Sidikfokusnews.com. Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Kembali diguncang keluhan para pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Meski resmi dilantik sejak Maret, ratusan pegawai—termasuk guru SMA/SMK, tenaga teknis, hingga tenaga kesehatan—belum melihat satu rupiah pun gaji mengalir ke rekening mereka. Bagi banyak di antara mereka, penundaan ini berarti kesulitan membayar kos, cicilan kendaraan, dan kebutuhan makan harian keluarga.
Gelombang pertama rekrutmen P3K Pemprov Kepri menempatkan 3.443 tenaga honorer sebagai aparatur sipil per 1 Maret 2025, setelah mereka menerima SK pengangkatan dan Nomor Induk PPPK (NI-PPPK) . Pemerintah daerah saat itu menjanjikan gaji perdana akan otomatis cair begitu berkas administrasi rampung.
Fakta di lapangan berkata lain. Pada 11 Februari 2025, sejumlah calon ASN mengeluhkan gaji Januari yang belum masuk meski kontrak paruh-waktu sudah mereka tanda tangani . Sepekan kemudian, Kepala BKAD Kepri Venni Meitaria Detiawati menepis isu penundaan sebagai “hoaks” dan menegaskan gaji akan dibayar setelah NIP terbit dari BKN . Tiga bulan berlalu, keterlambatan justru melebar: guru SMA di Batam mengaku sudah tiga bulan tanpa upah, memaksa sebagian dari mereka berutang untuk bertahan hidup .
Tekanan Sosial-Ekonomi
“Cicilan motor jalan terus, uang kos harus dibayar, tapi gaji belum turun. Bagaimana kalau ini terjadi di keluarga Gubernur?” keluh seorang guru P3K yang enggan disebutkan namanya. Seorang pemerhati sosial di Tanjungpinang menilai persoalan ini “bukan sekadar administrasi, melainkan krisis kemanusiaan”—menyentuh nilai hakiki kesejahteraan pegawai yang sudah bekerja penuh.
Regulasi Nasional vs. Realitas Daerah
Ironisnya, pemerintah pusat telah menegaskan bahwa gaji P3K tahun anggaran 2025 akan dicairkan serentak mulai 1 Juli 2025 di seluruh instansi—termasuk pemerintah daerah . Di Kepri, tanggal itu datang dan berlalu tanpa kepastian dana masuk ke rekening pegawai. Banyak P3K menduga proses penetapan anggaran belanja pegawai daerah, verifikasi NIP, hingga penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) di BKAD masih tersendat.
Pejabat Pemprov berulang kali menyebut “menunggu SK perpanjangan kontrak” atau “proses SPM” sebagai biang keterlambatan. Namun, pola serupa—penundaan sejak Januari, janji “pekan depan cair”, lalu molor lagi—telah berulang setidaknya tiga kali sepanjang semester pertama 2025. Di sisi lain, beban fiskal daerah tidak sepenuhnya dapat dijadikan alasan, karena belanja pegawai P3K sudah dianggarkan dalam APBD 2025 bersamaan dengan belanja barang dan jasa.
Serikat pegawai dan organisasi profesi guru kini menyiapkan langkah hukum, termasuk opsi class action terhadap Pemprov jika keterlambatan melebihi 60 hari kerja. Praktisi hukum ketenagakerjaan di Batam mengingatkan bahwa Perpres 11/2024 dan Permenkeu 29/2025 memuat sanksi terhadap pejabat pengguna anggaran yang lalai membayar hak pegawai tepat waktu.
Di level politik, DPRD Kepri berencana memanggil BKAD, BKD, serta Dinas Pendidikan untuk Rapat Dengar Pendapat, membahas progres penyaluran gaji sekaligus menagih tenggat pasti pencairan.
