banner 728x250
Batam  

Membaca Ulang Pemanggilan, PHK, dan Dua Versi yang Saling Bertentangan: Menanggapi Pernyataan PT Allbest Marine

banner 120x600
banner 468x60

 

sidikfokusnews.com – Batam. Hak jawab dan klarifikasi yang diminta oleh perusahaan Allbest Marine kepada Sidik fokus News com, dijawab tanggal 24 November 2025. Di sebuah kantor di kawasan industri Tanjung Uncang, seorang pekerja bernama Faisal dipanggil secara mendadak tanpa pemberitahuan apa pun. Ia baru dua pekan bekerja, tidak pernah menerima surat panggilan, tidak pernah diberi tahu bahwa ia sedang diperiksa, dan tidak pernah mendapat kesempatan untuk memahami duduk perkaranya. Begitu tiba, pertanyaan pertama yang ditujukan kepadanya langsung soal transfer Rp500.000. Tidak ada penjelasan pembuka, tidak ada pemberitahuan sebelumnya, dan tidak ada informasi resmi. Karena itulah ia menyebutnya sebagai pemanggilan misterius.

banner 325x300

PT Allbest Marine membantah istilah tersebut. Perusahaan menyebut bahwa panggilan itu bagian dari “klarifikasi internal”. Namun setelah dilakukan penelusuran langsung pada dokumen dan kronologi, banyak bagian dari klaim perusahaan yang tidak dapat dibuktikan.

Tidak ada arsip panggilan sebelum 17 Oktober 2025. Tidak ada surat undangan klarifikasi yang pernah diterima Faisal. Tidak ada berita acara pemeriksaan. Tidak ada catatan bahwa perusahaan telah melakukan pemeriksaan berjenjang sebagaimana seharusnya dalam hubungan industrial. Bahkan surat panggilan yang disebut perusahaan bertanggal 16 Oktober tidak pernah diterima Faisal, tidak ditandatangani, dan tidak ada bukti penerimaannya. Semua ini memperlihatkan bahwa proses yang perusahaan klaim sebagai “SOP” tidak dapat diverifikasi secara administratif.

Yang justru muncul adalah fakta bahwa pada 17 Oktober, Faisal menerima dua dokumen sekaligus: satu surat panggilan pertama dan satu surat pemutusan hubungan kerja. Panggilan dan PHK pada hari yang sama adalah pola yang sangat jarang terjadi dan dalam praktik hubungan industrial disebut sebagai PHK kilat. Istilah ini bukan tuduhan, melainkan penjelasan tentang kronologi yang tidak mengikuti tahap pemeriksaan seperti biasanya. Tidak ada kesempatan pembelaan diri. Tidak ada tahapan pemanggilan satu per satu. Tidak ada pemeriksaan terbuka. Pemanggilan hanya menjadi formalitas, sementara keputusan PHK sudah diputuskan lebih dulu.

Pusat masalah berikutnya adalah uang Rp500.000. PT Allbest Marine menyatakan PHK tidak ada kaitan dengan uang itu. Tetapi faktanya, pertanyaan pertama dalam pemanggilan justru mengenai uang tersebut. Redaksi menelusuri dokumen internal perusahaan dan tidak menemukan satu pun catatan bahwa Fajar—orang yang mengirim uang itu—pernah dipanggil untuk dimintai keterangan. Tidak ada audit kecil. Tidak ada pemeriksaan silang. Tidak ada klarifikasi tertulis. Satu-satunya dokumen yang mengaitkan uang itu dengan proses PHK hanyalah bukti transfer yang ditempel pada surat PHK tanpa penjelasan investigatif. Artinya, proses ini melompat dari dugaan langsung ke pemecatan tanpa pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan.

PT Allbest Marine juga menyatakan bahwa mereka menawarkan tiga opsi penyelesaian kepada Faisal. Namun dalam pemeriksaan lapangan, tidak ditemukan satu pun dokumen yang menunjukkan bahwa penawaran itu pernah disampaikan secara resmi. Tidak ada surat resmi. Tidak ada forum bipartit. Tidak ada notulensi. Tidak ada tanda tangan kedua belah pihak. Yang ada hanyalah pembicaraan informal di kedai kopi. Dalam hukum ketenagakerjaan, pembicaraan informal tidak dapat menjadi dasar penyelesaian perselisihan industrial.

