sidikfokusnews.com-Batam.– Alumni Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Tanjungpinang mengadakan kunjungan kerja ke Kota Batam dalam rangka mensosialisasikan program kerja organisasi alumni. Kegiatan yang berlangsung penuh suasana kekeluargaan ini dihadiri alumni lintas angkatan dan menjadi ajang silaturahmi sekaligus forum strategis memperkuat peran alumni dalam dunia pendidikan.
Dalam sambutannya, perwakilan Ketua 1 Alumni SPG Tanjungpinang, Syafaruddin, S.Sn., M.M., menegaskan bahwa kunjungan kerja ini bertujuan mempererat persaudaraan sekaligus memperkuat koordinasi program. “Kita ingin memastikan program kerja yang telah dirancang bisa disosialisasikan dengan baik, sehingga para alumni semakin nyata kiprahnya dalam dunia pendidikan dan masyarakat,” ujarnya.
Fokus utama sosialisasi mencakup penguatan jaringan alumni melalui media informasi dan platform komunikasi, penyelenggaraan kegiatan pendidikan seperti bakti sosial, seminar, serta pelatihan guru, hingga kontribusi nyata dalam mendukung generasi pendidik masa depan di Kepulauan Riau.
Diskusi berjalan hangat dengan menyoroti tantangan pendidikan saat ini serta peluang peran alumni dalam memberikan kontribusi. Seorang peserta menilai kegiatan ini sarat manfaat. “Selain mempererat persaudaraan, kita juga bisa saling menginspirasi dan mendukung program yang akan dijalankan,” ungkapnya.
Sekretaris Umum Alumni SPG, Drs. Darwis, M.Pd., menampung berbagai masukan dari alumni yang berdomisili di Batam. Ia menekankan pentingnya membentuk Koordinator Daerah (Korda) Alumni SPG di Batam sebagai wadah resmi koordinasi dan sinergi lintas angkatan. “Usulan ini sangat baik untuk memperkuat hubungan antarlulusan, sekaligus memudahkan pelaksanaan program kerja di daerah. Dengan adanya koordinator wilayah, komunikasi dan koordinasi akan lebih efektif,” jelasnya.
Lebih jauh, menurut Darwis, kunjungan kerja ini tidak hanya menyasar Batam, tetapi juga meliputi kabupaten/kota lain di Kepulauan Riau, yakni Karimun, Lingga, Anambas, Natuna, dan Bintan. Dengan cakupan yang lebih luas, kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat jaringan alumni secara regional sekaligus memberi manfaat nyata bagi pendidikan dan masyarakat di seluruh Kepri.
Para peserta berharap terbentuknya Korda nantinya menjadi wadah resmi untuk memperkuat persaudaraan, sekaligus mendukung berbagai kegiatan sosial dan pendidikan. Acara ditutup dengan dialog interaktif, di mana para alumni berbagi pengalaman, gagasan, serta harapan agar organisasi alumni semakin solid dan berdaya guna.
Kehadiran sejumlah sesepuh alumni SPG Tanjungpinang, antara lain Drs. Ibnu Maja, M.Pd., Machmur Ismail, Maaz Ismail, S.I.P., M.Si., serta Drs. Abdul Latif selaku Dewan Pengawas Perluni, menambah nilai penting kegiatan tersebut. Kehadiran mereka memberikan semangat serta arahan bagi alumni dalam menyusun langkah-langkah strategis ke depan.
Dengan semangat kebersamaan, kunjungan kerja di Batam ini diyakini menjadi energi baru dalam memperkuat kiprah Alumni SPG Tanjungpinang. Lebih dari sekadar reuni, kegiatan ini menegaskan komitmen alumni untuk terus berkontribusi nyata bagi pendidikan dan masyarakat di Kepulauan Riau dan sekitarnya.”(arf-6)
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 108