sidikfokusnews.com.Jakarta.-Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA) menegaskan kembali komitmennya untuk menjadi lebih dari sekadar institusi akademik. Di tengah dinamika peradaban modern yang kian kompleks, UHAMKA menyatakan kesiapannya mengambil peran strategis sebagai Prophetic Teaching University—sebuah konsep pendidikan tinggi berbasis nilai-nilai kenabian yang menjunjung tinggi keilmuan, spiritualitas, dan moralitas dalam satu tarikan napas.
Dengan visi besar “Menjadi universitas unggul dan berdaya saing berbasis nilai-nilai keislaman dan kenabian untuk kemajuan bangsa dan kemanusiaan,” UHAMKA membangun arah baru dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia. Visi tersebut tidak hadir sebagai simbol seremonial semata, melainkan telah diwujudkan secara konkret dalam pengembangan kurikulum, kebijakan akademik, budaya organisasi, dan penguatan karakter seluruh civitas akademika.
Konsep Prophetic Teaching University yang diusung UHAMKA bukanlah istilah normatif, melainkan platform ideologis dan operasional yang menjadikan nilai-nilai kenabian sebagai dasar gerak. Nilai-nilai tersebut mencakup tiga aspek utama: humanisasi (amar ma’ruf) sebagai upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan bermakna dan berempati, liberasi (nahi munkar) sebagai keberanian membebaskan dari kebodohan, ketidakadilan, dan penindasan, serta transendensi (iman kepada Allah) sebagai dasar spiritualitas dalam seluruh aktivitas akademik dan sosial.
Rektor UHAMKA, Prof. Dr. Gunawan Suryoputro, dalam berbagai kesempatan menekankan bahwa universitas tidak boleh tercerabut dari akar nilai dan identitas keislamannya. Menurutnya, keunggulan akademik harus berjalan beriringan dengan misi kemanusiaan dan keberpihakan kepada kaum mustadh’afin (yang tertindas).
“Di era ketika teknologi dan kapitalisme mendominasi arah pendidikan, kita ingin menghadirkan universitas yang tidak kehilangan jiwanya. UHAMKA hadir untuk menjadi ruang tumbuhnya intelektual yang beriman, profesional yang bermoral, dan pemimpin yang berpihak pada nilai,” tegas Prof. Gunawan.
Penerapan nilai-nilai kenabian ini diwujudkan dalam berbagai lini. Di bidang pendidikan, UHAMKA mengembangkan model pembelajaran yang tidak hanya fokus pada kognisi, tetapi juga karakter, akhlak, dan empati sosial. Dosen-dosen dibekali dengan pendekatan pedagogi profetik, sementara mahasiswa didorong untuk memiliki kesadaran sosial dan spiritual dalam setiap tugas akademiknya.
Dalam bidang penelitian dan pengabdian masyarakat, UHAMKA juga memprioritaskan tema-tema yang menyentuh langsung pada isu-isu keadilan sosial, pemberdayaan umat, pendidikan akar rumput, hingga lingkungan hidup. Penelitian tidak hanya diarahkan untuk publikasi dan reputasi, tetapi untuk solusi nyata atas problematika masyarakat dan bangsa.
Lebih dari itu, kehidupan kampus di UHAMKA dirancang untuk menjadi ekosistem nilai. Hubungan antara dosen dan mahasiswa ditumbuhkan dalam semangat keilmuan yang egaliter dan penuh penghargaan. Layanan kampus, organisasi mahasiswa, dan aktivitas ekstrakurikuler diarahkan untuk mencerminkan nilai-nilai kenabian yang progresif, humanis, dan spiritual.
Langkah UHAMKA ini dinilai sebagai terobosan penting di tengah arus besar pendidikan tinggi yang cenderung pragmatis dan transaksional. Ketika banyak institusi akademik sibuk mengejar akreditasi dan peringkat dunia, UHAMKA justru mengambil posisi sebagai universitas yang berkomitmen pada pembangunan jiwa manusia dan peradaban yang berkeadaban.
Dengan landasan nilai-nilai Islam dan keilmuan modern, UHAMKA memantapkan dirinya sebagai salah satu model universitas masa depan Indonesia. Sebuah universitas yang tidak hanya mencetak lulusan unggul secara akademik, tetapi juga teguh dalam komitmen etika, empati sosial, dan integritas moral—menjadi penjaga nilai di tengah badai perubahan.
Sebagai bagian dari jaringan besar Muhammadiyah, UHAMKA juga terus bersinergi dengan gerakan dakwah sosial dan pendidikan nasional, menjawab tantangan zaman dengan spirit profetik yang tak lekang oleh waktu. Di tengah disrupsi global, UHAMKA hadir bukan hanya untuk mencerdaskan, tetapi juga membebaskan dan memuliakan—demi kemajuan bangsa dan keberlanjutan kemanusiaan.”(Tim Redaksi SP)