Perusahaan juga menyebut bahwa seluruh hak normatif Faisal sudah dibayar. Namun akar masalah bukan upah, melainkan pelanggaran prosedur yang membuat dasar PHK menjadi tidak sah. Pemanggilan tanpa pemberitahuan, pemeriksaan yang tidak pernah dilakukan, dokumen yang tidak bisa diverifikasi, serta keputusan PHK yang diberikan pada hari yang sama dengan panggilan. Dalam hubungan industrial, prosedur adalah syarat sahnya keputusan. Tanpa prosedur, keputusan kehilangan landasan.

Ketika perusahaan menyampaikan hak jawab, redaksi SidikFokus.com telah memuatnya secara utuh sesuai prinsip cover both sides. Namun hak jawab tersebut tidak menjawab pertanyaan inti yang sudah berulang kali dikirimkan kepada perusahaan melalui telepon, pesan WhatsApp, maupun kedatangan langsung ke kantor. Redaksi tidak mendapatkan bukti panggilan resmi sebelum 17 Oktober. Tidak mendapatkan bukti pemeriksaan internal. Tidak mendapatkan bukti pemanggilan terhadap Fajar. Tidak mendapatkan bukti tahapan pemanggilan satu sampai tiga. Tidak mendapatkan penjelasan tentang dasar PHK jika perusahaan menyatakan PHK tidak terkait transfer Rp500.000. Karena pertanyaan kunci tidak dijawab, versi perusahaan menjadi tidak lengkap dan tidak konsisten.

Pada bagian ini muncul persoalan baru yang menyentuh ranah UU Pers No. 40 Tahun 1999. Dalam hak jawabnya, perusahaan menyatakan bahwa pemberitaan SidikFokus.com “tidak berimbang” dan “tidak sesuai fakta”. Namun pernyataan itu tidak disertai bukti apa pun. Tudingan seperti ini dapat menekan kerja wartawan, menghalangi redaksi memperoleh informasi lanjutan, dan dapat masuk wilayah pelanggaran terhadap kemerdekaan pers.

Undang-Undang Pers mengatur hal ini dengan sangat jelas. Pasal 4 ayat (3) menyatakan: “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Artinya, perusahaan tidak boleh menghambat, menekan, atau menutup akses klarifikasi yang diminta wartawan.

Lebih jauh lagi, Pasal 18 ayat (1) menyatakan: “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.” Jika perusahaan melontarkan tudingan tanpa bukti, sambil tidak menjawab pertanyaan kunci, sambil menutup akses klarifikasi, maka tindakan itu dapat masuk dalam kategori menghambat kerja jurnalistik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.

Inilah yang membuat sengketa ini bukan hanya persoalan hubungan industrial, tetapi juga menyentuh wilayah kebebasan pers. Ketika perusahaan tidak memberikan jawaban substantif, tetapi justru menyatakan pemberitaan “tidak benar”, padahal redaksi sudah membuka ruang hak jawab, maka redaksi memiliki hak penuh berdasarkan undang-undang untuk meminta klarifikasi lanjutan dan bahkan menempuh langkah hukum apabila penghalangan itu terus terjadi.

Pada akhirnya publik akan menilai sendiri. Versi perusahaan yang tidak disertai dokumen tahapan, atau versi lapangan yang menunjukkan tidak adanya prosedur resmi sejak awal. Redaksi SidikFokus News.com tetap membuka ruang bagi hak jawab tambahan, tetapi selama dokumen administratif tidak dapat ditunjukkan, versi perusahaan akan selalu menyisakan tanda tanya besar.

Jika ada langkah hukum lanjutan yang diperlukan, termasuk somasi dengan dasar UU Pers No. 40 Tahun 1999, redaksi menegaskan bahwa seluruh data faktual sudah tercatat dan dapat digunakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

[ arf-6 ]

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *