimulai pada pukul 19.30 WIB hingga selesai, dengan menghadirkan KSB PMB Batam Kota beserta seluruh anggota sebagai pemateri. Kehadiran para pengurus inti sekaligus menjadi momentum untuk menyampaikan program kerja, evaluasi kegiatan sebelumnya, serta menyatukan visi dalam menghadapi periode mendatang.
Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) PMB Kecamatan Batam Kota selaku penyelenggara menyampaikan bahwa kegiatan ini dirancang tidak hanya sebagai wadah diskusi, tetapi juga sebagai sarana membangun semangat kebersamaan di antara seluruh anggota. Dengan adanya halaqoh ilmiah, diharapkan setiap anggota dapat memahami arah dan tujuan organisasi, sekaligus memperkuat komitmen dalam berkontribusi nyata di lingkungan sosial maupun akademik.
Selain pembahasan internal organisasi, kegiatan ini juga memiliki dimensi spiritual. Pelaksanaan halaqoh di Masjid An-Nur memberikan nuansa religius, menegaskan bahwa kegiatan organisasi tidak lepas dari nilai-nilai Islam yang menjadi landasan moral dan etika bagi mahasiswa. Suasana kebersamaan, saling mendengar, serta musyawarah diharapkan mampu memperkuat ukhuwah Islamiyah di antara anggota PMB Batam Kota.
Pihak panitia mengingatkan para peserta untuk hadir 20 menit sebelum acara dimulai, agar seluruh rangkaian kegiatan dapat berjalan dengan tertib dan tepat waktu. Informasi lebih lanjut mengenai kegiatan ini dapat diperoleh melalui kontak resmi panitia di nomor +62 812-7034-0890.
Halaqoh Ilmiah PMB Batam Kota tahun ini diharapkan menjadi tonggak awal dalam memperkokoh peran mahasiswa sebagai agen perubahan yang tidak hanya aktif di bidang akademik, tetapi juga turut serta dalam pembangunan karakter, kepemimpinan, serta pengabdian masyarakat. Melalui forum ini, PMB Batam Kota ingin memastikan bahwa seluruh anggotanya memiliki komitmen yang sama untuk menjaga kekompakan, meningkatkan kualitas diri, dan memberikan kontribusi positif bagi lingkungan sekitar.
Dengan semangat kebersamaan, kegiatan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi organisasi kepemudaan lainnya di Batam dalam mengedepankan silaturahmi, diskusi ilmiah, dan penguatan peran mahasiswa sebagai pilar pembangunan bangsa.” (Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 47