sidikfokusnews.com – Batam – Kota Batam kembali menegaskan posisinya sebagai simpul strategis pertemuan budaya, sekaligus representasi harmoni sosial Indonesia. Dalam waktu dekat, Bandara Internasional Hang Nadim akan menjadi saksi peristiwa bersejarah: penyambutan kehormatan untuk Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) oleh Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri Kota Batam, dipimpin oleh Yang Mulia Raja Muhammad Amin, bergelar Dato’ Wira Setia Utama.
Kehadiran tokoh utama dari wilayah timur Indonesia ini dipandang bukan semata kunjungan seremonial, melainkan sebagai simbol persatuan bangsa. Dalam bingkai adat dan budaya Melayu, penyambutan seorang kepala daerah adalah bentuk penghormatan tertinggi yang memperlihatkan keluhuran budi, tata krama, dan semangat musyawarah yang menjadi roh peradaban Melayu.
LAM Kota Batam mempersiapkan penyambutan ini dengan penuh kehormatan dan keagungan. Prosesi adat, iringan kompang, dan penyambutan khas Melayu akan mewarnai kedatangan Gubernur NTT. Ini bukan sekadar seremoni, tetapi penguatan narasi kebangsaan bahwa keberagaman suku dan budaya di Indonesia bukanlah sekat, melainkan jembatan emas yang mempererat.
Penguatan penyambutan ini kian kokoh dengan hadirnya tiga tokoh adat berpengaruh: Dato Erowan, Dato Syafriadi, dan Dato Amirkasim. Ketiganya dikenal luas sebagai penjaga marwah adat dan penggerak rekonsiliasi budaya di Kepri. Dato Erowan memainkan peran besar dalam pelestarian nilai-nilai tradisi di tengah terpaan globalisasi. Melalui pendekatan edukatif, ia menjembatani nilai adat dengan generasi muda agar tidak tercerabut dari akar.
Dato Syafriadi, figur vokal dalam urusan sosial kemasyarakatan, kerap tampil sebagai penghubung antara aspirasi adat dan pemerintah. Dengan komunikasi yang cerdas dan kepemimpinan yang kuat, ia menjadi pengawal nilai adat agar tetap hidup dan diterapkan secara kontekstual. Sementara itu, Dato Amir Kasim menghadirkan dimensi spiritual dan kelembagaan yang menyejukkan. Ketajaman analisisnya dalam isu keumatan menjadikan kehadirannya sebagai referensi dalam berbagai peristiwa strategis.
Ketiganya telah menyatakan izin secara terbuka kepada Ketua LAM untuk turut serta dalam penyambutan ini bukan semata sebagai etika formal, tetapi sebagai pengejawantahan nilai musyawarah dan kepatuhan terhadap struktur adat. Ini menjadi cerminan bahwa dalam budaya Melayu, kehormatan dan kerendahan hati bukanlah hal yang berseberangan, melainkan satu kesatuan yang menjaga keseimbangan sosial.
Di tengah gemuruh persiapan budaya ini, muncul pula suara moral dan keilmuan dari Nongsa. Dalam sebuah majelis yang dihadiri ratusan umat, Dato Maksafuan, seorang ulama kharismatik dan alumni Universitas Al-Azhar Kairo, tampil menyampaikan tausiah yang menggetarkan kesadaran: pentingnya mengharmoniskan adat dan agama dalam kehidupan masyarakat Melayu.
Menurut Dato Maksafuan, dalam falsafah Melayu sejati, tidak pernah ada dikotomi antara nilai budaya dan syariat Islam. Sebaliknya, keduanya saling bersandar dan menopang. “Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah,” ujar beliau, mengingatkan kembali sebuah prinsip agung yang telah menjadi fondasi kehidupan masyarakat Melayu sejak berabad-abad.
Beliau menegaskan bahwa adat bukanlah rangkaian ritual kosong, melainkan bentuk konkret dari nilai-nilai Islam yang berakar kuat dalam budaya lokal. Ia menyerukan agar masyarakat terutama generasi muda tidak menceraikan adat dari agama dalam kehidupan sehari-hari. Adat dan agama, jika dipisahkan, akan kehilangan roh. Namun jika menyatu, maka lahirlah peradaban yang kokoh dan beradab.
Lebih jauh, Dato Maksafuan mengajak lembaga adat, institusi keagamaan, dan tokoh masyarakat untuk memperkuat pendidikan nilai bukan hanya dalam bentuk kurikulum, tetapi dalam keteladanan dan gerakan sosial yang nyata. Beliau menyuarakan perlunya mempersiapkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam karakter dan berakar pada tradisi.
Respon masyarakat sangat positif. Banyak yang mengaku tersentuh oleh kedalaman pesan dan keteduhan penyampaian. Tausiah tersebut dianggap bukan sekadar ceramah keagamaan, tetapi juga manifestasi dari strategi kebudayaan untuk menghadapi tantangan zaman.
Dua peristiwa penyambutan adat untuk Gubernur NTT dan tausiah kebangsaan oleh Dato Maksafuan menunjukkan bahwa Batam bukan hanya bergerak dalam pembangunan fisik, tetapi juga dalam misi membangun jiwa dan karakter. Kota ini berdiri di garda depan dalam mempertemukan identitas budaya, nilai keislaman, dan semangat kebangsaan.
Batam hari ini adalah contoh konkret bahwa Indonesia dapat kuat karena keberagamannya, bukan meski berbeda, tetapi justru karena berbeda. Dengan kekuatan adat, kekayaan agama, dan semangat kolektif untuk bersatu, bangsa ini tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga akan tumbuh menjadi lebih bermartabat.”(Nursalim Tinggi).