banner 728x250

Kisruh di Tubuh FPK Kepri: Antara Kepemimpinan yang Lemah, Pemberhentian Sepihak, dan Seruan untuk Pembinaan yang Bijak

banner 120x600
banner 468x60

sidikfokusnews.com-Tanjungpinang — Konflik internal di tubuh Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Kepulauan Riau kembali mencuat setelah sejumlah anggota lama menuding adanya tindakan sepihak dalam proses pemberhentian mereka tanpa prosedur yang jelas. Persoalan ini bukan hanya menyoroti gaya kepemimpinan di internal forum, tetapi juga memunculkan pertanyaan besar tentang peran Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) sebagai pembina lembaga tersebut.

Salah satu anggota FPK. Darfiet, menyampaikan kekecewaannya terhadap cara kepemimpinan yang dianggap tidak mencerminkan semangat pembauran. Ia mengungkap bahwa sejumlah anggota diberhentikan tanpa pemberitahuan resmi, tanpa surat panggilan, dan tanpa rekomendasi yang jelas dari daerah asal.

banner 325x300

“Kalau dilihat dari pengalaman saya, tidak ada satu pun mekanisme organisasi yang dijalankan oleh pimpinan FPK saat memberhentikan orang. Semena-mena, tanpa pemberitahuan, tanpa prosedur. Besok datang lagi rekomendasi baru, muncul lagi nama yang lain. Ini bukan cermin organisasi yang sehat,” ujar Darfiet dengan nada kecewa.

Menurutnya, FPK semestinya menjadi wadah untuk menciptakan kondusivitas dan kebersamaan, bukan sebaliknya menjadi sumber perpecahan di antara masyarakat. “Forum Pembauran itu seharusnya mengayomi. Ini negeri kita, kampung kita. Kalau orang dikeluarkan tanpa alasan yang jelas, itu melukai hati banyak pihak,” lanjutnya.

Darfiet juga menyinggung soal hak-hak pengurus lama yang belum sepenuhnya dipenuhi. Ia mengaku masih ada ketidakjelasan mengenai masa hak jabatan dan mekanisme administrasi di tubuh FPK. “Dulu kami sempat diberikan hak selama enam bulan, dihitung dari Januari. Tapi sampai sekarang, bagaimana kelanjutannya, kami tidak tahu. Pengurus saja tidak dilibatkan dalam penjelasan,” tuturnya.

Seruan untuk Kesbangpol: Darfiet menegaskan bahwa Kesbangpol Provinsi Kepri perlu lebih cermat dalam mengawasi dinamika internal FPK, terutama menyangkut prosedur pemberhentian pengurus dan rekrutmen anggota baru.

“Kesbangpol itu wadah pengayom, bukan lembaga yang menjustifikasi satu pihak. Jadilah pembina yang bijak, bukan pembinaan yang memihak. Kalau Kesbangpol membiarkan proses yang tidak prosedural, itu sama saja dengan menormalisasi kekacauan dalam lembaga binaannya sendiri,” tegasnya.

Pernyataan itu disampaikan di tengah rencana sejumlah mantan pengurus FPK untuk bersilaturahmi dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri. Salah satu tokoh, Mekhwanizar, menegaskan bahwa langkah tersebut bukan bentuk pembangkangan, melainkan upaya menjaga etika birokrasi.

“Kami tidak mau melangkahi Kepala Kesbangpol. Tapi kami berharap segera ada kesempatan bertemu, agar masalah ini bisa dijelaskan secara langsung. Kami ingin semua pihak memahami posisi kami dan mencari jalan tengah,” ujarnya dalam pesan yang disampaikan kepada Kesbangpol Kepri.

Pengamat pemerintahan daerah, Dr. Yusrianto Ahmad, menilai konflik internal di FPK Kepri mencerminkan lemahnya tata kelola organisasi dan minimnya pembinaan dari pemerintah daerah. Menurutnya, forum seperti FPK semestinya berfungsi memperkuat nilai kebangsaan dan toleransi di daerah, bukan menjadi arena konflik personal atau politik internal.

“FPK dibentuk untuk memperkuat harmoni sosial. Tapi kalau di dalamnya justru terjadi pemberhentian sepihak tanpa prosedur, itu menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan pembinaan. Kesbangpol harus hadir bukan sebagai pengambil keputusan, tapi sebagai penjamin fairness,” ujar Yusrianto.

Ia menilai bahwa tindakan pemberhentian pengurus tanpa dasar hukum yang jelas dapat merusak kredibilitas lembaga di mata publik. “Organisasi publik seperti FPK memerlukan mekanisme akuntabel—ada notulen, surat keputusan, dan proses komunikasi internal. Kalau semua diabaikan, forum kehilangan legitimasi,” tambahnya.

Polemik ini menempatkan FPK Kepri di persimpangan antara idealisme dan kepentingan. Sebagai lembaga yang didirikan untuk memperkuat pembauran antar suku, agama, dan etnis, FPK justru dinilai kehilangan arah akibat konflik kepentingan di tingkat elit pengurus.

Bagi sebagian anggota yang tersingkir, persoalan ini bukan sekadar tentang jabatan, melainkan soal martabat dan transparansi organisasi. Mereka berharap pemerintah, terutama Kesbangpol, dapat mengambil peran aktif untuk memediasi dan menertibkan kembali struktur forum agar sesuai dengan amanat pembentukannya.

Sementara itu, di tengah upaya silaturahmi ke Gubernur dan Wakil Gubernur, para mantan pengurus menegaskan bahwa langkah mereka bukan untuk memperkeruh suasana, melainkan untuk memulihkan marwah FPK sebagai wadah kebangsaan yang inklusif dan berkeadilan.

FPK Kepri kini dihadapkan pada pilihan penting: tetap menjadi forum simbolik tanpa arah, atau melakukan pembenahan serius demi mengembalikan fungsinya sebagai perekat sosial di Bumi Segantang Lada.

Jika kepemimpinan dan pembinaan tidak segera dibenahi, konflik seperti ini hanya akan memperdalam jarak antara idealisme pembauran dan realitas politik internal yang kian pragmatis.

arf-6

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *