Sidikfokusnews.com – Batam, Agustus 2025.
Batam Jazz Society (BJS) dengan bangga mengumumkan akan diselenggarakannya SEA Jazz Blossoms pada bulan Desember 2025, sebuah konser musik jazz berskala internasional yang menjadi signature concert oleh BJS. Acara ini akan menjadi ajang tahunan yang mempertemukan musisi jazz dari berbagai penjuru daerah di Indonesia dan mancanegara sekaligus menjadi sarana memperkenalkan kekayaan budaya Kepulauan Riau kepada dunia melalui musik.
Menjelang puncak SEA Jazz Blossoms, BJS akan menggelar serangkaian kegiatan pra-event untuk menghangatkan suasana dan membangun interaksi dengan publik:
*Jazzelasa* – 12 Agustus 2025
Sebuah konser santai yang menjadi ruang pertemuan antara musisi dan penikmat jazz, menghadirkan penampilan live dan kesempatan jam session bagi musisi lokal maupun tamu.
*Jazz Goes to the Island* – 14 Agustus 2025
Sebuah workshop & sharing session yang akan diadakan di Teras Kopi Ameng, Pulau Belakang Padang, mulai pukul 09.00 hingga 11.00 WIB. Acara ini bertujuan membawa musik jazz lebih dekat ke masyarakat pesisir, sekaligus memberi ruang edukasi dan diskusi seputar perkembangan jazz di Indonesia dan dunia.
Melalui rangkaian acara ini, BJS berharap dapat membangun antusiasme dan memperluas jangkauan komunitas jazz di Batam dan sekitarnya, sekaligus mempromosikan SEA Jazz Blossoms sebagai panggung bergengsi yang patut dinantikan.
—
Berikut tanggapan & ulasan tokoh Batam Jazz Society
*Bpk. Boeralimar* – _Pembina Batam Jazz Society_:
SEA Jazz Blossoms bukan sekadar konser, tetapi sebuah gerakan budaya. Dengan menghadirkan musisi dari berbagai daerah dan negara, kita tidak hanya merayakan musik jazz, tetapi juga mengangkat potensi Batam dan Kepulauan Riau sebagai destinasi seni dan wisata yang patut diperhitungkan.
*Kang Dian* – _Founder Batam Jazz Society_:
Sejak BJS berdiri, kami selalu memimpikan sebuah acara yang mampu menjadi ikon Batam di kancah musik internasional. SEA Jazz Blossoms adalah wujud nyata mimpi itu. Melalui pre-event seperti Jazzelasa dan Jazz Goes to the Island, kami ingin jazz bisa dinikmati semua kalangan, dari kafe di pusat kota hingga teras di pulau-pulau kecil.
*Mas Ryan* – _Ketua Batam Jazz Society_ :
Kami mengundang semua pecinta musik, tidak hanya jazz, untuk hadir di rangkaian acara ini.
SEA Jazz Blossoms adalah perayaan kolaborasi, kreativitas, dan keberagaman. Kami ingin Batam bergema bukan hanya karena industrinya, tetapi juga karena musiknya.
—
_Tentang Batam Jazz Society:_
Berdiri sejak tahun 1999, Batam Jazz Society (BJS) adalah komunitas pecinta dan musisi jazz di Batam yang aktif menyelenggarakan konser, workshop, dan program edukasi musik.
Dengan visi menjadikan Batam sebagai salah satu pusat kegiatan jazz di Indonesia, BJS terus berinovasi menghadirkan program yang memadukan seni, budaya, dan pariwisata.
Kontak Media:
Batam Jazz Society (BJS)
Email: batamjazzsociety@gmail.com
Instagram: @batamjazz.(Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 92