sidikfokusnews.com-Jakarta.-Dalam arus deras globalisasi ilmu pengetahuan, institusi pendidikan tinggi dituntut untuk tidak hanya mengikuti perkembangan, tetapi juga menjadi penggerak utama kemajuan akademik lintas batas negara. Program Doktor Pendidikan Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) tampaknya telah membaca tanda zaman ini dengan tepat. Melalui rangkaian Kuliah Pakar Internasional, program ini membuka ruang konfergensi akademik yang menghubungkan pemikiran, pengalaman, dan metodologi pendidikan dari berbagai penjuru dunia.
Inisiatif ini menunjukkan bahwa Untirta tidak mau hanya menjadi penonton dalam dunia pendidikan yang kian berjejaring. Dengan menghadirkan pakar pendidikan dari Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Turkiye, hingga Australia, Untirta tidak hanya sekadar memperluas jejaring internasional, tetapi juga memperkuat kapasitas intelektual civitas akademikanya dalam menangkap persoalan-persoalan pendidikan dari perspektif multidisipliner.
Penyelenggaraan kuliah pakar internasional menjadi bukti bahwa Untirta menolak terkungkung dalam egosentrisme ilmu lokal. Kehadiran Dr. dr. Rizki Edmi Edison, Ph.D. yang membahas arsitektur tersembunyi dalam relasi otak dan pembelajaran, misalnya, bukan hanya memperkaya khazanah pedagogi, tetapi membuka ruang refleksi bahwa pendidikan masa depan tak bisa dilepaskan dari temuan-temuan neurosains. Begitu pula dengan perbandingan sistem pendidikan Malaysia dan Indonesia, yang membuka seminar dialogal antara praktik kebijakan dan tantangan implementasi di dua negara serumpun.
Sementara itu, sesi yang dibawakan Associate Prof. Mehmet Filiz, Ph.D. tentang Systematic Literature Review (SLR) menjadi pengingat bahwa riset ilmiah tidak hanya soal mencari data, tetapi juga menyusun argumen berbasis disiplin metodologi yang kokoh. Dalam konteks Indonesia, di mana budaya literasi akademik masih berproses, pemahaman akan SLR adalah bekal penting bagi para peneliti.
Di titik ini kita dapat mencermati bahwa internasionalisasi bagi perguruan tinggi tidak hanya berarti hadir dalam ranking global atau memiliki publikasi internasional. Lebih dari itu, internasionalisasi adalah upaya membuka ruang dialog dan pengetahuan lintas bangsa, menciptakan kolaborasi yang bermakna, serta membangun kultur akademik yang continous learning.
Dalam paparan penutup, Associate Prof. Rosie Yasmin, Ph.D. mempertegas pentingnya riset kualitatif sebagai sarana transformasi dan inovasi pendidikan. Perspektif tersebut menjadi sangat relevan dalam konteks kekayaan sosial-budaya Indonesia yang tidak dapat sepenuhnya dibaca melalui angka-angka statistik. Di sinilah pentingnya pendekatan kualitatif dalam membongkar realitas pendidikan di akar rumput dan menemukan solusi inovatif yang kontekstual.
Komitmen Program Doktor Pendidikan Untirta dalam membuka ruang akademik internasional ini patut diapresiasi dan didorong untuk terus berkelanjutan. Koordinator Program, Prof. Dr. Asep Muhyidin, M.Pd., dengan tepat melihat kegiatan ini bukan sekadar transfer ilmu, tetapi perluasan cakrawala berpikir. Lebih jauh lagi, ini adalah agenda membangun habitus akademik yang terhubung dengan dunia.
Sementara itu, apresiasi Direktur Pascasarjana, Prof. Aan Asphianto, mengingatkan kita bahwa langkah ini bukan sekadar proyek sesaat, melainkan bagian dari strategi besar institusional dalam memajukan reputasi kampus. Untirta, melalui inisiatif ini, menunjukkan bahwa mereka punya momentum untuk menegaskan peran sebagai pemain utama dalam percakapan ilmiah regional dan global.
Dalam konteks kebijakan pendidikan tinggi nasional yang sedang bergerak menuju akreditasi internasional, upaya seperti ini adalah fondasi strategis. Sebab, internasionalisasi sejatinya bukan tentang sekadar publikasi atau ranking, tetapi tentang menciptakan ekosistem belajar dan penelitian yang melampaui batas geografis. Di era ketika pengetahuan dapat berpindah dalam hitungan detik, hanya lembaga yang mampu membangun jejaring global lah yang mampu menjadi garda depan perubahan pendidikan.
Dan di titik itulah, Untirta telah mengambil langkah yang tepat—membangun jembatan pengetahuan, melintasi negara dan budaya, menuju masa depan pendidikan yang lebih progresif dan berdaya saing.
(Redaksi)

















