sidikfokusnews.com.Bintan.– Seorang Aktivis Sosial dan Lingkungan (ASL) di Kabupaten Bintan, Lelo Polisa Lubis, diduga mengalami aksi kekerasan berupa pengeroyokan oleh sekelompok Orang Tak Dikenal (OTK). Peristiwa tersebut terjadi di kawasan Jalan Nusantara kilometer dua puluh tiga, Kabupaten Bintan, dan telah menimbulkan luka fisik pada korban.
Dalam keterangannya kepada media, Lelo mengaku bahwa kejadian berlangsung secara tiba-tiba dan dilakukan oleh tiga orang yang tak dikenalnya. Ia menyampaikan bahwa aksi kekerasan itu berlangsung cepat dan mengakibatkan lebam di bagian pipi serta sekitar mata. Selain itu, ia juga mengalami sakit kepala yang cukup parah disertai mata yang terus mengeluarkan air.
“Akibatnya saya dalam kondisi lebam di tengah pipi dan area mata. Kemudian, kepala pusing hingga mata terus berair,” ungkap Lelo, yang tampak masih dalam kondisi trauma pasca-kejadian.
Belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian mengenai motif dan identitas para pelaku. Namun, dugaan kuat mengarah pada kemungkinan adanya kaitan antara aktivitas Lelo sebagai aktivis lingkungan dan sosial dengan insiden pengeroyokan ini. Selama ini, Lelo dikenal vokal mengkritisi berbagai persoalan lingkungan dan kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat kecil di wilayah pesisir Bintan.
Di tempat terpisah, Ketua RT 003 Kampung Budi Mulya, Suratman, mengaku belum bisa memberikan penjelasan detail terkait dugaan kekerasan yang terjadi di wilayahnya. Ia menyebut masih menunggu informasi yang lebih valid serta arahan dari pihak berwenang sebelum memberikan pernyataan kepada publik.
Peristiwa ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap aktivis di Indonesia, terutama mereka yang berjuang di sektor lingkungan dan sosial. Aksi kekerasan seperti ini tidak hanya mencederai individu, tetapi juga menciptakan iklim ketakutan dan tekanan terhadap ruang gerak masyarakat sipil yang kritis terhadap kebijakan publik.
Secara hukum, tindakan pengeroyokan di Indonesia diatur dalam Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta dalam Pasal 262 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP baru). Pengeroyokan dipahami sebagai tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum dengan menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang. Dalam banyak kasus, ancaman pidana bisa diperberat apabila pengeroyokan mengakibatkan luka berat, bahkan kematian.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian terkait laporan dan penanganan kasus ini. Masyarakat dan sejumlah lembaga pemerhati HAM serta lingkungan di Kepulauan Riau mulai menyerukan agar aparat kepolisian segera mengusut tuntas kasus tersebut dan menjamin perlindungan terhadap para aktivis yang memperjuangkan kepentingan publik.
Lelo Polisa Lubis sendiri berharap kasus ini mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum dan tidak berujung pada pembiaran. Ia menegaskan bahwa tindakan kekerasan tidak boleh menjadi alat intimidasi terhadap gerakan masyarakat sipil yang kritis dan proaktif terhadap perbaikan lingkungan dan keadilan sosial.
“Ini bukan hanya tentang saya, tapi tentang kebebasan menyampaikan pendapat dan memperjuangkan hak masyarakat yang selama ini terpinggirkan,” tuturnya.
Kasus ini masih terus berkembang. Warga dan sejumlah aktivis lainnya menunggu langkah konkret dari pihak berwajib untuk menjamin rasa aman serta menjadikan hukum sebagai panglima dalam menjaga demokrasi di tingkat akar rumput.” ( Redaksi SP)