sidikfokusnews.com.Tanjungpinang — Sebuah peristiwa mengejutkan terjadi di Jalan Gatot Subroto, Gang Putri Desa Nomor 36, RT 003 RW 001, pada Rabu, 26 November 2025, sekitar pukul 17.00 WIB. Seorang pejabat Bank Syariah Indonesia (BSI) cabang Kota Tanjungpinang, inisial PG memasuki rumah warga tanpa izin, membawa seorang perempuan keturunan Tionghoa, dan menggunakan kendaraan berpelat BP 1925 RY.
Menurut kesaksian pemilik rumah, pejabat tersebut masuk tanpa mengetuk pintu, tanpa mengucapkan salam, dan tanpa memberikan penjelasan tentang maksud kedatangannya. Tanpa basa-basi, ia langsung menuju lantai dua, naik ke ruang yang sehari-hari digunakan sebagai kamar salat pemilik rumah. Perempuan yang bersamanya bahkan naik lebih jauh hingga lantai tiga tanpa terlebih dahulu meminta izin kepada tuan rumah.
Pemilik rumah menyatakan tindakan ini sebagai pelanggaran serius terhadap aturan hukum dan norma sosial. Dalam perspektif hukum Indonesia, memasuki rumah orang lain tanpa persetujuan penghuni dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan pelanggaran privasi dan pasal memasuki pekarangan atau rumah tanpa hak sebagaimana diatur dalam KUHP.
Seorang ahli hukum pidana menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dianggap remeh. Masuk ke rumah warga tanpa izin pada situasi apa pun—terlebih oleh pejabat bank—membuka potensi tindak pidana yang dapat diproses secara formal. Ia juga menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pengabaian terhadap hak dasar warga atas rasa aman di tempat tinggalnya.
Dari sudut pandang tata kelola lembaga keuangan, peristiwa ini menyalakan alarm. Seorang pengamat etika perbankan menjelaskan bahwa tidak ada alasan yang membenarkan pegawai bank mendatangi rumah nasabah tanpa pemberitahuan, apalagi tanpa identitas resmi dan membawa pihak eksternal. Ia menegaskan bahwa lembaga perbankan wajib menjelaskan situasi ini, karena tindakan seperti itu berpotensi mencederai kepercayaan publik.
“Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur layanan bank. Ini tindakan yang menyentuh ranah hak privasi paling mendasar. Satu-satunya pihak yang secara hukum bisa masuk ke rumah warga tanpa izin hanyalah aparat penegak hukum dalam kondisi dan prosedur tertentu. Di luar itu, tindakan ini tidak dapat dibenarkan,” ujarnya.
Pola seperti ini bisa dipersepsikan sebagai bentuk intimidasi atau tekanan, sehingga penjelasan resmi menjadi mutlak diperlukan. Jika tidak, publik dapat menginterpretasikan tindakan ini sebagai penyalahgunaan posisi atau kewenangan oleh pihak bank.
Pemilik rumah dengan tegas meminta klarifikasi dari pejabat BSI yang bersangkutan. Mereka menyatakan siap mengambil langkah hukum apabila tidak ada penjelasan transparan yang menjelaskan motif, tujuan, dan alasan kedatangan tanpa izin tersebut.
Sampai artikel ini diturunkan, Bank Syariah Indonesia belum mengeluarkan pernyataan resmi. Upaya konfirmasi terus dilakukan, sementara publik menunggu respons lembaga tersebut terhadap laporan yang menyangkut pelanggaran privasi dan dugaan tindakan di luar kewenangan.
Media masih berjalan, serta permintaan klarifikasi langsung kepada pihak BSI. Kasus ini menjadi sorotan karena menyentuh dua aspek penting sekaligus: etika lembaga keuangan dan hak privasi warga.
[ tim ]

