Pemerintah Provinsi Kepri belum mengeluarkan pernyataan resmi soal jadwal pembayaran. Sementara itu, setiap hari keterlambatan memperdalam jerat utang dan tekanan psikologis para P3K—aparatur negara yang mestinya menjadi lini depan pelayanan publik. Kepastian pencairan gaji kini lebih dari sekadar urusan birokrasi; ia telah menjelma barometer kepekaan pemerintah terhadap nasib pegawainya sendiri. (Arf)
Berita Terkait
Pelantikan Direksi–Komisaris PT Energi Kepri: Antara Harapan Besar dan Tanda Tanya Kesiapan sidikfokusnews.com-Tanjungpinang.— Gubernur Kepulauan Riau, H. Ansar Ahmad, resmi melantik jajaran Direksi dan Komisaris dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yakni PT Energi Kepri (Perseroda) dan PT Pembangunan Kepri (Perseroda) di Gedung Daerah, Rabu (20/8/2025) malam. Berikut nama-nama pejabat yang dilantik: PT Energi Kepri (Perseroda): Dr. Aries Fhariandi, S.Sos., M.Si – Komisaris Juanda, S.Mn., M.M – Komisaris Sri Yunihastuti, S.T., M.M – Direktur Utama Ir. Fauzun Atabiq – Direktur Operasional Afrizal Berry – Direktur Umum/Keuangan PT Pembangunan Kepri (Perseroda): Hendri Kurniadi, S.STP., M.Si – Komisaris Dalam sambutannya, Ansar menekankan peran strategis BUMD sebagai instrumen pembangunan ekonomi daerah sekaligus motor penggerak pertumbuhan. “Kalau dikelola inovatif, hasilnya akan langsung dirasakan masyarakat Kepri. BUMD juga harus memberi kontribusi nyata pada Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tegasnya. Namun, di balik seremoni pelantikan ini, muncul sejumlah pertanyaan mendasar terkait kelembagaan maupun kapasitas figur-figur yang duduk di kursi strategis. Chaidarrahmat, mengingatkan bahwa pembentukan PT Energi Kepri memiliki tujuan utama yang sangat spesifik, yakni untuk mengelola hak Participating Interest (PI) 10% migas di wilayah kerja (WK) yang berada di perairan Kepri. “Ini bukan BUMD biasa. Ia dibentuk sebagai vehicle khusus agar daerah bisa menerima manfaat langsung dari PI 10% hasil divestasi kontraktor migas yang beroperasi di Kepri. Tujuan primernya jelas: mengelola hak PI, sementara tujuan sekundernya baru disiapkan ke depan untuk merambah bisnis sektor hilir migas,” jelasnya. Namun menurutnya, sejak April 2025 lalu, PT Pembangunan Kepri selaku holding telah menandatangani pengalihan PI 10% Northwest Natuna (PT PK NWN) dari operator Prima Energy Northwest Natuna Pte. Ltd. (PENN). Proses ini sudah berjalan lebih dari empat bulan, melewati tenggat 60 hari yang diberikan SKK Migas untuk mengajukan kualifikasi teknis. “Artinya, Kepri sudah terlambat dalam mengimplementasikan hak PI itu. Sekalipun ada perpanjangan waktu hingga April 2026, pertanyaannya: apakah PT Energi Kepri mampu memenuhi persyaratan teknis dalam tempo singkat ini? Kalau gagal, peluang emas itu bisa hilang,” katanya. Chaidarrahmat menambahkan, opsi lain adalah mengejar hak PI di blok migas lain di Natuna–Anambas. Namun, ia mempertanyakan kepastian dan potensi ekonominya dibandingkan Northwest Natuna yang sudah ada di depan mata. Figur-figur Baru, Apakah Tepat Sasaran? Selain masalah kelembagaan, sorotan juga tertuju pada figur-figur yang baru dilantik. Menurut sejumlah pengamat, mayoritas tidak memiliki latar belakang profesional di sektor migas maupun rekam jejak sebagai pebisnis kelas korporasi energi. “Memang sudah dilakukan fit and proper test, tapi itu tidak otomatis menjamin kapasitas manajerial mereka mumpuni untuk menghadapi kompleksitas bisnis migas. Padahal, industri ini sangat padat modal, berisiko tinggi, dan penuh regulasi teknis,” ujar Chaidarrahmat. Ia menilai tantangan ke depan bukan sekadar menjaga operasional perusahaan, melainkan membuktikan bahwa BUMD ini bisa menghasilkan dividen signifikan untuk mendukung PAD Kepri. Hal ini menjadi penting di tengah kondisi APBD yang tengah mengalami defisit dan kesulitan menjaga kapasitas fiskal. “Kalau manajemen BUMD hanya diisi figur-figur yang minim pengalaman teknis, dikhawatirkan perusahaan ini malah menjadi beban, bukan instrumen solusi fiskal. Padahal, ekspektasi publik adalah PT Energi Kepri bisa memberi nilai tambah nyata untuk daerah,” tambahnya. Keberadaan PT Energi Kepri ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia membawa harapan besar: menjadi pintu masuk bagi Kepri mengelola langsung kekayaan migas di lautnya sendiri. Tetapi di sisi lain, ada tanda tanya besar soal keterlambatan prosedural, kesiapan teknis, dan kapasitas sumber daya manusia yang akan mengelolanya. “Kalau tidak segera dibenahi, risiko kehilangan momentum sangat nyata. Padahal ini menyangkut masa depan fiskal Kepri, kemandirian energi, dan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Chaidarrahmat.”(arf-6)
Post Views: 1,090