Kepala BP Batam, Amsakar Achmad resmi melantik Kolonel Laut (K) dr. Tanto Budiharto sebagai Direktur Rumah Sakit Badan Pengusahaan (RSBP) Batam, Selasa (1/7/2025).
Sebelumnya, Direktur RSBP Batam diamanahkan kepada Direktur Pengendalian Pengusahaan, Asep Lili Holilulloh sebagai pelaksana tugas (Plt).
Pelantikan ini berlangsung di Balairungsari BP Batam, dengan dihadiri Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra serta jajaran pejabat Tingkat I dan II di lingkungan BP Batam.
“Selamat bergabung Bapak dr. Tanto, mari kita bekerja dengan sepenuh hati untuk Batam yang lebih hebat lagi dan lebih dahsyat lagi kedepannya,” ujar Amsakar.
Lebih lanjut, Amsakar meminta kepada dr. Tanto untuk segera dapat menyesuaikan diri di lingkungan kerja yang baru.
Menurutnya, RSBP Batam saat ini merupakan salah satu rumah sakit terbaik di Kota Batam. RSBP Batam telah didukung dengan peralatan medis yang cukup lengkap, dokter spesialis hingga tata kelola yang profesional.
Beberapa waktu yang lalu, Instalasi Radiologi dan Medical Check Up (MCU) RSBP Batam telah tersertifikasi ISO 9001:2015. Sertifikasi ini, ditandai dengan serah terima sertifikat ISO 9001:2015 dari PT Sistem Unggul Terintegrasi (Sustain) selaku konsultan sertifikasi kepada RSBP Batam.
Begitu juga dengan pelayanan kepada masyarakat yang terus ditambah. RSBP Batam meluncurkan layanan Aesthetic Surgery Rhinoplasty, Spesialis Periodonsia, dan Spesialis Prostodonsia.
Bahkan RSBP Batam juga meluncurkan Poliklinik Screening Jantung Bawaan pada Bayi dan Anak. Mengingat penyakit jantung bawaan ini masih menjadi fenomena dengan angka kejadian 8-10/1000 kelahiran hidup. Beberapa diantaranya tidak menimbulkan gejala spesifik.
Sehingga, screening awal ini tentu akan sangat bermanfaat bagi orang tua untuk mendeteksi kesehatan jantung dari anaknya sejak dini
Amsakar mengakui dan percaya, dr Tanto yang baru saja dilantik dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2023 hingga saat ini, dr. Tanto Budiharto menjabat sebagai Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dan Integrasi Puskes TNI.
Provinsi Kepulauan Riau tentunya sudah tidak asing lagi bagi dirinya. Sebab, ia pernah bertugas sebagai dr. Spesialis Jantung di RSAL dr. Midiyato Tanjungpinang dan RS Awal Bros Batam pada tahun 2008 hingga 2014.
Bahkan pria kelahiran 30 Juni 1967 itu, pernah diberikan kepercayaan sebagai Tim Dokter Kepresidenan/Dokpri Wakil Presiden RI pada tahun 2015 hingga 2019.
“Saya harapkan semua pihak mendukung penuh kepemimpinan baru ini. Kepada pemimpin baru, berikan pelayanan yang terbaik, sehingga ketika pasien pulang ke rumah, akan merasa puas atas apa yang telah kita diberikan,” pungkas Amsakar. (Nursalim Turatea)
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 83