sidikfokusnews.com – Batam, Kepulauan Riau – Kasus mafia tanah di Batam kembali menjadi sorotan setelah Panitia Kerja Pengawasan Penegakan Hukum DPR RI mengeluarkan rekomendasi tegas yang ditujukan kepada Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kepolisian, dan BP Batam. Rekomendasi itu termaktub dalam surat resmi yang ditandatangani Wakil Ketua DPR RI, Dr. H. Sufmi Dasco Ahmad, S.H., M.H., yang menegaskan perlunya tindakan cepat dan transparan untuk menyelesaikan konflik agraria yang semakin memanas.
Namun, di balik langkah DPR tersebut, terkuak indikasi pengabaian serius yang memunculkan pertanyaan publik. Rurry, pemilik Pura Jaya, menyebut situasi ini sarat dengan intrik dan pola permainan sistematis yang membuat persoalan utama seolah sengaja dikaburkan. Menurutnya, beberapa kali upaya dilakukan untuk menemui Walikota Batam dan BP Batam, namun tidak ada tanggapan sama sekali. “Baik BP Batam maupun pejabat terkait sama sekali tidak merespons. Ini menunjukkan ada benteng-benteng kekuasaan yang memelihara ketidakpastian dan membuat penyelesaian masalah semakin menjauh,” ujar Rurry dengan nada kesal.
Fenomena ini memantik perhatian berbagai kalangan pengamat. Pakar hukum agraria, Dr. Adrian Pratama, menilai bahwa ketidakjelasan penanganan kasus ini menandakan lemahnya integritas aparatur penegak hukum. Ia menyebut jika DPR sudah turun tangan namun tidak ada kemajuan berarti, hal itu menunjukkan adanya jejaring mafia yang berlapis-lapis. “Bukan tidak mungkin ada keterlibatan oknum di institusi strategis yang membuat persoalan ini tidak kunjung selesai,” ujarnya.
Di sisi lain, analis tata kelola pemerintahan, menyoroti dampak jangka panjang dari konflik lahan yang berlarut-larut ini. Menurutnya, pemerintah daerah dan BP Batam gagal menunjukkan ketegasan dalam menyelesaikan masalah. “Ketika konflik semacam ini dibiarkan tanpa penyelesaian jelas, para pengembang akan kehilangan kepercayaan, dan investor pun bisa berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Batam. Ini ancaman serius bagi iklim investasi,” tegasnya.
Pengamat, menyebut fenomena ini sebagai bentuk “sandiwara hukum” yang mengorbankan kepentingan masyarakat demi permainan elite tertentu. Baginya, diamnya aparat dan lambannya respons pemerintah menimbulkan kesan ada skenario sistematis yang dirancang untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu. “DPR sudah mengeluarkan rekomendasi, tapi di lapangan tidak ada langkah konkret. Publik bisa menilai sendiri bahwa ada sesuatu yang tidak beres di balik ini semua,” katanya.
Kasus mafia tanah Batam kini menjadi ujian serius bagi integritas aparat penegak hukum dan komitmen pemerintah daerah. DPR RI telah memberikan batas waktu agar rekomendasi yang dikeluarkan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan hukum. Namun, tanpa gebrakan nyata, benang kusut ini dikhawatirkan hanya akan menjadi drama panjang tanpa akhir, meninggalkan preseden buruk bagi penegakan hukum dan iklim investasi di Batam.”(redaksiSF)