Batam – sidikfokusnews.com – Polda Kepri melaksanakan upacara kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi bagi para personel Polri periode 1 Juli 2025, yang berlangsung dengan khidmat dan penuh makna. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kapolda Kepri Irjen. Pol. Asep Safrudin, S.I.K., M.H., Wakapolda Kepri Brigjen. Pol. Dr. Anom Wibowo, S.I.K., M.H., serta diikuti oleh Pejabat Utama Polda Kepri, Ketua Bhayangkari Daerah Kepri Ny. Detta Asep Safrudin, Wakil Ketua Bhayangkari Daerah Kepri Ny. Erie Anom Wibowo dan Pengurus Bhayangkari Daerah Kepri serta perwakilan personel yang naik pangkat dan perwakilan satker Polda Kepri yang mengikuti upacara Korp Raport Personel Polda Kepri. Selasa (1/7/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Kabidhumas Polda Kepri Kombes. Pol. Zahwani Pandra Arsyad, S.H., M.Si., menyampaikan bahwa pada periode ini, sebanyak 442 personel Polri di lingkungan Polda Kepri dan jajaran Polres dinyatakan layak naik pangkat setingkat lebih tinggi, setelah melalui proses evaluasi dan verifikasi administrasi. Kenaikan pangkat ini menjadi wujud penghargaan institusi atas dedikasi, loyalitas, dan profesionalisme anggota Polri dalam melaksanakan tugas-tugas kepolisian.
Upacara ini melibatkan personel dari dua lingkungan:
• Polda Kepri: 214 personel
• Polres/ta Jajaran : 228 personel
Rincian jumlah personel yang naik pangkat:
• Perwira: 26 orang
• Bintara: 393 orang
• Tamtama: 23 orang
Empat Perwira Menengah Polda Kepri yang naik pangkat dari Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) ke Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) adalah:
1. AKBP Agung Budi Leksono, S.I.K., S.H., M.Pd., dinaikan pangkat menjadi Komisaris Besar Polisi Agung Budi Leksono, S.I.K., S.H., M.Pd., yang menjabat sebagai Dirintelkam Polda Kepri
2. AKBP Suherman Zein, S.H., M.H. dinaikan pangkat menjadi Komisaris Besar Polisi Suherman Zein, S.H., M.H., yang menjabat sebagai Auditor Kepolisian Madya Tk. III Itwasda Polda Kepri
3. AKBP Arief Doddy Suryawan, S.I.K., dinaikan pangkat menjadi Komisaris Besar Polisi Arief Doddy Suryawan, S.I.K., yang menjabat sebagai Dansat Brimob Polda Kepri
4. AKBP Nugroho Dwi Karyanto, S.I.K., dinaikan pangkat menjadi Komisaris Besar Polisi Nugroho Dwi Karyanto, S.I.K., yang menjabat sebagai Auditor Kepolisian Madya Tk. III Itwasda Polda Kepri
“Kenaikan pangkat adalah bukti penghargaan atas dedikasi, komitmen, dan kerja keras yang ditunjukkan dalam menjalankan tugas sebagai anggota Polri. Pangkat baru yang diperoleh adalah bukti pengakuan akan kemampuan dan pengalaman yang telah diperoleh selama bertugas,” ucap Kabidhumas Polda Kepri Kombes. Pol. Zahwani Pandra Arsyad, S.H., M.Si.
Kabidhumas Polda Kepri Kombes. Pol. Zahwani Pandra Arsyad, S.H., M.Si., juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga dan para pengurus Bhayangkari yang selalu memberikan dukungan kepada anggota Polri. Dukungan dan pengertian dari keluarga sangat berarti dalam menjalankan tugas dengan baik.
“Sekali lagi, selamat kepada seluruh anggota yang naik pangkat. Saya berharap kenaikan pangkat ini akan membawa keberkahan dan kesuksesan bagi Anda semua dalam melaksanakan tugas-tugas kepolisian” tutup Kabidhumas Polda Kepri Kombes. Pol. Zahwani Pandra Arsyad, S.H., M.Si. (Nursalim Turatea).
