Di sebuah sudut Tanjungpinang yang tidak pernah kehilangan denyut tradisi, berdiri sebuah usaha kuliner yang lebih dari sekadar tempat makan. Pagi Sore bukan hanya nama warung, melainkan penanda perjalanan rasa dan sejarah yang panjang, dimulai sejak tahun 1951. Di sanalah Bang Muhammad Yasin, pewaris generasi ketiga, melanjutkan kisah perjuangan dan ketulusan keluarganya dalam menyajikan makanan yang tak berubah kualitasnya dari zaman ke zaman.
Semua bermula ketika sang ayah memulai usaha prata setelah menikah dengan ibunda tercinta. Tahun 1951 menjadi tonggak awal yang penuh harapan dan semangat. Prata yang dibuat dengan tangan sendiri, dari bahan-bahan yang jujur dan cara penyajian yang penuh cinta, menjadi fondasi awal usaha ini. Dari tahun 1951 hingga wafatnya sang ayah di tahun 1965, warung ini berkembang bukan hanya karena rasanya yang khas, tapi juga karena sikap ramah dan keterbukaan keluarga Yasin terhadap siapa saja yang datang.
Kini, di tangan Bang Muhammad Yasin, usaha itu tidak sekadar dilanjutkan, tapi dijaga seperti pusaka berharga. Ia tidak hanya mewarisi resep dan nama baik, tapi juga nilai-nilai keistiqomahan yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya. Dengan ketulusan, ia berkata, “Saya sekarang sudah generasi ketiga. Harapan saya ke depan, mudah-mudahan tetap bisa istiqomah. Saya ingin terus menyuguhi makanan yang bertahan dengan kualitas seperti dulu, tidak berubah-ubah.”
Apa yang diucapkan bukanlah sekadar retorika. Setiap hari, para pelanggan tetap datang. Mereka bukan hanya mencari makan, tapi bernostalgia. Dari warga biasa hingga tokoh-tokoh penting, dari politisi hingga keluarga besar, semua merasa dekat dengan tempat ini. Di antara mereka, ada yang bahkan rela datang dari jauh, hanya untuk menikmati prata yang rasanya masih sama seperti dahulu. “Alhamdulillah, sampai sekarang penikmat prata kami terus datang bersama keluarga, kawan-kawannya. Walaupun kondisi ekonomi sedang sulit, kami tetap bersyukur atas nikmat Allah yang diberikan kepada kami,” tuturnya penuh rasa syukur.
Keistimewaan warung prata Pagi Sore ini juga diakui oleh tokoh sentral pergerakan di Kepulauan Riau, H. Husrin Hood, Ketua BP3KR. Dalam sebuah kunjungannya, ia menyatakan bahwa makanan prata yang disajikan Bang Yasin adalah legenda hidup. “Ini makanan legend, sejak zaman dolar sampai hari ini. Almarhum ayah Bang Yasin dan ayah saya, Arman, sudah berkawan lama. Maka dari itu, tempat ini selalu membuat orang rindu Tanjungpinang. Rasanya belum sampai ke Tanjungpinang kalau belum singgah ke Pagi Sore,” ucapnya mengenang.
Pernyataan itu bukan sekadar sanjungan, tapi testimoni yang lahir dari pengalaman dan kenangan yang tertanam dalam. Warung ini bukan hanya menjual prata, tapi juga menyajikan rasa pulang, rasa tenang, dan rasa diterima. Seolah-olah setiap pengunjung adalah keluarga yang datang dari jauh, disambut hangat dengan aroma prata yang menggoda dan senyum tulus sang pemilik.
Di tengah derasnya arus modernisasi, perubahan tren makanan, dan dinamika sosial ekonomi yang tidak mudah, usaha seperti Pagi Sore menunjukkan bahwa ada hal-hal yang tetap bisa bertahan: kejujuran dalam rasa, ketulusan dalam melayani, dan kesetiaan pada nilai-nilai yang diwariskan.
Bang Muhammad Yasin tidak perlu spanduk besar atau promosi gencar di media sosial. Ia hanya perlu menjaga rasa yang sama, menyambut dengan hati yang sama, dan berdoa dengan semangat yang sama seperti yang dilakukan ayahnya puluhan tahun silam. Maka tak heran, Pagi Sore tetap menjadi titik temu lintas generasi di Tanjungpinang—tempat di mana tradisi bertemu dengan harapan, dan cita rasa bertemu dengan cinta.
Sebuah pelajaran tentang usaha yang tidak hanya menjual makanan, tapi juga menyentuh kehidupan.