Berita Terkait
Perobohan Hotel Purajaya: Warisan yang Dilanjutkan BP Batam di Era Amsakar Panja Pengawasan Mafia Tanah Komisi III DPR RI Hanya Pepesan Kosong Batam, 30 September 2025. Kisah kelam perobohan Hotel Purajaya di Batam terus bergulir sebagai luka hukum, ekonomi, sekaligus sosial yang tak kunjung disembuhkan. PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, masih berjuang mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi 30 hektar lahan miliknya yang kemudian disusul dengan penghancuran bangunan hotel senilai Rp922 miliar. Meski desakan demi desakan mengalir dari DPR RI hingga pimpinan lembaga tinggi negara, Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap bergeming. Alih-alih menyelesaikan masalah, rezim baru BP Batam di bawah kepemimpinan Amsakar tampak meneruskan warisan zalim pendahulunya. Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, menegaskan pihaknya telah menempuh seluruh jalur resmi. Rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, bahkan permintaan dari Wakil Ketua DPR RI kepada Ketua Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Kapolri, hingga Kepala BP Batam, tak digubris sedikitpun. “Apakah warisan yang ditinggalkan BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya? Tampaknya iya,” ujar Rury dengan getir. Harapan sempat tumbuh saat Komisi VI DPR RI mengunjungi Batam pada 18 Juli 2025. Dalam forum itu, sekitar 40 warga Batam turut menyampaikan keluhannya. Namun, hingga kini tidak satu pun rekomendasi ditindaklanjuti. Rury menyebut Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk DPR RI hanya sebatas “pepesan kosong” tanpa taring. Zukriansyah, perwakilan warga, mengamini kekecewaan itu: “Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan Komisi VI sampai sekarang.” Kekecewaan tersebut membuat PT DTL menempuh jalur lebih keras. Saat ini pengaduan sedang disiapkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Mabes Polri. Fokusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pencabutan lahan dan tindak pidana pengeroyokan dalam perobohan aset. “Langkah ini paling tepat, sebab BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Justru ada dugaan kuat, BP Batam terus melindungi mafia tanah. Bukannya membenahi, tetapi mengawal kepentingan konsorsium mereka,” tegas Rury. Pengamat hukum pertanahan, menyebut kasus ini sebagai kejahatan pertanahan paling terbuka. Pencabutan alokasi lahan tanpa dasar hukum yang sah sudah menjadi pelanggaran, diperparah dengan perobohan bangunan tanpa putusan pengadilan. “Saya heran, kenapa penegak hukum enggan menaikkan kasus ini ke tingkat penyidikan. Ini perampasan hak, tindakan inkonstitusional, dan bentuk nyata kejahatan pertanahan,” katanya. Sikap serupa pernah ditegaskan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Ia menilai perobohan Hotel Purajaya tidak sah secara hukum. Dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum di Jakarta, Habiburokhman menyoroti keterlibatan aparat dalam proses yang jelas-jelas bukan eksekusi pengadilan. “Kalau eksekusi, yang mengoordinir adalah pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan, maka bukan eksekusi,” tegasnya. Komisi III pun mendorong pembentukan Panja mafia tanah untuk mengungkap jaringan di balik kasus ini, namun langkah itu macet karena resistensi dari BP Batam. Aktivis Monica Nathan menilai drama Purajaya hanyalah satu fragmen dari pola besar yang memperlihatkan lemahnya komitmen DPR RI dalam membela rakyat. Menurutnya, peristiwa rusuh di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus hingga awal September 2025 menjadi bukti bahwa kemarahan publik bukan ilusi. “DPR lebih sibuk dengan retorika basi. Panja Komisi VI untuk evaluasi tata kelola lahan Batam, Panja Komisi III untuk melawan mafia tanah—mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya,” ujarnya pedas. Moratorium reklamasi yang sempat diumumkan Wakil Wali Kota Batam juga hanya berhenti di atas kertas. Secara teori, moratorium berarti semua proyek dihentikan hingga audit selesai. Faktanya, pancang-pancang reklamasi tetap berdiri di Teluk Tering. Hal ini semakin menegaskan bahwa keputusan politik dan hukum di Batam kerap diabaikan, sementara kepentingan ekonomi segelintir pihak terus dijaga. Kasus Purajaya kini menjadi simbol kezaliman tata kelola lahan di Batam. Ia menggambarkan bagaimana mafia tanah, aparat, birokrasi, dan politik bisa berpadu dalam satu lingkaran yang menekan rakyat dan investor lokal. Hingga saat ini, tak ada kejelasan kapan keadilan akan hadir. Namun satu hal pasti, suara lantang dari Batam terus menantang BP Batam: apakah mereka akan menutup mata demi melanggengkan warisan, atau berani memutus mata rantai mafia tanah yang telah menjarah hak rakyat selama puluhan tahun.”(tim)
Post Views: 80